Gengsi Jadi Penyebab Tingginya Pengangguran di NTB

I Gede Putu Aryadi (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi NTB mencatat jumlah angkatan kerja di NTB sebanyak 2,80 juta orang. Dari jumlah itu, sebesar 2,89 persen atau sekitar 80 ribu orang adalah pengangguran.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos. MH, mengatakan salah satu penyebab tingginya angka pengangguran di NTB, lantaran para pencari kerja, khususnya angkatan kerja baru, kebanyakan ingin menjadi PNS atau karyawan di perusahaan saja.

Mereka belum begitu berpikir untuk membuka peluang usaha atau kesempatan kerja mandiri.
“Penyebabnya adalah karena yang berpendidikan tinggi cenderung gengsi jika bekerja tidak sesuai dengan gelarnya,” ungkap Aryadi, yang mantan Kepala Diskominfo NTB ini.

Rata-rata kenaikan jumlah angkatan kerja baru per tahunnya mencapai 60 ribu jiwa. Sementara pertambahan kesempatan kerja tidak sebanyak itu. Dari 80 ribu lebih yang menganggur, justru yang banyak menganggur adalah yang memiliki pendidikan tinggi.

“Padahal untuk jadi orang hebat, tidak harus jadi PNS. Jadi TKM (Tenaga Kerja Mandiri) sukses malah jauh lebih hebat. Untuk meraih kesuksesan dibutuhkan proses. Segala sesuatu yang instant tentu tidak akan lama bertahan, karena dalam mempertahankan usaha atau karir dibutuhkan skill. Tanpa skill akan cepat runtuh usaha atau jabatan yang diraih,” jelasnya.

Bicara tentang kesempatan kerja, menurut Aryadi ada dua, pertama yaitu kesempatan kerja yang ada di dunia usaha atau dunia industri sebagai pekerja atau manajemen industri. Ke dua, yaitu sebagai TKM atau wirausaha yang juga dapat menciptakan lapangan kerja.

Berdasarkan data WLKP online, diketahui ada 12 ribu perusahaan di NTB dan 9000-nya merupakan perusahaan mikro. Sementara perusahaan menengah dan besar hanya 726 perusahaan menengah, kurang dari 500 perusahaan besar dan sisanya tidak teridentifikasi.

“Artinya kesempatan kerja di NTB mayoritas adalah pekerja informal, pekerja rentan, dengan persentasi 75,36 persen, yaitu 2,05 juta orang, dan hanya 600 ribuan orang yang bekerja di sektor formal,” ucap Aryadi.
Karena itu, UMKM atau dikenal juga dengan TKM adalah salah satu strategi pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan meningkatkan produktivitas masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah.

“Walaupun masih sedikit masyarakat yang berpikir untuk menjadi wirausahawan, namun dengan geliat ekonomi pasca pandemi yang semakin membaik setiap tahunnya, membawa pengaruh positif pada peningkatan jumlah TKM di Provinsi NTB,” bebernya.

Aryadi menjelaskan dalam membangun usaha sendiri harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain skill yang kompeten, niat yang sungguh-sungguh, modal dan jaringan pemasaran. Modal disini bisa berupa modal finansial dan modal teknologi. Usaha yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan pasar ke depan dan sesuai dengan skill yang dimiliki.
“Jangan membangun usaha yang tidak sesuai dengan skill karena akan menghasilkan produk yang tidak berkualitas. Jangan membangun usaha yang tidak sesuai kebutuhan pasar karena akan sulit dipasarkan,” saran Aryadi.

Pemerintah melalui lembaga pelatihan kerja seperti BLK/LLK hadir untuk memberikan pelatihan keterampilan yang dibutuhkan dunia industri agar dapat langsung terserap dunia industri atau mampu membuka usaha industri sendiri.
Pemerintah sudah membuat kebijakan untuk memaksimalkan kerjasama dan kolaborasi dengan DUDI dan seluruh stakeholders untuk mempersiapkan tenaga kerja agar terserap ke dunia industri dengan meluncurkan program inovasi PePADU Plus sejak 2021.

Melalui PePADU plus, pendekatan pelatihan dirubah menyesuaikan kebutuhan dunia industri sesuai dengan Analisis Job Future. Peserta tidak hanya diberi pelatihan sesuai dengan permintaan industri, tetapi juga langsung praktek di dunia industri, sehingga ketika selesai pelatihan bisa langsung terserap di dunia industri. Dan jika tidak terserap akan diberikan bimbingan manajemen usaha dan bantuan peralatan agar bisa menjadi wirausaha.

“Kalau hanya dikasih modal tanpa pelatihan keterampilan dan manajemen usaha, besar kemungkinan nanti usahanya tidak balik modal. Sementara kalau hanya diberikan pelatihan tanpa terintegrasi dengan kebutuhan pasar kerja, maka akan menambah lebih banyak pengangguran. Karena itu dengan memberikan pelatihan dan bantuan alat usaha dirasa lebih bermanfaat daripada hanya melatih atau hanya memberikan modal usaha,” jelas Aryadi.

Lebih lanjut mantan Irbansus pada Inspektorat NTB juga menjelaskan bahwa pelatihan keterampilan tidak hanya dibutuhkan di pasar kerja dalam negeri. Untuk bisa masuk ke pasar kerja luar negeri saat ini juga membutuhkan keterampilan. “Contohnya saat ini di Korea Selatan banyak dibutuhkan tenaga kerja yang ahli dalam engineering. Maka perlu dipersiapkan dengan baik tenaga kerja yang ingin bekerja ke Korsel untuk memiliki keterampilan mesin,” tutupnya. (rat)

Komentar Anda