Gelar Pahlawan Sultan Salahudin Tergantung Presiden

Hj T. Wismaningsih Drajadiah
Hj T. Wismaningsih Drajadiah.( AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM–Peringatan Hari Pahlawan Nasional yang jatuh pada 10 November lalu, sama sekali tidak meriah. Hal itu sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi ketika TGKH M Zainuddin Abdul Madjid (ZAM) ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.

ZAM telah ditetapkan menjadi satu-satunya Pahlawan Nasional asal NTB. Namun jauh sebelum itu, masyarakat NTB telah berjuang mengusulkan nama Sultan Salahudin dari Bima. “Tim pusat bilang tinggal tunggu Keputusan Presiden. Karena secara administrasi semua sudah selesai. Tapi ternyata kan tahun ini Presiden tidak berikan gelar itu,” kata Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB, Hj T. Wismaningsih Drajadiah kepada Radar Lombok, kemarin (13/11).

Wisma sendiri tidak mengetahui apa yang menyebabkan Presiden RI Joko Widodo enggan memberikan gelar Pahlawan Nasional untuk Sultan Salahudin. Padahal seluruh syarat-syarat sudah terpenuhi. Dugaannya, Jokowi tidak memberikan gelar Pahlawan Nasional lagi bagi orang NTB, karena sebelumnya sudah ada tokoh yang mendapatkan gelar tersebut. “Mungkin karena kita sudah dapat tokoh Pahlawan Nasional. Kita sebenarnya targetkan tahun ini Sultan Salahudin diberi gelar Pahlawan Nasional. Karena kan itu yang duluan diusulkan,” ungkapnya.

Beberapa tahun lalu, alasan Sultan Salahudin tidak diberikan gelar Pahlawan Nasional, karena terdapat beberapa dokumen yang masih kurang. “Dulu katanya ada yang kurang, tapi sudah dilengkapi. Setelah dilengkapi, belum juga. Padahal tinggal selangkah lagi, tinggal Keputusan Presiden saja,” herannya.

Oleh karena itu, Wisma sangat mengharapkan adanya peran anggota DPR RI dan DPD RI untuk lebih optimal memperjuangkan tokoh NTB menjadi Pahlawan Nasional. Adanya desakan dan bisikan dari berbagai pihak, menjadi salah satu kunci gelar Pahlawan Nasional bisa cepat didapatkan.

Sultan Salahudin sudah beberapa kali diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Pertama pada 2008. “Selain Sultan Salahudin, yang sedang diperjuangkan juga untuk dapat gelar Pahlawan Nasional adalah Manambai Abdulkadir dari Sumbawa,” kata Wisma.

Untuk Manangbai Abdulkadir, justru Pemerintah Kabupaten Sumbawa yang terkesan tidak siap. Bahkan hingga saat ini, untuk proses seminar saja yang menjadi keharusan belum dilakukan.

Pada saat kunjungan tim dari pusat, ungkap Wisma, Pemkab Sumbawa tidak siap. Usulan untuk Manangbai belum ada seminarnya. “Jadi prosesnya saat ini masih di tingkat kabupaten, belum ke Provinsi usulannya,” ujar Wisma.

Prosedur pengusulan gelar pahlawan dimulai dari bawah. Masyarakat atau siapapun mengajukan usulan calon Pahlawan Nasional kepada bupati/wali kota setempat. Selanjutnya bupati/wali kota mengajukan kepada gubernur melalui Dinas Sosial NTB.

Selanjutnya usulan tersebut diserahkan ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian. Apabila TP2GD menilai memenuhi kriteria, maka diajukan ke Gubernur untuk direkomendasikan kepada Menteri Sosial RI. Usulan calon Pahlawan Nasional yang telah memenuhi persyaratan administrasi kemudian diusulkan kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) untuk dilakukan penelitian, pengkajian dan pembahasan. Kemudian ditangani oleh Dewan Gelar untuk dilaporkan ke Presiden tentang layak atau tidaknya seseorang diberikan gelar Pahlawan Nasional.

Ketua Yayasan Sumbawa Bangkit (YSB), Nurdin Ranggabarani selaku pengusul menyampaikan, sejak 2008 telah dilakukan berbagai langkah untuk menjadikan Manambai Abdulkadir sebagai Pahlawan Nasional. “Sudah lama masyarakat juga menginginkan agar beliau (Manambai Abdulkadir – red) sebagai Pahlawan Nasional,” terangnya.

Peran dan perjuangan Manambai Abdulkadir sangat besar. Terbukti, pada 2008 telah dibangun Museum Bahari bersamaan dengan Monumen Laksamana Madya TNI HL Manambai Abdulkadir. Waktu itu langsung diresmikan oleh Kepala Staf Angkatan Laut di Sumbawa Besar.

Sebagai salah satu langkah perjuangan yang telah dilakukan, pada tahun 2012 juga telah diterbitkan buku tentang Manambai Abdulkadir. “Di sana sudah tercatat lengkap bagaimana sosok Manambai Abdulkadir menjadi Sang Inspirator dan Motivator,” ucapnya.

Tidak berhenti di situ, usaha tersebut dilanjutkan dengan peluncuran buku dan film dokumenter. Waktu itu, Yayasan Sumbawa Bangkit bekerja sama dengan Adi Pranajaya Foundation, Direktur Pusat Perfilman Usmar Ismail Jakarta.

Dikatakan, pengusulan gelar pahlawan tersebut saat ini terus berproses. Berbagai syarat dan kelengkapan dokumen sedang dikumpulkan. “Tahun 2015, RSUP Rujukan di Sumbawa diberi nama Rumah Sakit Manambai Abdulkadir. Itu juga bagian dari usaha kita,” kata Nurdin.

Manambai Abdulkadir lahir di Sumbawa Besar, 28 November 1928. Wafat di Jakarta 15 Februari 1995, dalam usia 66 tahun lebih 3 bulan dan dikebumikan di TMP Kalibata Jakarta. Ia pemegang record satu-satunya Perwira Tinggi Termuda yang mencapai pangkat Komodor Laut pada usia 36 tahun dan mencapai pangkat Laksamana Madya pada usia 42 Tahun. (zwr)

Komentar Anda