Gapasdap Minta Pemerintah Tidak Politisasi Tarif Penyeberangan

TARIF : Ketua Umum Gapasdap Pusat Rakhmatika Ardianto bersama Kepala Pusat Kebijakan Sarana Transportasi Kemenhub RI Gunung Hutapea saat Rakernas DLU di Aruna Senggigi, Minggu (15/1).

GIRI MENANG – Minimnya perhatian pemerintah terhadap industri pelayaran berdampak besar terhadap kualitas pelayanan kapal penyeberangan. Padahal, keberadaan industri pelayaran sangat vital sebagai transportasi angkutan barang dan orang yang menyuplay kebutuhan pokok antara daerah dan provinsi di Indonesia.

Para pengusaha industri pelayaran yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) telah berkali –kali mengusulkan kenaikan tariff penyeberangan, namun terus diabaikan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan.

“Kalaupun terjadi kenaikan tarif pada tahun 2020 tidak sesuai dengan aturan dan terkesan menerapkan tarif politis,” kata Ketua Umum Gapasdap Pusat Rakhmatika Ardianto di sela – sela kegiatan Rakernas ke 20 PT Dharma Lautan Utama 2023 dengan tema “Penyehatan industri pelayaran dalam menyongsong pemulihan dan penguatan ekonomi nasional,’ di Hotel Aruna Senggigi, Minggu (15/1). Hadir juga dalam pertemuan itu, Ketua Aptrindo Gemilang Tarigan, Kepala Pusat Kebijakan Sarana Transportasi Kemenhub RI Gunung Hutapea, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, Penasehat/Owner  PT Dharma Lautan Utama (DLU) H Bambang Haryo.

Baca Juga :  Gapasdap Desak Pemerintah Segera Eksekusi Kenaikan Tarif Angkutan Laut

Menurut Rakhmatika Ardianto, tidak memadainya tarif angkutan laut lintas provinsi menyebabkan kondisi pengusaha industri pelayaran dilematis. Hal tersebut pastinya berdampak pelayanan kepada penumpang yang seadanya. Bahkan, karena tarif yang sangat murah tersebut menyebabkan pengusaha kesulitan untuk melakukan perawatan kapal angkutan penyeberangan yang kondisinya semakin memprihatinkan.

Kebijakan Kemenhub yang menaikkan tarif angkutan penyeberangan pada tahun 2020 juga melanggar aturannya sendiri demi kepentingan politik sesaat. Semestinya, terkait dengan angkutan penyeberangan ini yang memiliki resiko tinggi, hendaknya bersih dari kepentingan politik.

“Tidak mungkin bisa mendapat safety (keamanan dan kenyamanan) dengan biaya tiket sangat murah,” tegasnya.

Para pengusaha industri penyeberangan telah membangun sarana dan prasana di laut, maka semestinya pemerintah hadir memberikan kebijakan yang memadai juga. Tapi faktanya, jauh dari harapan. Karena itu, Gapasdap telah mengajukan gugatan terkait penerapan tarif ke PTTUN.

“Kita ingin Kemenhub ini menggunakan KM 172, bukan memakai KM 184 dalam penyesuaian tarif penyeberangan,” tegasnya.

Baca Juga :  DPRD NTB Dukung Penyesuaian Tarif Kayangan – Poto Tano

Penasehat/Owner  PT DLU H Bambang Haryo persoalan industri penyeberangan sekarang ini dalam kondisi memprihatinkan. Pasalnya, penetapan tarif jauh dari harapan dan standar minimum untuk menutupi biaya operasional. Akibatnya, banyak pengusaha penyeberangan kesulitan melakukan perawatan kapal hingga mengggaji karyawannya.

“Ini fakta industri penyeberangan sekarang ini. Tarif sangat murah tidak mungkin bisa mengharapkan safety dalam pelayaran,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah memperhatikan persoalan dan kondisi yang dihadapi industri penyeberangan. Karena industri penyeberangan mendapatkan diskriminasi dari pemerintah, di mana tidak ada sama sekali subsidi yang didapatkan berbeda dengan angkutan udara dan darat.

“Padahal, bapak Presiden Jokowi menggaungkan tol laut, tapi faktanya tidak diperhatikan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Sarana Transportasi Kemenhub RI Gunung Hutapea berjanji akan menyampaikan berbagai aspirasi dari pengusaha angkutan penyeberangan terkait persoalan tarif dan lainnya yang dihadapi. 

“Usulan ini akan dimasukan kepada bapak Menhub. Karena keselamatan itu yang utama,” tutupnya. (luk)

Komentar Anda