Gaji 13 dan THR Guru PAI Belum Dibayar, Kemenag dan Dikbud Saling “Pingpong”

HEARING: Puluhan perwakilan guru PAI yang berasal dari 10 kabupaten dan kota di NTB, mengadukan terkait hak mereka yakni gaji ke-13 dan THR yang belum dibayarkan sejak 2023 lalu. (AHMAD YANI/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan keprihatinannya atas lambannya pemenuhan hak-hak Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di NTB.

Para guru hingga kini belum menerima Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji Ketiga Belas (Gaji 13) yang menjadi hak mereka sejak tahun 2023. Masalah ini semakin kompleks, karena antara Kementerian Agama (Kemenag) NTB dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB saling lempar tanggung jawab.

“Laporan mereka di pingpong. Ke Kemenag, katanya ini urusan Dikbud. Ke Dikbud, dikatakan urusan Kemenag. Masalahnya jadi tidak jelas penyelesaiannya,” ujar anggota DPRD NTB, Didi Sumardi saat ditemui Radar Lombok, Rabu kemarin (15/1).
Didi Sumardi menyebut, bahwa penyelesaian masalah ini sebenarnya tidak sulit jika pemerintah daerah memiliki political will yang baik. Namun koordinasi yang buruk antara Dikbud dan Kemenag NTB justru memperumit persoalan.

“Kalau mau berpikir mudah dan punya political will yang baik, ini bisa selesai. Tapi kalau terus menghindar dan tidak mau terbebani, ya rumit,” ujarnya.
Komisi V DPRD NTB mendesak pemerintah daerah untuk segera mengalokasikan anggaran guna memenuhi hak-hak para guru. Didi juga menyarankan agar Pemprov NTB segera berkomunikasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi.
“Saya yakin daerah mampu menangani ini. Kalau biaya yang dibutuhkan hanya sekitar Rp 3 miliar, itu bukan angka besar bagi pemerintah,” tegas Didi.

Didi menegaskan bahwa pemerintah daerah, terutama Pemprov NTB, seharusnya mengambil alih tanggung jawab ini sebagai konsekuensi dari status legalitas guru PAI. “Kita sudah lihat Kota Mataram dan beberapa daerah lain bisa menyelesaikan masalah ini. Kenapa daerah lain tidak?” tambahnya.

Sebelumnya Ketua AGPAII NTB, Sulman Haris, menjelaskan bahwa permasalahan ini bermula dari ketidakjelasan mekanisme pembayaran tambahan penghasilan guru PAI. Guru PAI di SMA, SMK, dan SLB yang berada di bawah naungan Dikbud NTB belum menerima hak-hak mereka sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2023 dan PP Nomor 14 Tahun 2024.
“Selain THR dan Gaji 13, guru PAI juga tidak menerima tambahan penghasilan sebesar 50 persen dari tunjangan profesi, seperti yang diterima guru mata pelajaran umum,” ungkap Sulman.

Baca Juga :  Sebagian Desa Belum Salurkan BLT

Menurut Sulman, meskipun beberapa kabupaten/kota seperti Kota Mataram, Lombok Tengah, dan Lombok Utara telah membayar sebagian hak guru PAI pada 2023, masih banyak daerah lain yang belum menindaklanjuti kewajiban ini.

Sementara itu, AGPAII meminta kejelasan mengenai waktu, mekanisme, dan pihak yang bertanggung jawab atas pemenuhan hak-hak guru PAI. Mereka juga berharap DPRD NTB memfasilitasi penyelesaian masalah ini hingga tuntas.
“Ini bukan hanya soal guru PAI, tetapi juga guru pendidikan agama lainnya, seperti Hindu, Kristen, dan Buddha. Semua memiliki hak yang sama,” ujar Sulman.

Jika masalah ini terus berlarut-larut, AGPAII mengkhawatirkan potensi aksi protes yang dapat mengganggu dunia pendidikan di NTB. Para guru merasa perjuangan mereka adalah untuk keadilan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga demi keberlangsungan pendidikan generasi bangsa.

“Kami berharap ada solusi yang jelas dan tegas dari pihak terkait agar masalah ini tidak merugikan dunia pendidikan,” harap Sulman.
Komisi V Bidang Pendidikan DPRD NTB memastikan akan menyelesaikan terkait polemik belum dibayarkannya gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) selama dua tahun, bagi ribuan guru pendidikan agama Islam (PAI) di NTB.

“Persoalan ini akan kita selesaikan. Sesuai dengan aspirasi, para guru PAI sudah menemui Komisi V,” kata Ketua Komisi V DPRD NTB, Lalu Sudiartawan, di kantor DPRD NTB, kemarin.
Menurutnya, ada tindakan saling lempar tanggung jawab antara Dikbud NTB dengan Kanwil Kemenag NTB, lantaran adanya perbedaan pemahaman aturan bisa dimaklumi. Namun pihaknya menghendaki agar perbedaan penafsiran aturan tersebut, tidak berlangsung lama.

Baca Juga :  Tiang Lapak Teraliri Listrik, Dua Buruh Pasar Poakmotong Tewas Kesetrum

Karena itu, ada perbedaan pemahaman aturan ini yang harus segera diselesaikan. “Ini tidak boleh terlalu lama dibiarkan. Kasihan hak para ribuan guru yang sudah bekerja mengajar selama dua tahun, tapi tidak dibayarkan oleh pemerintah daerah,” ungkap politisi Partai Gerindra tersebut.

Dia menilai, polemik gaji ke-13 dan THR yang belum dibayarkan ini tidak boleh dianggap persoalan kecil. Pasalnya, ini menyangkut hak ribuan guru PAI di NTB yang belum dibayarkan. Pihaknya akan secepatnya melakukan rapat konsultasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta dalam waktu dekat ini.
“Insya Allah, kami akan ajak Dikbud dan Kemenag NTB hingga perwakilan pihak guru untuk ke Jakarta, dalam rangka meminta fatwa hukum terkait pembayaran hak guru yang belum dibayarkan ini,” imbuh politisi senior Partai Gerindra ini.

Dia juga mengatakan, pemangilan pada Dinas Dikbud dan Kanwil Kemenag NTB juga akan dilakukan Komisi V, terkait pemahaman atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji-13, masih terjadi perbedaan tafsir antar dua instansi tersebut.

Dalam rapat tersebut, pihaknya juga akan menghadirkan Biro Hukum, BPKAD, BKD hingga BPK. Sehingga diharapkan ada pencerahan atas perbedaan tafsir yang membuat hak para guru PAI di NTB belum dibayarkan. “Prinsipnya, Komisi V akan fokus mengawal hak ribuan guru PAI yang belum dibayarkan itu, agar bisa segera dibayarkan,” tandasnya.

Sebelumnya, pada pekan lalu, puluhan perwakilan guru PAI di NTB mendatangi DPRD NTB, mengadukan terkait hak mereka yakni gaji ke-13 dan THR yang belum dibayarkan sejak 2023 lalu. (rat/yan)