Evaluasi Syarat Pileg 2019, KPU NTB Undang Parpol

EVALUASI: Ketua KPU NTB, Suhardi Su’ud (tengah), didampingi oleh anggota Komisioner KPU NTB, saat melakukan evaluasi kelengkapan administrasi syarat pencalonan pada Pemilu 2019, Senin (2/9/2019). (Faisal Haris/radarlombok.co.id)

MATARAM—Sebagai penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) serentak, April 2019 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB, mengundang perwakilan partai politik (Parpol) di NTB, dengan agenda evaluasi kelengkapan administrasi syarat pencalonan pada Pemilu 2019, bertempat di ruang rapat KPU NTB, Senin (2/9/2019).

Rapat yang dipimpin Ketua KPU NTB, Suhardi Su’ud, yang didampingi anggota Komisioner KPU NTB lainnya itu, disampaikan beberapa hal terkait syarat pada saat pencalonan oleh Parpol, dan syarat yang harus dilengkapi oleh para calon. Salah satunya terkait dengan dimensi kesehatan calon, kemudian pendidikan, dan selanjutnya syarat domisili e-KTP yang sudah terdaftar sebagai pemilih, serta syarat-syarat lainnya.

“Karena itu, sengaja kami mengundang bapak/ibu dari partai politik, dan hadir juga dari anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang merupakan instrumen penting dari proses pencalonan dengan keluarnya surat keterangan kesehatan,” ungkapnya.

Suhardi juga memberikan kesempatan kepada perwakilan Parpol, untuk menyampaikan pendapat, saran dan masukan, terkait dengan apa yang selama ini menjadi penghambat dari Parpol, maupun para calon yang ikut dalam proses Pemilu tahun 2019.

Sementara Bendahara Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) PKPI NTB, Eka Ayu Bimawati menyampaikan keluhan tentang proses tes kesehatan rohaniah para calon. Dimana pihaknya merasa kesulitan dengan proses yang begitu lama. Terlebih ketika ada calon legislatif yang lanjut usia, harus mengikuti tes kesehatan yang dianggap cukup ribet, dengan diberikan ratusan pertanyaan. “Kita harapkan untuk kedepan ada perbaikan terkait dengan pola yang diterapkan dalam proses tes kesehatan rohani kepada calon. Kita harapkan lebih simpel,” harapnya.

Kemudian terkait tarif tes kesehatan yang diberlakukan antar Rumah Sakit (RS) juga berbeda. Misalnya Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Jiwa, sangat berbeda tarifnya. “Kita harapkan agar disamaratakan, biar kita tidak kebingungan mau memilih yang mana. Mungkin ada standar yang diberlakukan,” pintanya.

Sebab, katanya, proses ini sangat berdampak kepada Caleg yang harus kesana-kemari untuk tes kesehatan sesuai rekomendasi KPU. Belum lagi prosesnya yang ribet. “Ini menjadi masukan dari kami. Semoga kedepan dapat dipertimbangkan,” harapnya seraya menambahkan, terkait ijazah, ada Caleg yang pendidikannya S1, namun terkendala belum legalisir ijazah S1-nya, sehingga tidak bisa digunakan. Akhirnya terpaksa ada Caleg dari PKPI yang menggunakan ijazah SMA. Tidak jauh berbeda, perwakilan Parpol lainnya juga mengeluhkan proses tes kesehatan para Caleg ini.

Seperti Pengurus Partai Gerindra, Tanbih, menyampaikan masukan terkait perlunya ada perbaikan masalah data online dan offline. Dengan harapan kedepan ada konsistensi pemberlakuan sistem online atau offline ini. “Kita harapkan agar menggunakan data offline saja. Dan hal ini harus tetap konsisten, jangan berubah-rubah,” sarannya.

Hal senada juga disampaikan Pengurus DPD Demokrat NTB, Wijaya Dewantara, yang mempersoalkan terkait masih sulitnya masuk di IT KPU, khususnya dalam daftar nama Caleg pada aplikasi Silon. Sehingga terpaksa didaftarkan kembali ke pendaftaran manual. “Semoga ke depan diperbaiki, agar kita dengan mudah mengaksesnya,” sarannya.

Sedangkan perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia NTB, dr Doddy AK menjelaskan, perhimpunan dokter spesialis itu dibawah IDI, menanggapi serius keluhan perwakilan Parpol terhadap prosedur tes kesehatan. Pihaknya akan mempelajari dan melakukan evaluasi untuk perbaikan layanan kedepan. Termasuk soal tarif yang diberlalukan dengan pola yang berbeda, dan dianggap membebankan para calon karena terlalu mahal.

“Kita tetap menjadikan semua masukan ini sebagai bahan perbaikan kedepannya. Apalagi ada review terhadap rumah sakit terkait dengan status kelas rumah sakit. Apalagi saat ini banyak rumah sakit yang turun kelas, mulai dari tipe B ke tipe C. Sehingga di NTB sendiri saat ini hanya dua RS yang status kelasnya tipe B. Maka kedapan untuk tes kesehatan kita harus tunggu keputusan Menteri Kesehatan,” ungkapnya.

Sedangkan Anggota Komisioner KPU NTB, Yan, menangkap apa yang disampaikan para perwakilan Parpol itu terkait dengan konsistensi regulasi, konsistensi pemahaman dan konsistensi hirarki. “Kami terima apapun yang menjadi masukan dari bapak dan ibu, untuk nantinya kami sampaikan ke evaluasi di tingkat Nasional nanti yang dilakukan oleh KPU pusat. Setidaknya kedepan kita lebih baik lagi dibandingkan Pemilu 2019,” harapnya. (sal/*)

 

 

Komentar Anda