MATARAM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB belum menahan empat tersangka dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) peternak sapi pada Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Mataram tahun 2021-2022.
“Yang (KUR) sapi belum (penahanan tersangka). Penetapan tersangka saja,” kata Kasidik Pidana Khusus Kejati NTB, Hendar, didampingi Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera, kemarin.
Kejati NTB hanya baru menahan dua tersangka KUR petani porang pada BSI Cabang Bertais Mandalika. Tersangka itu mantan Kepala BSI Cabang Bertais Mandalika berinisial WKI dan mantan Anggota DPRD Kota Mataram tahun 1999 berinisial DRJ. Keduanya ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lobar sejak Selasa (12/11). “Hanya tersangka KUR porang ini saja yang ditahan,” ujarnya.
Empat tersangka yang terjerat di kasus korupsi KUR peternak sapi ini, masing-masing berinisial SE selaku mantan Kepala BSI Cabang Mataram, MSL selaku off taker, dan dua mantan Anggota DPRD Loteng dari Fraksi PKS periode 2019-2014 berinisial M dan MS. Kedua mantan anggota DPRD itu juga berperan sebagai off taker.
Tersangka M kembali terpilih menjadi Anggota DPRD Loteng periode 2024-2029. Alasan keempat tersangka belum ditahan tidak dirincikan. “Masih proses,” sebutnya.
Dugaan korupsi di dua kantor cabang BSI itu mengakibatkan kerugian negara berbeda. Untuk yang di Kantor Cabang Bertais Mandalika, kerugian negara sebesar Rp 13,2 miliar lebih berdasarkan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. Sedangkan untuk Kantor Cabang Mataram, Kejati NTB belum membeberkan nominal kerugian keuangan negara yang muncul. “Kerugian negaranya beda. Nanti saja itu (nominal kerugian negara KUR peternak sapi),” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam korupsi penyaluran KUR petani porang BSI Cabang Bertais Mandalika, tersangka DRJ berperan sebagai off taker, selaku Direktur PT Global Bumi Gora yang bertugas mengumpulkan para petani dan dimintai identitasnya untuk diajukan mendapatkan KUR. “Kemudian dia (tersangka DRJ) menjanjikan akan membuat usaha penanaman porang, sampai dengan panen,” ujar penyidik Pidana Khusus Kejati NTB, Wisnu Nugroho, didampingi Efrien Saputera, usai dua tersangka KUR petani porang dibawa ke Lapas Kelas IIA Kuripan.
Jumlah petani yang diajukan mendapatkan KUR sebanyak 265 orang. Mereka dijanjikan akan mendapatkan KUR sebesar Rp 50 juta per orang. Tersangka DRJ meyakinkan para petani dengan mengiming-imingi akan diberangkatkan umrah bagi petani beragama muslim. Pun para petani yang non-muslim, dijanjikan akan diberikan satu dum truck per kelompok tani jika berhasil menanam porang hingga panen.
Namun itu hanya tipu daya tersangka. Nyatanya, setelah uang cair, para petani tidak mendapatkan apa-apa. Melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi. “Uang cair tanpa melalui mekanisme yang ditetapkan oleh BSI. Setelah uang cair, tidak digunakan sebagaimana mestinya. Uangnya cair, tapi tidak ke petani,” katanya.
Uang yang seharusnya didapatkan petani, digunakan oleh tersangka. Sedangkan tersangka WK ikut terseret karena diduga ikut membantu dalam proses pencairan. “Kelompok taninya ada, dan kelompok tani ini baru dibentuk untuk mencairkan bantuan KUR ini saja,” cetusnya.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (sid)