Empat Kabupaten Ditetapkan Status Wabah PMK

(ISTIMEWA/RADAR LOMBOK/DOK) PENYEMPROTAN: Petugas saat menyemprotkan disinfektan di salah satu kandang kumpul yang sebagai besar ternak terpapar PMK di pulau Lombok.

MATARAM – Tingginya kasus penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkit hewan ternak berkuku genap di NTB membuat pemerintah pusat menetapkan status wabah PMK. Khususnya untuk kabupaten/kota yang ada di pulau Lombok yang terus mengalami penambahan kasus.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB, Ahmad Nur Aulia menyabutkan, ada empat kabupaten di pulau Lombok telah  ditetapkan status wabah PMK oleh Kementerian Pertanian pada 25 Juni 2021. Yakni Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Lombok Utara.  “Tapi kami terima infonya tanggal 30 Juni,” singkat Aulia saat dikonfirmasi Radar Lombok, Selasa (5/7).

Senada juga disampaikan Kepala Bidang Penyuluh Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (P3HP) Disnakkeswan NTB, Rahmadin, bahwa penetapan status wabah terhadap empat kabupaten tersebut merupakan kebijakan dari Kementerian Pertanian (Kementan). “Tapi yang perlu kita kaji kenapa kota Mataram tidak ditetapkan status wabah, padahal kasus PMK juga terjadi di Kota Mataram,” katanya.

Tidak masuknya Kota Mataram sebagai daerah berstatus wabah PMK, lanjut Rahmadi, menurut nformasi yang diterima bahwa Kementerian Pertanian menetapkan status wabah terhadap empat kabupaten tersebut mengacu pada hasil uji laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar yang dijadikan rujukan pada awal-awal masuk PMK ke pulau Lombok. “Jadi mungkin pada awal-awal itu Kota Mataram tidak memeriksa untuk hasil uji laboratorium (sample ternak). Sementara yang dikirim Balai Besar Veteriner Denpasar ke pusat hanya empat kabupaten yang ditetapkan status wabah PMK,” sambungnya.

Baca Juga :  Kasus PMK NTB Kedua Tertinggi di Indonesia

Meski demikian, Rahmadin, menyadari bahwa di empat kabupaten yang ditetapkan status wabah PMK memang angka kasus cukup tinggi hingga sekarang. Jika dibandingkan dengan angka kasus PMK di kota Mataram. “Tapi memang angka kasus di empat kabupaten itu cukup tinggi,” imbuhnya.

Rahmadin juga mengatakan, dengan ditetapkan sebagai daerah status maka berdampak terhadap lalulintas keluar masuk ternak ke daerah yang berstatus wabah ditutup total. Tidak hanya diempat kebupaten tersebut namun juga berlaku bagi kabupaten kota lain yang ada di NTB dikarena ada dua Surat Endara yang dikeluarkan pemerintah pusat. Satu dikeluarkan Kementan dan satu dikeluarkan BNPB. “Ya konsekuensinya lalulitas akan ditutup total sementara ini. Tetapi yang bikin kitadouble tebel pemikiran kita karena ada dua SE (Surat Endaran) yang merujuk hal yang sama. Satu dari Kementan dan SE dari BPNB,” katanya.

Dalam SE yang dikeluarkan tersebut, sambungnya, pada poin 12 berbicara terkait lalulintas ternak. Dimana disampaikan bahwa bagi hewan ternak yang berasal dari NTB, Jawa Timur dan Jawa Tengah tidak boleh dilalui lalulintas ternak. “Padahal di NTB yang ditetapkan status wabah hanya empat kabupatan dan tidak semua daerah zona merah, hanya di pulau Lombok saja. Tapi permasalahan sekarang ternak-tenak dari pulau Sumbawa yang mau dikirim antar pulau ke Kalimantan terhambat gara-gara merujuk ke SE tersebut. Yang sementara ini terhambah,” sambungnya.

Baca Juga :  Menteri Pertanian Australia akan Kunjungi Indonesia, Bantu Tangani PMK

Atas persoalan itu, Rahmadin juga berhadap supaya dapat disuarakan agar kebijakan itu rubah oleh pemerintah pusat. Mengingat pihaknya juga telah melakukan berbagai diskusi dengan berbagai pihak atas adanya perbedaan tersebut yang tertuang dalam SE yang dikeluarkan Kementan dan BNPB. “Jadi sejak dikeluarkan dua SE itu benar-benar lalulintas ternak keluar masuk dari NTB ditutup total sementara ini,” terangnya.

Oleh sebab itu, lanjutnya, upaya yang dilakukan Disnakkeswan Provinsi NTB dengan telah ditetapkan empat kabupaten status wabah PMK dipulau Lombok yang kemudian juga berdampak bagi kabupaten kota lainnya maka pihaknya akan mengaji terlebih dahulu kedua SE yang dikeluarkan pemerintah pusat tersebut. “Sekarang ini kita juga sedang mengaji SE ini dengan melibatkan semua stakeholder, ada BNPB, pihak kepolisian dan lainnya,” pungkasnya.

Berdasarkan data Disnakeswan Provinsi NTB, hingga 5 Juli 2022 tercatat jumlah kasus PMK di pulau Lombok mencapai59.835 ekor. Rinciannya, 27.467 ekor masih dalam keadaan sakit, 32.112 ekor sudah dinyatakan sembuh, 179 ekor sudah dipotong bersyarat dan 77 ekor dinyatakan mati. (sal)

Komentar Anda