MATARAM – PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) NTB Syariah, salah satu perusahaan daerah di Provinsi NTB terancam operasional kegiatan usahanya disetop. Pasalnya, sejak berdiri pada 2012 silam, hingga saat ini (2024, red) modal inti dan ekuitas dai PT Jamkrida NTB Syariah baru di angka Rp39 miliar. Sementara ketentuannya, ekuitas dan modal inti dari Lembaga penjaminan daerah itu minimal Rp50 miliar dalam kurun waktu 5 tahun sejak operasional (berdiri, red).
Ancaman kegiatan usaha PT Jamkrida NTB Syariah bakal disetop pada akhir Desember, jika tidak bisa memenuhi ketentuan ekuitas minimal Rp50 miliar. Bahkan setiap dua bulan, sejak Agustus 2024 ini, jika tidak ada keseriusan dari pemegang saham pengendali (PSP), dalam hal ini Pemprov NTB, maka secara berturur-turut setiap dua bulan, akan diberikan Surat Peringatan (SP) 1 hingga SP 3 pada Desember 2024 mendatang.
Hal tersebut setelah digelarnya pertemuan secara daring antara OJK pusat, OJK Bali Nusra dan OJK NTB, Pemprov NTB sebagai pemegang saham pengendali, dan Direksi Jamkrida NTB Syariah pada Selasa 20 Agustus 2024. Seharusnya, pada Januari 2022, Jamkrida NTB sudah memenuhi kekurangan ekuitas sebesar Rp11 miliar. Ekuitas ini didalamnya terdiri dari komponen modal inti, cadangan umum, dan cadangan tujuan.
Kepala OJK Provinsi NTB, Rudi Sulistyo menyampaikan bahwa PT Jamkrida NTB Bersaing diminta untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 70 ayat (6) Peraturan OJK Nomor 2/POJK.05/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjamin yang diundangkan pada 11 Januari 2017.
Berdasarkan peraturan tersebut, perusahaan penjaminan lingkup provinsi diwajibkan memiliki ekuitas minimum Rp50 miliar. Secara detail, dalam pasal 31 ayat 2 dikemukakan, Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah lingkup provinsi wajib memiliki Ekuitas paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah memperoleh izin usaha.
Ketentuan ekuitas minimum tersebut dipandang sangat penting untuk memperkuat permodalan, sehingga lembaga penjaminan akan mampu bersaing dan bertahan di industri penjaminan nasional.
“PT Jamkrida NTB Bersaing sampai saat ini belum dapat memenuhi ketentuan tersebut. Selanjutnya, OJK mengharapkan komitmen pemenuhan ekuitas minimum dari PT Jamkrida NTB Bersaing dapat segera dilakukan untuk memenuhi ketentuan tersebut,” kata Rudi.
Dijelaskan Rudi, sebagaimana ketentuannya, badan usaha yang tidak dapat memenuhi ketentuan, akan mendapat surat peringatan I, dengan jangka waktu dua bulan. Jika dalam dua bulan, ekuitas minimum tidak juga dapat dipenuhi, maka akan diberikan peringatan ke II selama dua bulan.
“Dan terakhir, jika peringatan I dan II tidak dipenuhi, maka badan usaha akan dikenakan sanksi Penghentian Kegiatan Usaha (PKU) selama enam bulan,” jelas Rudi.
Terpisah, Direktur Utama PT Jamkrida NTB Syariah, Lalu Taufik Mulyajati membenarkan hal ini, di mana pada Juli 2023, ekuitas Jamkrida NTB Syariah di angka Rp39 miliar. Kekurangan yang harus dipenuhi dari POJK adalah Rp11 miliar.
“Tinggal kekurangan ekuitas sebesar Rp11 miliar itu saja. Kami bersama pemegang saham tengah mengupayakannya. Kita tidak mau seperti Jamkrida Bangka Belitung yang sudah kena sanksi PKU. Sebenarnya Jamkrida kita dari sisi operasional dan kinerja sudah sangat sehat,” tandasnya. (luk)