Eksportir Benih Lobster Dituding Berbohong

KKP Dianggap Ceroboh Terbitkan Izin Ekspor

Amin Abdullah (Faisal Haris/radarlombok.co.id)
Amin Abdullah (Faisal Haris/radarlombok.co.id)

MATARAM – Lembaga Pengembangan Sumbar Daya Nelayan (LPSDN) Lombok Timur angkat bicara mengenai izin ekspor benih lobsterĀ  yang dianggap melanggar Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di wilayah Indonesia.

Sejumlah perusahaan sudah melakukan ekspor benih lobster tanpa melakukanĀ  budidaya seperti yang dipersyaratkan dalam Permen Nomor 12 tahun 2020 itu. Ketua LPSDN Lotim, Amin Abdullah menegaskan, selain soal aturan yang dilanggar, ekspor benih lobster ini juga berdampak pada budidaya lobster yang dilakukan banyak nelayan pembudidaya. Mereka kesulitan mendapatkan benih lobster untuk dibudidayakan karena tidak bisa bersaing dengan perusahaan yang melakukan ekspor.

“Ekspor benih sangat berdampak langsung kepada nelayan kita yang tidak bisa bersaing dengan perusahaan yang mengekspor benih. Sebab tidak bisa bersaing baik dari sisi harga maupun dari sisi bagaimana mendapatkan benihnya,” keluhnya kepada radarlombok.co.id di Mataram, Selasa (11/8).

Kondisi ini tambah Amin, berdampak besar pada keberlangsungan budidaya yang sudah lama dilakukan banyak nelayan di Lombok Timur, karena semua benih dibeli langsung oleh perusahaan yang kemudian diekspor. Apalagi di lapangan, implementasi Permen KP Nomor 12 tahun 2020 jauh dari harapan para nelayan. Padahal semangat Permen KP ini sudah bagusĀ  dibandingkan Permen KP NomorĀ  56 tahun 2016 yangĀ  melarang penangkapan maupun kegiatan budidaya, apalagi ekspor benih lobster.

Pada Permen KP NomorĀ  12 tahun 2020 tersebut, lanjut Amin, cukup menarik karena sudah diperbolehkan melakukan penangkapan, budidaya dan ekspor benih. Tapi yang menjadi persoalanĀ  adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI sudah terlanjur mengeluarkan izin untuk perusahaan, baik izin melakukan ekspor benih maupun izin melakukan budidaya kepada sekitar 42 perusahan. Padahal pada pasal 4 dan pasal 5 bahwa perusahan yang melakukan ekspor benih lobster harus melakukan budidaya terlebih dahulu, baru bisa diizinkan ekspor. Budidaya yang dimaksudkan pun adalah kegiatan budidaya yang berkelanjutan.

“Tetapi realita yang terjadi di lapangan yang sangat merugikan kami selaku nelayan, perusahan-perusahan ini tidak pernah melakukan budidaya, namun hanya mengekspor saja. Tentu ini menurut kami melanggar dari ketentuan pasal 4 dan 5 dalam Permen NomorĀ  12 tahun 2020,” tegasnya.

Kemudian lanjut Amin sesuai amanat Permen KP ini, setelah perusahaan melakukan budidaya berkelanjutan, yang harus dilakukan adalahĀ  restocking atau pelepasliaranĀ  lobster ke habitatnya. Jumlah lobster yang dilepasliarkan pun sudah diatur. Barulah perusahaan bisa melakukan ekspor benih.Ā 

“Persoalan kita hari ini,Ā  tidak ada satupun perusahaan yang melakukan apa yang dimandatkan oleh Permen NomorĀ  12 tahun 2020. Artinya kegiatan ekspor sangat gampang dilakukan, tetapi sangat merugikan kami dari kalangan nelayan yang benar-benar melakukan budidaya. Sementara perusahan tidak pernah melakukan budidaya,” ujarnya.

Sejak peraturan ini diterbitkan, sejumlah perusahaan sudah melakukan ekspor benih lobster sekitar 3 ribu ekor. Padahal jika dirunut, PermenĀ  KP NomorĀ  12 tahun 2020 dibuat pada bulan Mei 2020 lalu. Jika perusahaan patuh pada peraturan ini, maka panen hasil budidaya baru dilakukan 8 atau 10 bulan mendatang. Artinya kata Amin, ekspor benih lobster baru bisa dilakukan pada awal tahun 2021 mendatang.

“Tapi ini yang dilanggar oleh perusahaan. JikaĀ  budidaya terlebih dahulu dilakukan oleh perusahaan dengan memberdayakan nelayan, manfaatnya begitu hebat dirasakan. Tapi hal ini tidak dilakukan,” sesalnya.

Amin menuturkan kebohongan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan untuk mengakali peraturan yang ada agar bisaĀ  ekspor benih lobter. Padahal sebenarnya Ā perusahaan ini tidak memiliki lahan budidaya. Mereka memanfaatkan lahan budidaya nelayan sebagai dokumen atau bukti bahwa perusahan telah melakukan budidaya. Perusahaan ini membeli lobster dewasa lalu dilepas di keramba budidaya milik nelayan.

Selanjutnya mereka mengklaim seolah-olah sudah melakukan budidaya dengan menunjukkan lobster dewasa yang dilepasĀ  tadi kepada pejabat terkait.

“Saya melihat selama ini perusahaan hanya mengejar dokumen dengan modus membeli lobster dewasa kemudian dilepas ke keramba miliki nelayan. Setelah itu dia (perusahan) mengundang penjabat bahwa dia sudah melakukan budidaya. Padahal tidak ada perusahan yang melakukan budidaya sama sekali, itu bohong semua,” tuturnya.

Modus lainnyaĀ  kata Amin, sejumlah perusahan membeli lobster dewasa di nelayan kemudian dilepasliarkan dengan menggundang pejabat untuk menyaksikannya. Praktek ini juga untuk mengakaliĀ  PermenĀ  KP NomorĀ  12 tahun 2020 yang salah satunya mengamanatkan hasil budidaya dengan jumlah tertentu agar dilepasliarkan ke habitatnya.

“Karena dokumennya yang dikejar, ya akal-akalan lah begitu,” sambungnya.

Praktek mengabaikan peraturan yang ada ini lalu mendorong elemen masyarakat serta nelayan bersuara lantang. Ekspor benih yang terlanjur sudah terjadi dianggap penuhĀ  kejanggalan. Amin lalu mengapresiasi sikap organisasi masyarakat (Ormas) seperti Muhammadiyah dan NU maupun dari beberapa tokoh seperti mantan Menteri Lingkungan Hidup Prof Emil Salim yang tegasĀ  melakukan penolakan terhadap ekspor benih lobster ini.Ā  Dia lalu meminta pemerintah meninjau kembali izin ekspor benih lobster yang sudah diterbitkan dengan mengedepankanĀ  izin budidaya kepada perusahaan.Ā 

“Kita minta kepada Kementerian KP untuk menunda atau mencabut izin ekspor yang sudah dikeluarkan. Pending lah itu dulu sementara, jangan diberlakukan sampai satu tahun yang akan datang. Ini menjadi rekomendasi kita. Kalau ini tetap berlanjut maka sangat merugikan nelayan, terutama pembudidaya lobster di Lombok pada khususnya,” katanya.

Selanjutnya, AminĀ  meminta setelah izin ekspor ditundaĀ  Permen KP NomorĀ  12 tahun 2020 dievaluasi dan dibenahi. Nelayan tetap diperbolehkan menangkap benih dalam rangka kepentingan budidaya. Karena itu izin budidaya inilah yang harus dikedepankan. Maka setelah budidaya dianggap berhasil baru kegiatan ekspor dilakukan.Ā 

“Kita minta juga ada pembenahan di Permen, tetapi tetap mengizinkan untuk melakukan penangkapan benih tapi tidak untuk diekspor. Untuk kepentingan dalam negeri sebagai kegiatan untuk budidaya.Ini rekomendasi kedua kami,” sambungnya.

Di sisi lain juga, pihaknya berharap kepada pemerintah kabupaten maupun provinsi agar tidak tinggal diam. Pemerintah kabupaten maupun provinsi punya tanggungjawab untuk melindungi nelayan dengan melakukan peran sesuai Ā mandat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.Ā  Terlepas dari persoalan apa yang didapatkan pemerintah daerah dari izin ekspor benih lobster ini, dinilai Amin sebagai perkara lain.

“Jadi kita sedang mendorong pemerintah provinsi untuk melahirkan Peraturan Daerah (Perda) tekait erlindungan bagi pembudidaya lobster. Ini yang harus dibuat pemerintah provinsi,” harapnya. (sal)

Komentar Anda