Eksepsi Zaini Arony: Dakwaan Kasus LCC Dinilai Kabur dan Harus Dibatalkan

TERDAKWA: Terdakwa Zaini Arony hendak keluar ruangan usai sidang eksepsi di PN Tipikor Mataram, Kamis (19/6). (NASRI/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony selaku terdakwa, mengajukan eksepsi (nota keberatan) terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan lahan Lombok City Center (LCC).

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mataram, Kamis (19/6), Zaini melalui kuasa hukumnya Hijrat Priyatno menyebut dakwaan JPU tidak memenuhi syarat formil dan materiil, serta layak untuk dinyatakan batal demi hukum.

Dalam pembacaan eksepsi, Hijrat menilai dakwaan yang mencantumkan rentang waktu perbuatan antara 2014 hingga 2019 adalah tidak cermat. Pasalnya, ia sudah diberhentikan dari jabatannya sebagai Bupati Lombok Barat sejak 26 Juni 2015 dan digantikan oleh H. Fauzan Khalid.

“Bagaimana mungkin klien kami dimintai pertanggungjawaban untuk periode setelah tidak lagi menjabat?” ujarnya, kemarin.

Lebih lanjut, dakwaan juga mencampuradukkan peran Zaini sebagai kepala daerah dan komisaris BUMD. Berdasarkan akta tertanggal 9 Juli 2010, Zaini memang pernah menjabat sebagai komisaris PT. Patut Patuh Patju. Namun, jabatan tersebut telah ditinggalkan setelah adanya larangan dari Kementerian Dalam Negeri yang menyebut bahwa kepala daerah tidak diperbolehkan menjadi komisaris BUMD.

Hijrat menyebut, pengunduran diri kliennya telah disahkan dalam berita acara rapat dan digantikan oleh Syukur Nur Alam, dan Lalu Serinate. Akan tetapi, dakwaan JPU tidak menyebutkan secara tegas batas waktu pertanggungjawaban (unsur tempores), sehingga dianggap mencampuradukkan posisi hukum dirinya.

“Dakwaan menjadi tidak cermat karena tidak menjelaskan kapan Pak Zaini berhenti sebagai komisaris, dan dalam kapasitas apa dimintai pertanggungjawaban—apakah sebagai Bupati atau sebagai komisaris,” tegasnya.

Zaini melalui Kuasa hukumnya juga menilai bahwa surat dakwaan tersebut tidak mengacu pada ketentuan hukum Perseroan Terbatas, padahal jabatan komisaris tunduk pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.

Baca Juga :  Jadwal Pembahasan Adendum GTI Diatur Ulang

Dalam eksepsinya, Zaini memohon agar majelis hakim: Menerima seluruh eksepsi yang diajukan, Menyatakan surat dakwaan Nomor Reg. Perkara: PDS-10/MATAR/05/2025 tertanggal 26 Mei 2025 batal demi hukum karena kabur, tidak lengkap, dan saling bertentangan.

Kemudian membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, Memulihkan hak, kedudukan, harkat, dan martabat terdakwa, Membebankan biaya perkara kepada negara, Dan/atau memberikan putusan yang seadil-adilnya menurut hukum pidana yang berlaku.

Di sisi lain, pihak Jaksa Penuntut Umum meminta waktu satu minggu untuk menyusun tanggapan terhadap eksepsi terdakwa. Majelis hakim menyatakan akan melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan tanggapan JPU dalam waktu yang telah ditentukan.

Kasus ini menarik perhatian publik di Lombok Barat, mengingat LCC merupakan proyek besar yang bersinggungan langsung dengan pengelolaan aset daerah dan potensi kerugian negara.

Sebelumnya, pada Sidang perdana kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek Lombok City Center (LCC) dengan terdakwa utama Zaini Aroni digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Selasa (10/6).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Mataram, Ema Mulyawati, mengungkap bahwa perbuatan para terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp39,4 miliar. “Kerugian negara sebesar Rp39,4 miliar,” ujar Ema dalam dakwaannya.

Jumlah itu lanjutnya, berdasarkan hasil audit Kantor Akuntan Publik terkait kerja sama operasi (KSO) atas lahan seluas 84.000 meter persegi di Desa Gerimax, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

Kerugian negara timbul dari hilangnya potensi pendapatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), tidak disetorkannya kontribusi tetap, dan tidak dibagikannya hasil usaha sesuai kesepakatan. Negara juga kehilangan hak penguasaan fisik atas tanah yang merupakan eks penyertaan modal daerah.

Baca Juga :  Dua Rider NTB Sukses Podium Pertama Final Race One Prix 2022

Terdakwa Zaini Aroni didakwa melanggar Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, karena menyalahgunakan jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain. Ancaman hukuman bagi pelanggaran ini adalah pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda maksimal Rp200 juta.

Kasus ini juga menyeret terdakwa Isabel Tanihaha bersama Lalu Azril. Isabel diketahui menjalin kerja sama melalui perusahaan PT Skylight Asia, yang disebut memiliki keterkaitan dengan proyek-proyek lain seperti Ambon City Center dan Ponorogo City Center.

Berdasarkan dokumen yang dipaparkan di persidangan, pembangunan LCC dimulai sejak adanya surat minat dari Direktur PT Bliss Pembangunan Sejahtera pada 19 Juni 2013. Setelah serangkaian rapat dan korespondensi, Bupati Lombok Barat saat itu, Zaini Aroni, menerbitkan surat persetujuan kerja sama dengan Isabel Tanihaha pada 21 Oktober 2013. “Perjanjian kerja sama resmi ditandatangani pada 8 November 2013,” katanya.

Isi perjanjian antara pihak pertama (pemilik lahan) dan pihak kedua (investor) antara lain, Pembangunan pusat perniagaan, fasilitas kesehatan, dan residensial dilakukan dengan biaya pihak kedua.

Pihak kedua diberikan hak menjual unit dan kapling, serta menerima kuasa atas pengurusan sertifikat. Pihak kedua diberikan tenggat 24 bulan untuk menyelesaikan pembangunan mal. Pembagian hasil usaha diatur dari berbagai komponen pendapatan proyek.

“Tapi, implementasi perjanjian tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan mengakibatkan kerugian negara. Hak pengelolaan lahan berpindah tanpa ada kontribusi nyata bagi BUMD maupun pemerintah daerah,” tandasnya. (rie)