Eksekutif Jangan Ikut Kejar Tayang

Ramli Ernanda (azwar zamhuri/radar Lombok)

MATARAM-Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020 mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan. Berbeda halnya dengan tahun-tahun sebelumnya yang tidak menarik perhatian publik.

Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Ramli Ernanda meminta agar pembahasan RAPBD tahun 2020 diperpanjang. Jangan sampai seperti saat ini, banyak terjadi kekeliruan akibat dari kejar tayang. “Fakta-fakta ini tidak bisa kita nafikkan, bukti amburadulnya penyusunan APBD 2020,” ujar Ramli kepada Radar Lombok, Senin (26/8).

Banyak terjadi kekeliruan-kekeliruan angka dalam penyusunan APBD 2020. Hal tersebut seharusnya tidak terjadi jika pelaksanaannya dilakukan secara serius dan teliti. “Eksekutif tidak perlu paksakan diri untuk ikuti agenda dewan yang kejar tayang ini. Kalau begini, eksekutif tidak serius mengurusi urusan publik yang sangat strategis ini,” sesalnya.

Amburadulnya penyusunan APBD 2020, bisa dilihat dari adanya perbedaan angka-angka yang tidak konsisten. Misalnya saja dalam Nota Keuangan RAPBD, angka yang tertuang dalam setiap lembaran bisa berbeda-beda. Apalagi jika dibandingkan dengan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

Salah satu contohnya pada item belanja tidak langsung. Berdasarkan KUA-PPAS yang telah disepakati dan ditandatangani tanggal 13 Agustus, belanja tidak langsung sebesar Rp 3.474.312.034.540. Namun kemudian dianulir, bahwa angka tersebut merupakan rancangan yang belum dibahas. Selanjutnya dalam dokumen Nota Keuangan RAPBD tahun 2020, angka belanja tidak langsung ada dua versi. Pada halaman 51, nilai belanja tidak langsung tertulis Rp 3.443.450.035.340. Namun pada halaman 57, tertulis belanja tidak langsung sebesar Rp 3.442.012.034.540. Terjadi selisih sebesar Rp 1,4 miliar dalam dokumen yang sama.

Dalam pidato pengantar Nota Keuangan APBD 2020 yang dibacakan Wagub NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah tentang angka belanja tidak langsung, justru tidak diikuti oleh Badan anggaran (Banggar) DPRD. Berdasarkan dokumen resmi saran dan pendapat Banggar terhadap Nota Keuangan dan Raperda APBD 2020, H Muzihir selaku juru bicara Banggar menyebut angka belanja tidak langsung sebesar Rp 3.474.312.034.540. Angka yang dibacakan Banggar sesuai dengan KUA-PPAS yang ditandatangani, namun berbeda dengan Nota Keuangan RAPBD 2020.

Perbedaan-perbedaan tersebut, menurut Fitra karena tidak adanya keseriusan dalam menyusun APBD. Apalagi sejak KUA-PPAS, banyak anggota DPRD NTB yang pergi ke luar negeri. Sehingga bisa jadi KUA-PPAS yang ditandatangani juga belum dibahas. “Semua masih bisa dikomunikasikan. Jangan sampai kualitas APBD jadi taruhan. Masyarakat yang rugi. Kami tetap minta agar pembahasan APBD diperpanjang. Biar masyarakat juga bisa berpartisipasi. Kalau prosesnya baik, perencanaan baik, output dan implementasinya akan baik,” imbuh Ramli.

Ketua Fraksi PDIP DPRD NTB, H Ruslan Turmuzi menilai, banyak kekeliruan yang terjadi karena penyusunan APBD dilakukan secara terburu-buru. Akibatnya, berbagai kesalahan bisa saja terjadi, baik disengaja maupun tidak disengaja. Adanya perbedaan angka dalam satu dokumen, juga menjadi bukti TAPD tidak teliti. “Makanya kami ini menarik diri dari pembahasan APBD. Karena terlalu terburu-buru. Apa sih sebenarnya yang kita kejar? Kenapa gak kita diberi waktu lebih luang, sehingga bisa kita lakukan kajian. Ini kok bahas uang rakyat triliunan tapi dikejar waktu, padahal batas penetapan APBD masih lama,” sesal Ruslan.

Ketua TAPD Provinsi NTB H Iswandi yang dimintai tanggapannya, ingin pembahasan RAPBD berjalan lancar. Adanya fraksi yang menolak, merupakan bagian dari proses semata. “Jangan lihat prosesnya. Tapi lihat nanti hasilnya,” kata Iswandi usai salat Ashar di musala DPRD NTB.

Terkait adanya perbedaan angka, Iswandi tidak ingin bicara banyak. Mengingat, saat ini semuanya dalam proses. “Nanti setelah penetapan itu kita lihat. Kalau sekarang kan masih rancangan,” ujarnya. (zwr)

Komentar Anda