Eksekutif Diminta Tidak Paksakan Kehendak

H Abdul hadi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Peraturan Daerah (Perda) merupakan salah satu jenis perundang-undangan yang harus ditaati oleh kepala daerah dan semua pihak.  Apabila perda sengaja dilanggar, maka sudah dipastikan ada rencana tidak baik atas ketidakpatuhan tersebut. Hal itu dikatakan pimpinan DPRD Provinsi NTB dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H Abdul Hadi saat menanggapi polemik dugaan pelanggaran  Perda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penggabungan Dan Perubahan PD BPR NTB Menjadi PT BPR NTB, terkait pengisian  jabatan komisaris dan direksi. “Harus sesuai aturan intinya. Kalau gak mau dirubah, artinya ada rencana tidak baik dari eksekutif,” ujar Hadi saat ditemui Radar Lombok Selasa kemarin (23/5).

Hadi   tidak ingin jabatan komisaris dan direksi PT BPR NTB terus menjadi polemik. Cara satu-satunya untuk menyudahi masalah tersebut dengan berpegang teguh pada aturan yang telah dibuat. Menurut Hadi, Perda Nomor 10 Tahun 2016 tentang Penggabungan dan Perubahan PD BPR NTB Menjadi PT BPR NTB, dibuat untuk menjadikan BPR lebih maju. Keberadaannya bisa membantu upaya pemerintah dalam membantu dan mensejahterakan masyarakat.

Bagi Hadi, melanggar perda tidak bisa dianggap main-main. Apalagi, perda inisiatif eksekutif tersebut merupakan produk antara DPRD NTB bersama Pemerintah provinsi (Pemprov) NTB. “Ini kan berbahaya sekali jika melanggar perda, bagi mereka juga bahaya,” katanya.

Selaku pimpinan dewan, Hadi mempersilakan jika ada anggota DPRD NTB yang ingin menggunakan hak interpelasi atau hak angket dalam kisruh PT BPR. Namun secara pribadi, Hadi lebih menginginkan menyelesaikan masalah yang ada dengan cara baik-baik. Apabila hak interpelasi atau hak angket diambil, jangan sampai salah langkah. Informasi harus didapatkan secara valid terlebih dahulu. “Makanya marilah kita selesaikan secara baik-baik, kan eksekutif juga sudah minta ruang komunikasi. Itu di rapat paripurna kan Pak Wagub minta ruang komunikasi, jadi biar bisa kita klarifikasi juga kebenaran yang ada. Tapi kan sampai sekarang belum kita ketemu,” ucapnya.

Baca Juga :  Krisis Listrik NTB Belum Berakhir

Meski menginginkan penyelesaian masalah secara baik-baik, Hadi tetap meminta agar eksekutif tidak memaksakan kehendak. Kebijakan yang diambil dalam pengusulan komisaris dan direksi PT BPR tidak boleh melenceng dari perda. “Jangan sampai orang yang kita jadikan direksi itu menjadi masalah. Harus lihat kemampuan orang, jangan paksakan kehendak,” tegasnya.

Oleh karena itu, nama-nama calon komisaris dan direksi yang diusulkan, harus dirubah jika tidak sesuai dengan aturan. “Saya yakin tidak ada yang mau langgar perda. Tapi kalau tidak mau dirubah nama-nama itu, memang ada rencana tidak baik dari eksekutif,” tandasnya.

Kepada pengawas perbank-kan, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hadi meminta agar menyeleksi secara serius berkas yang diusulkan eksekutif. Jangan sampai ada perda yang dilanggar agar tidak menimbulkan polemik kembali di kemudian hari.

Salah satu nama yang diusulkan menjadi komisaris yaitu Yoyok Antoni. Yoyok merupakan ipar Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB H Rosiady Sayuti. Rekam jejak Yoyok sendiri pernah menjadi anggota dewan pengawas PD BPR Lombok Barat tahun 2012 hingga 2014.  Namun pada tahun 2015 tidak lolos tes karena tidak memenuhi syarat untuk jabatan yang sama periode 2015-2020. Yoyok juga pernah bekerja di PT Gerbang NTB Emas (GNE) sebagai direktur keuangan. Namun karena kinerjanya dianggap mengecewakan, kemudian dia dijadikan staf biasa.

Baca Juga :  Gubernur Turun Tangan Tuntaskan Masalah PT BPR

Selain Yoyok,  yang diusulkannya   Jamratul Rahili sebagai direktur pemasaran PT BPR NTB. Pada pasal 23 dalam perda disebutkan bahwa, calon anggota direksi berasal dari internal BPR NTB. Sementara, nama Jamratul Rahili bukanlah pegawai BPR.  Jamratul selama ini sudah dikenal orang yang dekat dengan penguasa NTB.

Ada juga nama Iwan yang diusulkan menjadi direksi, padahal statusnya saat ini merupakan tersangka. Sementara dalam perda maupun aturan lainnya, rekam jejak dan integritas menjadi syarat penting untuk mendapatkan posisi komisaris maupun direksi.

Pimpinan DPRD NTB lainnya Mori Hanafi menilai eksekutif terlalu ceroboh jika berani melanggar perda. Kalau pun saat ini tidak menjadi masalah, tapi bisa saja menjadi petaka bagi perkembangan PT BPR nantinya. “Kalau tempatkan orang yang tidak kompeten, terlalu ceroboh namanya. PT BPR itu akan kelola uang triliunan, jadi jangan main-main,” kata Mori memberikan warning. (zwr)

Komentar Anda