MATARAM – Pasca-Pengadilan Negeri (PN) Mataram melakukan eksekusi sengketa lahan di Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Kamis (24/4), pihak yang menguasai lahan belum menyerah. Yaitu Awanadi, Brigjen Pol (Purn) Idris Kadir dan PT Pijak Pilar.
Ainuddin, kuasa hukum dari tiga pihak tersebut menyampaikan bahwa masih ada peluang untuk menuntut keadilan meskipun sudah dilakukan eksekusi oleh PN Mataram.
“Apa yang menjadi keputusan terakhir kemarin itu kita apresiasi sampai terlaksananya eksekusi namun tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan upaya hukum. Upaya hukum ini akan membuat titik terang persoalan ini,” sebut Ainuddin, Minggu (27/4).
Ainuddin mengaku sudah menganalisa peluang-peluang yang ada dan tentu tidak akan menyia-nyiakan. Jadi pengacara senior ini menegaskan bahwa eksekusi terhadap putusan PK MA Nomor 366 PK/pdt/2023 yang memenangkan penggugat Muksin Mahsun beserta ahli warisnya tersebut bukan akhir dari segalanya. “Akan ada upaya hukum lagi. Ini masih ada celah,” pungkasnya.
Kuasa hukum tergugat lainnya, Kurniadi menambahkan bahwa pihaknya tidak menapikan bahwa putusan MA Nomor 366 PK/pdt/2023 yang memenangkan penggugat Muksin Mahsun tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Hanya saja dalam perdata yang bisa tunduk terhadap putusan tersebut adalah pihak yang terlibat dalam sengketa. Di antaranya pihak tergugat yaitu Debora Sutanto, Awanadi dan lainnya. Kemudian pihak penggugat yaitu Muksin Mahsun. Sementara saat ini masih ada pemilik lahan kata Kurniadi tidak masuk dalam sengketa namun ikut jadi korban. Yaitu Idris Kadir. Dia adalah pemilik lahan seluas 10 are di wilayah tersebut. Lahan tersebut dibeli dari Debora Sutanto dan telah memiliki sertifikat.
“Sekarang coba dikroscek dalam putusan itu ada tidak sertifikat dia ada dalam objek perkara. Kemudian apakah Idris Kadir diletakkan sebagai subjek di dalam perkara tersebut, ndak kan? Jadi kalau ada pengerusakan plang seperti yang telah kami rekam itu wajib dipidanakan. Itu mungkin orang Sekotong juga. Itu akan kita laporkan. Dasarnya adalah karena sertifikat masih hidup, penguasaan fisik oleh klien kami dan tidak pernah disengketakan,” ujarnya.
Selain soal pidana, secara perdata Idris Kadir juga bisa melakukan gugatan yaitu perlawanan pihak ketiga (orang yang tidak pernah masuk dalam subjek perkara). Langkah tersebut kata Kurniadi sudah dilakukan dan saat ini sedang berproses. “Seharusnya berdasarkan keputusan Dirjen Badilum (Badan Peradilan Umum) Nomor 40 tahun 2019 ketika ada perlawanan dari pihak ketiga maka pilihan ketua pengadilan adalah menunda eksekusi. Seharusnya itu dilakukan seenggaknya hingga keluar keputusan tingkat pertama. Kalau menang ditunggu sampai inkrah tetapi kalau kalah silakan langsung eksekusi,” ucapnya.
Senada dengan Kurniadi, Kuasa hukum Debora Sutanto, Ahmad Zainal juga mengatakan bahwa eksekusi tersebut sebetulnya belum bisa dilakukan. Pihaknya pun sudah melayangkan surat keberatan secara resmi ke PN Mataram.
Dasarnya keberatan adalah karena di lahan yang dilakukan eksekusi terdapat 4 sertifikat. Di antaranya SHM No 1586 atas nama Debora Sutanto dengan luas 280 m2, SHM No 02756 atas nama Debora Sutanto dengan luas 7.848 m2, SHM No 02754 dengan luas 1.000 m2 atas nama Idris Kadir dan SHM No. 02755 atas nama Yusinta Dewi dengan luas 1.000 m2. “Nah Bu Debora ini kan memiliki dua sertifikat di lahan tersebut. Nah punyanya Bu Debora yang mana mau dieksekusi berdasarkan putusan tersebut. Ini kan belum jelas sehingga kami keberatan,” katanya.
Ketua Juru Sita PN Mataram, Hasanudin menyampaikan bahwa pihaknya melakukan eksekusi atas perkara Nomor 142/Pdt.G/2019/PN Mtr. Di mana dasar pelaksanaan eksekusi ini berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Mataram nomor 142/Pdt.G/2019/PN Mtr.
“Adapun jika ada keberatan atas eksekusi ini maka poin keberatan akan kami catat dan sampaikan ke Ketua PN Mataram. Kami di sini hanya menjalankan tugas,” pungkasnya. (sid)