Ekonomi NTB Minus 1,47 Persen, Mendagri: PR Pak Gubernur Iqbal

Tito Karnavian

MATARAM – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) mendapat sorotan tajam dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, terkait kontraksi pertumbuhan ekonomi di wilayah ini (NTB).

Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025, Senin (26/5), Tito menyebut NTB sebagai salah satu dari dua provinsi di Indonesia yang ekonominya justru terjun ke zona merah di tengah tren nasional yang sedang menanjak.

“NTB ini hanya mengelola dua pulau besar, tapi kok bisa minus? Saya belum habis pikir,” sindir Mendagri dalam rapat tersebut.

Tito juga menyoroti kinerja Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, yang dikenal cerdas dan memiliki pengalaman diplomatik internasional. Namun menurutnya, situasi ekonomi NTB saat ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi sang gubernur. “Ini barangkali menjadi PR bagi Pak Gubernur Iqbal, kenapa sampai minus sejauh itu,” tambah Tito.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) NTB, Yusron Hadi, memberikan penjelasan terkait penyebab kontraksi ekonomi tersebut. Yusron menyebutkan bahwa penurunan tajam pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan I tahun 2025, yang tercatat minus 1,47 persen, disebabkan oleh anjloknya produksi sektor tambang.

Baca Juga :  Sidang KUR Rp 29,6 Miliar, Saksi Sebut Ketum HKTI Pusat dan NTB

“Penurunan produksi tambang mencapai sekitar 30 persen. Karena tambang merupakan sektor penyumbang terbesar kedua setelah pertanian, maka penurunan ini sangat memengaruhi total pertumbuhan ekonomi daerah,” terang Yusron Hadi, Selasa (27/5).

Menurutnya, anjloknya sektor tambang dipicu oleh penghentian izin ekspor sejak 31 Desember 2024 dan proses uji coba smelter yang masih berlangsung hingga kini. Hal ini membuat komoditas tambang NTB tidak bisa masuk pasar ekspor, sehingga berdampak langsung terhadap kinerja ekonomi regional.

Meski begitu, Yusron menegaskan bahwa Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, telah merespons cepat situasi ini dengan berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah pusat. Salah satu usulan yang diajukan adalah pemberian relaksasi ekspor konsentrat, meskipun dengan batasan waktu dan volume tertentu, guna menjaga stabilitas ekonomi daerah.

“Gubernur sudah melakukan komunikasi dengan pusat untuk meminta relaksasi ekspor dalam batas tertentu. Ini langkah taktis untuk meredam dampak kontraksi ekonomi,” ujarnya.

Baca Juga :  Omzet 60 UMKM Event MotoGP Hanya Rp 40 Juta

Yusron juga menyoroti sisi positif yang sering luput dari perhatian. Ia menyebutkan bahwa jika sektor tambang dikeluarkan dari perhitungan, sebenarnya pertumbuhan ekonomi riil NTB mencapai angka menggembirakan, yakni 5,57 persen pada triwulan I 2025.

Angka ini bahkan melampaui beberapa provinsi tetangga Bali 5,52 persen, Nusa Tenggara Timur (NTT): 4,55 persen, Rata-rata nasional dengan tambang sebesar 4,87 persen. Dan Rata-rata nasional tanpa tambang 5,4 persen.

“Di luar tambang, NTB menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang sangat baik dan kompetitif di kawasan timur Indonesia,” tegas Yusron.

Pemprov NTB juga menyatakan optimisme menghadapi triwulan II 2025. Dengan dimulainya proyek-proyek fisik pemerintah, percepatan realisasi belanja daerah, serta koordinasi intensif dengan pemerintah kabupaten/kota, diharapkan akan terjadi peningkatan signifikan pada sektor konstruksi dan belanja modal yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

“Kami yakin dengan sinergi dan penguatan koordinasi, NTB akan kembali mencatat pertumbuhan positif di triwulan berikutnya,” pungkas Yusron. (rat)