MATARAM – Kebijakan pemerintah pusat yang melakukan efisiensi aggaran kementerian,h ingga pemerintah daerah mengancam industri perhotelan, khususnya pada kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exchibition). Pasalnya, kegiatan MICE kementerian, lembaga dan pemerintah daerah menjadi penopang bisnis perhotelan. Jika efisiensi untuk kegiatan MICE dilakukan pemerintah pusat, maka bisa mengancam industri perhotelan, yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga anjloknya industri usaha ikutan lainnya, dalam hal ini pelaku UMKM dan usaha lainnya.
Ketua Indonesia General Manager Hotel Association (IGHMA) NTB Lalu Kusnawan, bersama
pengurus IGHMA Kota Mataram, Mukharom mengungkapkan bahwa kebijakan efisiensi
pemerintah berdampak langsung dan tidak langsung terhadap industri perhotelan dan sektor
pendukung lainnya.
“Kebijakan ini akan menyebabkan penurunan okupansi hotel secara drastis, yang berimbas
pada berkurangnya pendapatan. Tentunya akan bisa berdampak pada PHK, hingga pada
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menurun,” kata Lalu Kusnawan, kemarin
Menurutnya, selain dampak langsung, pemangkasan anggaran juga berdampak luas bagi pihak
ketiga, seperti vendor penyedia jasa dan produk pendukung acara di hotel. Minimnya
pemasukan bagi mereka bisa berujung pada pengurangan tenaga kerja. Tak hanya itu, industri pariwisata lainnya, seperti agen perjalanan dan operator wisata, juga akan mengalami kelesuan.
“Kebijakan ini perlu ditinjau kembali. Jika pemerintah bisa menggerakkan sektor swasta dan
BUMN untuk tetap memanfaatkan hotel dalam kegiatan MICE, perekonomian NTB bisa lebih
terjaga dan sektor ikutan lainnya aman,” katanya.
Ketua PHRI NTB Ni Ketut Wolini mengatakan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat,
lembaga negara dan pemerintah daerah, pastinya akan berdampak luas, tidak hanya di
indsutri hotel, tapi juga usaha ikutan lainnya. Pasalnya, industri perhotelan itu multiplayer
effeck, seperti UMKM yang menjadi mitra dan juga sektor ikutan lainnya.
“Sudah pasti akan berdampak besar terhadap industri pariwisata dan sektor ikutan lainnya
denga kebijakan efisiensi anggaran, khususya di kegiatan MICE,” ucapnya.
Sementara itu, GM Hotel Prime Park Mukharom menyampaikan bahwa sebagian besar
manajemen hotel di Lombok telah menyusun perencanaan anggaran untuk tahun 2025 dengan
asumsi adanya kegiatan pemerintah yang signifikan. Hampir semua hotel besar di Lombok
menyediakan fasilitas Convention dan Meeting room, dengan target pasar utama adalah
pemerintah.
“Porsi MICE 35 sampai 45an persen terhadap industri hotel di Mataram. Kalau ini dihapus,
dampaknya cukup besar terhadap rantai ekonomi perhotelan,” kata GM Prime Park Hotel ini.
Dengan adanya pemangkasan anggaran ini, hotel-hotel di Lombok akan menghadapi kesulitan
dalam mencapai target pasar yang telah direncanakan. Hal ini juga berpotensi menghambat
pertumbuhan sektor pariwisata yang seharusnya menjadi salah satu andalan perekonomian
daerah.
“Kami di pelaku industri perhotelan berharap agar kebijakan ini dapat ditinjau ulang demi
keberlangsungan ekonomi di berbagai sektor terkait,” harapnya. (luk)