Efisiensi Anggaran, Pengusaha Hotel Cemas Ada PHK

Sumber foto : trivadvisor.co.id

GIRI MENANG – Pengusaha hotel di Lombok Barat semakin khawatir dengan dampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat, yang menyebabkan hilangnya kegiatan meeting dari instansi pemerintahan.
Kondisi ini dinilai dapat memicu gelombang kedua pandemi ekonomi, memaksa hotel untuk merumahkan karyawan hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) demi bertahan. “Dampak efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah pusat sudah mulai kita rasakan,” ujar General Manager (GM) Merumatta Senggigi, Fahrurrazi, saat dikonfirmasi, kemarin.

Ia menjelaskan, dampak tersebut sangat terasa pada tingkat okupansi hotel yang turun drastis hingga 20—30 persen sejak diberlakukan kebijakan tersebut. “Padahal sebelumnya tingkat okupansi bisa mencapai 60—70 persen. Dampaknya sangat parah,” tambahnya.
Fahrurrazi menyoroti bahwa agenda meeting yang biasanya menjadi andalan hotel kini telah hilang sama sekali. “Penurunan agenda meeting pemerintah itu 100 persen, sekarang sudah tidak ada aktivitas sama sekali,” jelasnya.

Karena kondisi tersebut, pihak hotel mulai mengurangi jumlah tenaga kerja harian. Jika situasi ini berlanjut, Fahrurrazi khawatir dampaknya juga akan dirasakan oleh karyawan kontrak. “Kalau ini tidak segera ditangani, gelombang kedua covid ekonomi bisa terjadi. PHK akan terjadi di mana-mana,” ujarnya.
Walaupun belum ada PHK di manajemen Merumatta Senggigi, karyawan harian mulai diistirahatkan. Fahrurrazi menuturkan bahwa untuk bertahan, okupansi hotel minimal harus di atas 50 persen.

“Kami berharap pemerintah meninjau ulang kebijakan ini agar dunia pariwisata bisa bernapas lega lagi,” harapnya.
Hal serupa diungkapkan GM Aruna Senggigi, Yeyen Heryawan, yang menyatakan bahwa penurunan kegiatan meeting pemerintahan telah menyentuh angka 20 persen. “Dari awal tahun hingga sekarang, okupansi hotel sekitar 47 persen, masih standar. Tetapi meeting turun sekitar 20 persen,” ungkapnya.

Meski demikian, Yeyen memastikan Aruna masih mampu bertahan dengan strategi menjadikan hotel sebagai destinasi wisatawan mancanegara. “Kami juga akan bersurat kepada PHRI pusat untuk mendorong kegiatan MICE kembali dilakukan di hotel,” tambahnya.

Kadis Pariwisata Lombok Barat, Agus Gunawan, memaparkan bahwa selama bulan puasa ini, tingkat okupansi hotel hanya mencapai 20 persen, jauh dibandingkan tahun sebelumnya yang masih di angka 60 persen berkat adanya MICE. “Tahun lalu okupansi tetap tinggi karena adanya kegiatan MICE. Namun, dengan efisiensi ini, MICE hilang dan okupansi hanya 20 persen,” katanya.

Agus juga mendorong pelaku usaha hotel untuk lebih aktif menggelar berbagai acara guna menarik wisatawan, terutama di bulan puasa. Pasalnya, awal tahun adalah low season, dengan lonjakan tamu biasanya terjadi pada bulan Juni. (ami)