Dugaan Penyelundupan APBD 2017 Berhembus

PTP PUYUNG: Lokasi ini baru pembangunan kantor bupati ini menyebabkan penambahan angaran Rp 10 miliar yang diduga smuggling (DHALLA/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lombok Tengah tahun 2017, mulai ribut sebelum diketok.

Bagaimana tidak, dugaan smuggling alias penyelundupan anggaran menguap ke permukaan. Dugaan ini lantas menjadi perbincangan hangat di internal DPRD Lombok Tengah. Pasalnya, anggaran sebesar Rp 10 miliar pada nomenklatur rencana pembangunan kantor Bupati Lombok Tengan, tahun 2017 tiba-tiba muncul.

Anggaran ini sebelumnya tanpa melalui pembahasan di badan anggaran (banggar) maupun Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPA). Tiba-tiba, di rapat gabungan komisi muncul anggaran Rp 10 miliar untuk penambahan anggaran pembangunan kantor bupati. Anggaran ini diketahui bersumber dari bagi hasil dengan pemerintah pusat sebesar Rp 16 miliar. ‘’Nah, Rp 10 miliarnya ke pembangunan kantor bupati dari angka Rp 16 miliar ini,’’ beber Wakil Ketua DPRD Lombok Tengah, Ahmad Ziadi kepada Radar Lombok, kemarin (7/12).

Yang disesali Ziadi, anggaran untuk pembangunan kantor bupati itu sudah jelas. Semuanya sudah diatur dalam nota kesepahaman antara pemkab dan DPRD Lombok Tengah. Di mana anggaran pembangunan kantor bupati itu disepakati Rp 217 miliar selama 4 tahun anggaran. Sistemnya menggunakan tahun jamak atau multiyears yang penganggarannya dilakukan secara bertahap selama empat tahun.

Yakni, tahun pertama 2017 Rp 50 miliar, tahun kedua dan ketiga masing-masing Rp 50 miliar. Sedangkan tahun keempat baru bertambah sebesar Rp 67 miliar. Teknisnya, pembangunan fisik akan dilakukan selama dua tahun pengerjaan. Semua ini sudah disepekatik dalam nota kesepahaman.

Jika kemudian ada tambahan anggaran, maka patut dipertanyakan. Jika kemudian alasannya masalah perpindahan lokasi, maka DPRD tidak akan menerima alasan itu. Sebab, nomenklaturnya tidak diatur masalah lokasi. Anggaran itu sudah dipredeksikan akan bisa membangun sesuai kebutuhan tanpa pandang lokasi. ‘’Karena di nota kesepahaman itu sengaja tidak dicantumkan lokasinya. Anggaran yang sudah disepakati itu sudah cukup, di mana pun lokasinya,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Penyelundupan Burung Dilindungi Digagalkan

Perbandingannya kemudian, jika lokasinya dipindah maka memerlukan anggaran untuk pemantapan lahan. Jika tidak, maka akan membutuhkan biaya clearing bekas bangunan lama yang biayanya juga tidak murah. Seandainya, anggaran itu dikonversi maka bisa masuk akal.

Namun, jika kemudian ditambah dengan alasan perpindahan lokasi, maka pihaknya tidak akan pernah menerima. ‘’Makanya kami pertanyakan alasannya apa ditambah anggaran untuk pembangunan kantor bupati itu. Wong anggarannya sudah ada dan sudah kita sepakati bersama. Ndak bisa dong eksekutif seenaknya mau pakai anggaran sana ini, over sana sini,’’ sesal politisi Partai Demokrat ini.

Karenanya, legislator dua periode ini mengaku belum mau menandatangani kesepakatan anggaran itu. Pihaknya secara personal dan kelembagaan belum menyetujui anggaran itu. Jika kemudian ada anggotanya yang mau menandatangani, maka itu akan menjadi urusan mereka. ‘’Saya kalau masih seperti itu tidak akan mau tanda tangan,’’ tandasnya.

Anggota Komisi I DPRD Lombok Tengah, Suhaimi juga menyesali persoalan smuggling anggaran itu. Sejak awal, dirinya sudah curiga dengan penambahan anggaran itu. Di mana awalnya tanpa pembahasan di Banggar dan KUA-PPA kemudian tiba-tiba muncul. Setelah ditelusuri, ternyata ada dugaan permainan di komisi leading sektor pembangunan kantor bupati.

Mereka kemudian meloloskan anggaran tersebut tanpa mengambil pertimbangan saat rapat gabungan komisi. Di mana saat rapat gabungan komisi ini juga anggaran itu muncul. ‘’Sekarang APBD ini sudah ditanda tangai, ya harus dipertanggung jawabkan besok kalau ada sesuatu,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Terumbu Karang Sitaan Dikembalikan ke Habitatnya

Hasil penelusuran Suhaimi, anggaran itu direncanakan untuk redesign (Detail Enginnering Design/DED) dan pemantapan lahan. Alasannya, karena terjadi perubahan lokasi pembangunan. Sementara di nota kesepakatan antara pemkab dan dewan tidak tertera masalah lokasi.

Malah, dewan sejak awal sudah menekankan agar pembangunan kantor bupati jika bisa dilakukan di PTP Puyung. Semua pembahasan itu tanpa pembahasan penambahan anggaran, karena sudah klir di nota kesepakatan tersebut. ‘’Kalau kemudian ada tambahan anggaran dari angka Rp 217 miliar yang sudah disepekati, maka itu patut dicurigai ilegal. Dan saya menduga itu ilegal, karena tidak ada legal standing (kedudukan hukum, Red),’’ tegasnya.

Ketua Komisi II DPRD Lombok Tengah, HL Rumiawan menimpali, masalah ini memang sempat menjadi perbincangan hangat saat rapat gabungan komisi. Pihaknya juga sudah mempertanyakan masalah itu, namun pihak eksekutif sanggup membuat peraturannya kemudian. ‘’Itu memang sempat menjadi perdebatan saat rapat gabungan komisi,’’ katanya.

Sekretaris Komisi III DPRD Lombok Tengah, Syarifudin yang dikonfirmasi mengaku, sudah menjadi kesepakatan dewan dan eksekutif. ‘’Untuk lebih jelasnya, konfirmasi ke ketua komisi saja,’’ tukasnya saat dikonfirmasi.

Wakil Bupati Lombok Tengah, L Pathul Bahri yang dikonfirmasi tidak bisa menjelaskan terkait persoalan ini. Karena secara teknis, baik anggaran maupun pembangunan sudah ditangani instansi terkait. ‘’Tanya ke Dinas PU saja sebagai leading sektor terkait,’’ katanya sembari tersenyum simpul. (dal)

Komentar Anda