SELONG—Pensiunan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Timur (Lotim), Muktamat, dilaporkan ke pihak kepolisian. Yang bersangkutan dilaporkan terkait dugaan penggelapan tanah milik Pahrudin, yang berlokasi di Dusun Seruni Mumbul, Labuan Lombok.
Laporan itu telah dilayangkan ke Polda NTB, Senin Lalu. Kini dugaan tindak pidana yang dilakukan pensiunan BPN itu mulai diproses Ditreskrimsus Polda NTB. Sementara di tanah sengketa seluas 1,5 hektar itu, saat ini dimanfaatkan untuk aktifitas usaha tambang oleh PT. Tunas Jaya Sanur.
Pihak perusahaan mengklaim jika tanah itu telah dibeli dari Muktamat. “Kita sudah masukkan laporan ke Polda NTB. Yang kita laporkan Muktamat, pensiunan BPN. Kini laporan itu sedang ditelusuri kepolisian,” ungkap Ady Agung Priyadi, kuasa hukum Pahrudin, Selasa kemarin (26/7).
Dikatakan, apa yang mereka lakukan ini sebagai upaya untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi Pahrudin. Ini dilakukan, mengingat kliennya ini merupakan orang yang tidak mampu, dan tidak paham hukum.
Bahkan sebelumnya Pahrudin ini hanya bisa diam meratap, melihat haknya dirampas begitu saja oleh pihak perusahaan. “Tatkala perusahaan itu mengambil tanah klien kami. Dia hanya bisa diam meratapi nasibnya. Ini yang jadi dasar kami memberikan bantuan hukum (gratis),” ucapnya.
Menurutnya, proses hukum yang diajukan kliennya merupakan bagian dari upaya untuk mencari kepastian hukum dan keadilan. Karena semua itu sudah diatur dalam undang-undang. Selain itu katanya, proses hukum yang dilakukan, mengingat segala upaya yang telah dilakukan tak ada hasilnya.
Meski pihak perusahaan dan Muktamat sebelumnya bersedia melakukan mediasi untuk menyelesaikan masalah ini. Toh itu juga tak kunjung ditanggapi. “Kita laporkan Pak Muktamat ini, karena dia yang menerbitkan sertifikat. Dan dia juga selaku pihak yang telah menjual tanah itu ke perusahaan,” terangnya.
Upaya hukum yang mereka tempuh ini penanganannya sepenuhnya dipercayakan ke pihak kepolisian. Biarlah kepolisian yang mengembangkan sepenuhnya kasus ini, dan mencari pihak-pihak lain yang ikut terlibat, termasuk perusahaan tambang itu sendiri. “Kita yakin Polda NTB akan menangani laporan ini secara professional,” yakinnya.
Selain melaporkan ke polisi, mereka juga berencana akan menempuh upaya hukum yang lain. Dimana pihaknya akan melaporkan Muktamat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang yang bersangkutan selaku aparatur sipil negara. “Kita juga akan melayangkan gugatan secara perdata,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Agung mengkrtik sikap perusahaan yang mengklaim kepemilikan tanah itu secara sepihak. Jika mereka merasa benar telah membeli tanah itu dari Muktamat, seharusnya pihak perusahaan menunjukkan bukti-bukti yang kuat. Baik itu bukti surat jual beli, maupun sertifikat asli.
Namun semua itu selama ini tidak pernah mereka tunjukkan. “Kalau pihak perusahaan berkata seperti itu, silahkan bicara dengan data-data. Jangan hanya bisa mengklaim. Kalau kita ini bicara berdasarkan bukti yang kuat. Klien kami punya sertifikat yang sah, dan bukti surat hibah,” sebut Agung.
Hal sama dikatakan Ida Royani, kuasa hukum lainnya, jika perusahaan itu mengklaim telah membeli tanah itu, mereka harusnya menunjukkan sertfikat yang asli dan warkah dari BPN.
Tanah yang dikuasai perusahaan saat ini sudah jelas milik kliennya. Sebab, bukti sertifikat yang asli masih dipegang kliennya. Bahkan sertifikat yang dipegang kliennya itu diterbitkan tahun 2000. Sedangkan sertifikat yang ada di pihak perusahaan diterbitkan tahun 2012. Itupun sertfikat hanya dalam bentuk copyan, bukan yang asli. “Kalau klien kami sertifikatnya asli. Harusnya ketika ada sertifikat baru, maka sertifikat sebelumnya dimusnahkan,” tandas Ida.
Sementara korban Pahrudin, mengaku dirinya sama sekali tidak pernah kepikiran akan terjadi masalah seperti ini. Tanahnya ini memang sudah lama tidak dipelihara dan digarap. Karena yang bersangkutan saat itu pergi merantau keluar negeri. “Setelah saya pulang dari Malaysia, ternyata tanah saya (sudah) dikuasai perusahaan,” ratapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum PT. Tunas Jaya Sanur, Ardani Zulfikar, bersikukuh jika tanah tersebut telah dibeli perusahaan dari Muktamat. Ini diperkuat bukti berupa sertifikat. Namun jika ada pihak yang mempersoalkan, ia pun menyarankan untuk menempuh jalur hukum. “Saya persilahkan untuk ambil langkah hukum,” sarannya.
Hal senada juga disampaikan Muktamat. Pihaknya mempersilahkan warga tersebut (Pahrudin) menempuh proses hukum. Yang jelas sebutnya, tanah yang dijual itu telah dibeli dari warga setempat. “Silahkan diproses, dan benar tanah itu saya yang telah jual,” tegas Muktamat mengakui. (lie)