
MATARAM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB berencana melakukan ekspose perkara dugaan korupsi pengadaan benih jagung pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB tahun 2017, di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Ekspose sekaligus untuk meminta petunjuk agar pembuktian kasus itu kuat di persidangan. “Untuk perkara ini, rencananya kami dengan Pak Kajati nanti akan meminta ekspose ke pusat (Kejagung),” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Elly Rahmawati, Kamis (30/5).
Penyidik telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, masing-masing berinisial RA, IKA, LI, MIE, dan LWP selaku panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP). Meskipun telah ditetapkan tersangka dari tahun 2023 lalu, namun penyidik belum melakukan penahanan.
“Tersangka belum ditahan, karena kita perlu pendalaman alat buktinya. Kita itu harus benar-benar fix, benar-benar lengkap (alat bukti) kita bawa ke persidangan. Makanya kita perlukan bahan petunjuk dari pimpinan,” sebutnya.
Berkas perkara tersangka belum rampung atau P21, meskipun berkas perkara beberapa kali bolak-balik ke jaksa peneliti, meminta agar penyidik memperkuat sejumlah alat bukti. “Setelah (berkas perkara) diserahkan ke jaksa peneliti (dari penyidik), dikembalikan lagi oleh jaksa peneliti untuk dilengkapi beberapa petunjuk. Jadi diperdalam alat bukti, itu harus jelas,” ungkapnya.
Dikatakan, penyidik saat ini sedang memperdalam alat bukti yang menjadi petunjuk jaksa peneliti, dan diyakini dalam waktu dekat kasus tersebut akan memiliki progres dan segera disidangkan ke pengadilan.
“Kita tidak ingin perkara yang kita bawa itu ternyata lolos atau bebas di pengadilan. Makanya kita harus lengkap barang buktinya,” tegas Elly.
Kejati menetapkan PPHP proyek tersebut, sebagai tersangka, karena dituding telah memperkaya orang lain. Sebagai PPHP, mereka bertugas memeriksa hasil pekerjaan. Mengecek spek barang pengadaan, sudah sesuai dengan syarat yang tercantum dalam kontrak atau tidak.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, mengatakan barang sudah sesuai 100 persen. Sehingga hasil pemeriksaan, PPHP tersebut bertandatangan. Tapi faktanya, hasil pekerjaan tidak sesuai. “Kan ternyata, hasilnya tidak sesuai dengan kontrak, makanya penyedia dan kontraknya sudab masuk (penjara),” ungkap Elly.
Kejati sebelumnya telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut, diantaranya mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wayan Wikanaya, Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM) Aryanto Prametu, dan Direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) Lalu Ikhwanul Hubi.
Keempatnya kini berstatus terpidana dengan hukuman pidana yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB, timbul kerugian negara Rp 27,3 miliar. Mengenai kerugian negara, juga akan digunakan Kejati dalam berkas lima tersangka baru tersebut.
Atas perbuatannya itu, mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai informasi, empat orang yang kini berstatus terpidana itu telah dijatuhi hukuman pidana penjara beragam. Husnul Fauzi dengan pidana penjara 9 tahun, Aryanto Prametu 4 tahun penjara sesuai putusan peninjauan kembali (PK), Lalu Ikhwanul Hubbi 8 tahun dan Wayan Wikanaya 9 tahun.
Proyek pengadaan benih jagung tahun 2017 itu menghabiskan anggaran Rp 48,25 miliar. Proyek tersebut dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama dikerjakan PT SAM dengan anggaran Rp 17,25 miliar untuk pengadaan 480 ton benih jagung. Tahap kedua dikerjakan PT WBS dengan anggaran Rp 31 miliar untuk 840 ton benih jagung.
Berdasarkan hasil audit badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) NTB, muncul kerugian negara dalam proyek tersebut mencapai Rp 27,35 miliar. Kerugian negara itu muncul dari pengadaan tahap pertama yang dikerjakan PT SAM mencapai Rp 15,43 miliar.
Sedangkan tahap kedua yang dikerjakan PT WBS menimbulkan kerugian negara Rp 11,92 miliar. Rekanan sudah mengembalikan sebagian temuan kerugian negara. PT SAM sudah mengembalikan Rp 7,5 miliar. Sedangkan PT WBS Rp 3,1 miliar. (sid)