SELONG – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur segera memeriksa dua tersangka kasus proyek pengerukan kolam labuh Labuhan Haji. Kedua tersangka adalah NH yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan TR selaku komisaris utama PT. Guna Karya Nusantara (GKN).
Pemeriksaan kedua tersangka dijadwalkan akan berlangsung pada Selasa mendatang ( 25/1). Ini merupakan pemeriksaan pertama terhadap keduanya dengan status sebagai tersangka. Proses pemeriksaan terhadap kedua tersangka ini terlebih dahulu telah melalui pemeriksaan terhadap sejumlah saksi-saksi. “Pemanggilan kedua tersangka ini kita agendakan minggu depan,” kata Kasi Intelijen Kejari Lotim, Lalu Moh. Rasyidi, kemarin.
Karenanya dalam pemeriksaan nanti kedua tersangka diharapkan datang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Soal kemungkinan apakah kedua tersangka ini akan langsung ditahan, Rasyidi belum bisa memastikannya. Semua itu kata dia, tergantung kebutuhan proses penyidikan. Terlebih lagi penahanan terhadap tersangka ini biasanya disebabkan karena alasan objektif dan subyektif.” Nanti kita lihat pada hari Selasa. Kalau mereka tidak ada, maka kemungkinan kita kan minta untuk dilakukan pencekalan,” imbuhnya.
Namun selama ini kedua tersangka terbilang kooperatif ketika diperiksa dengan status sebagai saksi. Keduanya tidak pernah mangkir. Ia menambahkan, selain pemeriksaan tersangka, juga akan dilakukan pemeriksaan terhadap tim ahli BPKP. Pemeriksaan dari BPKP dijadwalkan akan berlangsung pada hari Senin atau sehari sebelum tersangka diperiksa.
Sejak kasus ini dinaikkan ke tahap penyidikan hingga penetapan tersangka terang Rasyidi, sudah ada puluhan saksi yang telah dipanggil untuk dimintai keterangannya. Diantaranya mantan bupati Lotim Ali BD, mantan Sekda Rohman Farly, sejumlah pejabat Lotim yang ikut terlibat dalam pengerjaan proyek ini dan berbagai pihak terkait lainnya.
Diketahui besaran kerugian dalam kasus ini berdasarkan hasil audit BPKP yaitu sebesar Rp 6,3 miliar lebih. Kerugian yang ini merupakan total dari nilai uang muka yang telah diserahkan ke kontraktor atau PT GKN dari anggaran proyek pengerukan sebesar Rp 35 miliar lebih.
Namun dalam perjalananya pihak kontaktor tak kunjung melakukan pengerjaan. Hingga kemudian dilakukan pemutusan kontrak kerja. Sementara uang muka yang telah diterima kontraktor tersebut tak kunjung dikembalikan. Meski upaya gugatan perdata ditempuh Pemkab Lotim namun uang muka tersebut tak kunjung dikembalikan. Berawal dari sinilah kejaksaan mulai turun mengusut kasus ini.(cr-sid)