
MATARAM — Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB melimpahkan dua tersangka dugaan korupsi tambang pasir besi ke jaksa penuntut. “Iya, dua tersangka dan barang buktinya dilimpahkan (tahap II) ke jaksa penuntut,” sebut Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera.
Ke dua tersangka tersebut, yaitu mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, inisial MH, dan mantan Kepala Bidang (Kabid) ESDM NTB atau Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dompu, inisial SM.
Penyidik melimpahkan tersangka dan barang buktinya ke jaksa penuntut, sebagai tindak lanjut dari berkas perkaranya yang sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa peneliti. “Jaksa penuntut juga menahan ke dua tersangka,” katanya.
Penahanan tersangka dibawah wewenang jaksa penuntut, yang dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lobar.
“Penahanan pertama selama 20 hari ke depan, mulai dari tanggal 6 hingga 25 September 2023 mendatang,” sebutnya.
Setelah menerima tersangka dan barang buktinya, jaksa penuntut akan mempersiapkan segala administrasinya guna kelengkapan pelimpahan ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram. “Segera akan dilimpah untuk disidangkan,” ucapnya.
Dugaan korupsi tambang pasir besi ini menetapkan tujuh orang tersangka. Selain MH dan SM, tersangka lainnya adalah mantan Kepala Dinas ESDM (pejabat sesudah MH) inisial ZA, mantan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Labuhan Lombok inisial SI; seorang staf di Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Labuhan Lombok inisial S.
Sedangkan dua lainnya PO Suwandi selaku Direktur Utama (Dirut) PT Anugerah Mitra Graha (AMG) dan anaknya buahnya bernama Rinus Adam Wakum, selaku Kepala Cabang (Kacab) PT AMG.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus yang menjerat para tersangka itu, terungkap bahwa pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM. Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36 miliar. (sid)