Dua Terdakwa Korupsi Shelter Tsunami KLU Dituntut Hukuman Berat

TERDAKWA: Salah satu terdakwa, Aprialely Nirmala mengenakan baju rompi orange terlihat baru keluar dari Pengadilan Tipikor. (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini dua terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Shelter Tsunami di Kabupaten Lombok Utara (KLU), terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Karena itu, kedua terdakwa pun dituntut dengan hukuman berat, yakni masing-masing enam tahun dan tujuh tahun penjara dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Jumat (16/5).

Ke dua terdakwa dalam kasus ini, yakni Aprialely Nirmala, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan Shelter Tsunami di KLU tahun 2014, dan Agus Herijanto, selaku Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk pada pembangunan Shelter Tsunami di KLU tahun 2014 silam.

Jaksa menuntut Aprialely dengan tuntut enam tahun penjara, dan denda Rp 300 juta. Sementara untuk Agus dituntut tujuh tahun penjara, dan denda Rp 400 juta. Adapun jika tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan kurungan penjara enam bulan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Aprialely Nirmala berupa pidana penjara selama enam tahun dan pidana denda sebesar Rp. 300 juta, subsidiair kurungan pengganti selama enam bulan,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Greafik.

“(Berikutnya) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Agus Herijanto berupa pidana penjara selama tujuh tahun dan enam bulan, serta pidana denda sebesar Rp.400 juta, subsidiair kurungan pengganti selama enam bulan,” sambungnya.

Selain itu, jaksa juga menuntut pidana tambahan kepada terdakwa Agus untuk membayar uang pengganti kepada Negara sebesar Rp 1,3 miliar, dan jika tidak dibayar dalam satu bulan setelah putusan, maka akan diganti dengan kurungan penjara selama dua tahun.

Baca Juga :  Soal Stafsus Zul-Rohmi, Pemprov Siap Dipanggil Kejati

“Dalam ketentuan ini, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi membayar uang pengganti tersebut, dan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar sisa uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun,” ucap Jaksa.

Jaksa meyakini kedua terdakwa ini telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Tim Jaksa penuntut umum dari KPK, Greafik mengakui hanya bisa membuktikan perbuatan Agus Herijanto sebagai terdakwa dua perkara korupsi proyek pembangunan Shelter Tsunami Lombok Utara menikmati kerugian Negara senilai Rp1,3 miliar, dari total Rp18,46 miliar.

“Memang, hasil audit kerugian negara itu Rp18,46 miliar, berangkat dari nilai bangunan secara total. Namun dalam konteks pembuktian perkara ini, kerugian negara itu tidak semua dibebankan pada kedua terdakwa. Karena yang bisa kami buktikan itu hanya kepada terdakwa Agus senilai Rp1,3 miliar sekian, sesuai dengan tuntutan,” katanya.

Baca Juga :  Partai NasDem Resmi Usung Zulkieflimansyah Maju Jadi Bacagub NTB 2024

Dia menjelaskan bahwa dari pembuktian perkara di persidangan, Greafik menyatakan bahwa pihaknya telah membebankan uang Rp1,3 miliar yang dinikmati terdakwa Agus masuk dalam amar tuntutan.

“Jadi, uang pengganti hanya dibebankan kepada Agus, karena dia memperoleh pendapatan bertambah senilai Rp1,3 miliar. Itulah yang kami mintakan sebagai pidana tambahan uang pengganti dalam tuntutan Agus,” ujarnya.

Untuk sisa kerugian negara yang sifatnya kini masih menggantung, Greafik mengaku bahwa hal tersebut dapat dibebankan kepada tersangka baru yang membutuhkan pengembangan penyidikan. “Selisihnya bagaimana? Nanti ada dua jalur, apakah akan melakukan proses pidana lanjutan? Apakah ada tersangka baru, atau melakukan pidana hukum lain, itu,” ucapnya.

Untuk diketahui, Shelter Tsunami itu merupakan tempat evakuasi sementara (TES). Proyek ini merupakan bagian dari program satuan kerja (Satker) dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Perwakilan NTB pada 2014. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara mencapai Rp 18,4 miliar, dari total nilai proyek Rp 23 miliar.

Shelter Tsunami yang dibangun tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya untuk tempat evakuasi masyarakat. Selanjutnya KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka, setelah menemukan dua alat bukti yang cukup, dan menahan mereka sejak 30 Desember 2024 hingga 18 Januari 2025 di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur. (rie)