Dua Hari Jelang Penerapan Denda, Masyarakat Masih Pro Kontra

SOSIALISASI :Pemprov NTB terus melakukan sosialisasi sebelum penegakan denda pelanggar protokol Covid. (Faisal Haris/radarlombok.co.id)

MATARAM–Dua hari menjelang penerapan peraturan daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular pada 14 September 2020 yang mengatur sanksi berupa denda bagi warga yang tidak menggunakan masker di tempat umum, masih menjadi pro kontra di masyarakat.

Tidak sedikit masyarakat yang keberatan dengan pemberlakuan denda itu karena dinilai memberatkan. Tapi tidak sedikit juga yang setuju sebagai upaya mendisiplinkan warga guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Harman warga Monjok, Kota Mataram menilai kebijakan itu kurang tepat. Dia menyesalkan cara pemerintah membuat aturan dengan membebankan masyarakat di tengah pendemi Covid-19. Saat ini masyarakat tengah susah karena kehidupan ekonominya terganggu. “Sudah tahu masyarakat dalam dilanda musibah lagi pemerintah mengeluarkan kebijakan, didenda lagi.Kurang tepat kebijakan itu diberlakukan, apalagi ujung-ujungnya duit (uang) yang harus dikeluarkan masyarakat,”sesalnya Sabtu (12/9/2020).

Seharusnya, tambah Herman, dalam mengeluarkan kebijakan pemerintah melihat kondisi dan situasi masyarakat saat ini. Jangan ketika masyarakat tidak munggunakan masker langsung didenda. “Kalau di kerumunan wajib pakai masker, tapi sekedar naik motor sendiri terus ada razia kita langsung didenda, kan repot. Jadi masker hanya sebagai alasan saja untuk mencari uang masyarakat yang dilanda musibah,”ujarnya.

Saleh warga Narmada, Lombok Barat juga keberatan dengan kebijakan pengenaan denda apalagi jumlahnya sampai ratusan ribu rupiah. Dia menunjuk beberapa daerah yang memberlakukan kebijakan serupa seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat tetapi angka kasus positif Covid-19 terus naik. Artinya kata Saleh, kebijakan seperti ini kurang efektif. Mestinya pemerintah mencari formula kebijakan yang justru mampu menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk bersama-sama mencegah penularan Covid-19 ini.” Kalau masyarakat punya kesadaran tinggi, tidak perlu pemerintah harus teriak-teriak apalagi sampai ada denda. Nah kesadaran dan tanggung jawab masyarakat ini perlu ditumbuhkan. Cari cara dan kebijakan yang tepat,” sarannya.

Martini warga Pagesangan Kota Mataram yang berprofesi sebagai pedagang ini mengaku kurang memahami aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini. Sosialisasi sampai ke tingkat masyarakat belum dilakukan.”Ya kurang ngerti mas masalah aturan yang dikeluarkan pemerintah. Hanya saya denger ketika nanti kita sebagai pedagang tidak menggunakan masker ke pasar akan didenda. Ini yang bikin kita masih bingung,”keluhnya.

Ia juga mengatakan kurang tepat ketika masyarakat didenda gara-gara tidak menggunakan masker. Apalagi bagi para pedagang yang setiap hari berada di pasar. Belum tentu semua pedagang ingat membawa masker setiap hari. “Ya saya belum setuju kalau gara-gara masker kami didenda,”tutupnya.

Berbeda yang disampaikan, Mardani yang merupakan pegawai swasta yang tinggal di kelurahan Cakranegara Kota Mataram. Dia sangat mendukung kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendisiplinkan masyarakat ditengah mewabahnya pandemi Covid-19 hingga saat ini. “Perberlakuan kebijakan ini sangat wajar dilakukan pemerintah, kami sangat mendukung,”katanya.

Bahkan menurutnya, pemberlakuan kebijakan ini juga sudah tepat, apalagi dalam aturan dendanya tidak terlalu banyak jika dibandingkan daerah lain bahkan negara lain. “Ya nggak masalah mengenai denda, karena setiap aturan harus ada memang sanksi atau denda bagi pelanggar, ini sudah tepat dilakukan pemerintah, agar kita semua pakai masker,”sambungnya.

Sementara itu Kepala Pol PP Provinsi NTB, Tri Budi Prayitno mengatakan sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk mempersiapkan pemberlakuan Perda Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular pada 14 September 2020 nanti. Bahkan sejak Agustus lalu sudah dipersiapkan. “Tentunya kami sudah melakukan rapat koordinasi dengan seluruh kepala satuan Polisi Pamong Praja kabupaten kota se-NTB, untuk melaksanakan persiapan-persiapan pelaksanaan perda ini,”terangnya.

Tidak sampai disitu, pada tanggal 7 September 2020 lalu pihaknya juga melakukan koordinasi dengan jajaran TNI, Polri serta perangkat daerah terkait dalam hal ini Dinas Perhubungan, Dinas Perdagangan, Dinas Kesehatan dan BPBD. Kemudian dengan Bappenda untuk membantu konsolidasi dalam pelaksanaan perda ini. ”Kami juga secara intens melakukan komunikasi dengan teman-teman kepolisian dan TNI untuk persiapan pelaksanaan perda,”sambungnya.

Pihaknya juga telah melaksanakan simulasi operasi terkait bagaimana penegakan perda tersebut. Menurut Tri sapaan akrab mantan Karo Humas Satda NTB ini, Satuan Pol PP diberikan kewenangan dalam penegakan perda didukung oleh TNI, Polri dan perangkat daerah terkait. “Tentunya ketika kami melakukan penertiban dijalan maka akan ikut teman-teman satgas dari dinas perhubungan untuk melakukan rekayasa jalan dan seterusnya,”ujarnya.

Ketika melakukan giat penertiban, sambungnya, di tempat-tempat niaga, pasar, mal tentu ada dinas perdagangan. Begitu juga di tempat lain, dilibatkan juga perangkat daerah sesuai kewenangan masing-masing. Misalnya di daerah tujuan wisata, maka akan melibatkan dinas pariwisata. “Di semua tempat yang kita laksanakan penegakan perda, tentunya ada TNI, Polri itu sudah pasti. Kemudian setiap kami melakukan penegakan ada Bappenda yang kami libatkan sebagai petugas yang nanti bilamana ada pelanggar perda yang kemudian atas pelaksanaannya itu dapat sanksi denda. Jadi langsung dibayarkan kepada petugas dari Bappenda,”katanya.

Tri juga menjalaskan, untuk di tingkat kabupaten/kota dilakukan juga oleh Satpol PP setempat dibantu TNI dan Polri dengan tetap melakukan koordinasi pemprov. Denda bagi para pelanggar perda ini ditarik oleh petugas dari kantor Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (KPPRD). “Kami dari pemerintah provinsi sudah bersurat melalui sekda atas nama gubernur kepada bupati dan wali kota untuk melakukan penegakan perda tersebut dengan cara berkoordinasi dengan Pol PP,”ungkapnya.

Tri juga menegaskan, bahwa denda bukan menjadi tujuan utama, tetapi dengan hadirnya perda ini bagaimana masyarakat itu bisa tertib, disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19 khususnya penggunaan masker. “Kita ketahui bersama penggunaan masker bisa mengurangi 70 sampai 80 persen untuk terjadinya penuralaran Covid-19,”imbuhnya.

Ditegaskan juga, dalam penegakan nanti sudah tidak ada negosiasi. Bagi masyarakat yang ditemukan tidak menggunakan masker, langsung diberikan sanksi denda. Tidak ada lagi toleransi berupa sanksi sosial. “Ya jadi yang utama itu, kita berikan sanksi administrasi denda. Bagi masyarakat biasa kita denda Rp 100 ribu. Kemudian jika masyarakat berprofesi ASN maka kita denda Rp 200 ribu,”tegesnya.

Sementara, lanjutnya, jika ada sebuah acara yang kemudian tidak menerapkan protokol kesehatan, maka siap-siap penyelenggaranya akan didenda Rp 250 ribu. Bagi oknum masyarakat persorangan yang terlibat di dalam acara tersebut tidak menggunakan masker, tentu juga akan didenda Rp 100 ribu. Begitu juga di tempat-tempat usaha, ternyata tidak menerapkan protokol kesehatan maka didenda Rp 400 ribu. Tetapi bagi pengunjung perorangan juga didenda Rp 100 ribu bila mana ditemukan tidak mematuhi protokol kesehatan terutama tidak menggunakan masker. “Maka kita dorong yang utama pemberian sanksi denda, tidak ada lagi sanksi sosial,”katanya. (sal)

Komentar Anda