MATARAM–Pelan tapi pasti, AQUR, pasangan calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Mataram yang menantang petahana dalam Pilkada Kota Mataram, tadinya banyak yang memandang sebelah mata.
Namun di detik-detik menjelang Pemilihan Kepala Daerah 27 November, nama AQUR justru semakin berkibar.
Dr. Yan Marli, Direktur Eksekutif MAC Project, menilai fenomena ini menggambarkan pergeseran besar dalam dinamika politik lokal.
“Fakta di lapangan jelas menunjukkan antusiasme masyarakat, terutama di level akar rumput. Dukungan kepada AQUR datang dari berbagai elemen, mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga pemuda. Ini adalah sinyal kuat bahwa masyarakat menginginkan perubahan signifikan,” nilai Yan Marli kepada wartawan Sabtu (23/11).
Menurut Yan Marli, Lalu Aria Dharma-Weis Arqurnain (AQUR) sangat gigih merebut simpati masyarakat Kota Mataram hingga kini posisi mereka semakin kuat dan terdengar semakin kencang untuk menggeser petahana dari singgasananya.
Buktinya, hampir disemua sudut kampung terdengar hiruk-pikuknya suara-suara menyebut AQUR. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh Tag-line yang diusung AQUR, yaitu membangun Kota Mataram dari Kampung.
Simpul-simpul pemilih seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan lain-lain yang jarang bersuara kini mulai terdengar sayup-sayup mengalihkan dukungannya ke AQUR.
Kondisi ini menggambarkan bahwa fakta akan mengalahkan data yang selama ini menjadi sumber analisis berbagai lembaga survey yang mengunggulkan petahana.
Bila memperhatikan uletnya kerja TIM AQUR yang begitu masif dan terukur, serta sambutan masyarakat terutama dilevel grass root yang memginginkan perubahan, sulit rasanya mencari argumen untuk tidak mengunggulkan AQUR sebagai pemenang Pilkada Kota Mataram.
Tentu fenomena ini sungguh sangat menarik untuk ditunggu hasilnya. Atmosfir yang sangat menarik ini juga didukung oleh asumsi publik bahwa petahana sulit dikkalahkan katena popularitas yang mencapai 90% lebih.
Namun perlu dicatat bahwasanya dalam teori survei, popularitas menang pasangan calon tidak boleh kurang dari 80% bila kurang maka sulit untuk bisa menang.
Tentunya popularitas bukan satu-satunya alat ukur untuk berani memastikan kemenangan, tapi harus dengan tingkat kepuasan minimsl 60 dan elektabilitas minimal 50%.
Bila ketiga variabel ini tidak berjalan simetris, maka sekalipun petahana sangat mungkin untuk dikalahkan lebih-lebih dalam konteks head to head seperti saat ini.
Faktor head to head sebenarnya bila dilihat dari sistem pemilu yang dipergunakan dalam menentukan paslon terpilih, adalah paslon yang memperoleh 50+1 suara. Sistem ini dikenal dengan istilah mayotitas absolut.
Namun bila paslon lebih dari 2, maka sistem yang akan berlaku sesuai norma undang-undang pemilihan (Uu No. 1 tahun 2015, UU No. 8 tahun 2015 dan UU No. 10 tahun 2016) dikenal dengwn istilah pluralitas relatif, yaitu paslon dengan perolehan terbanyaklah yang akan menjadi paslon pemenang.
Kesimpulannya, dengan memperhatikan faktor-faktor seperti jumlah paslon yang hanya 2, sistem Pemilu yang akan dipergunakan untuk menentukan Paslon pemenang secara masif dan terukurnya kerja tim, Pilkada Kota Mataram akan melahirkan kejutan yang paradoks dengan data-data hasil survei lembaga survei seperti yang pernah terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Dimana keunggulan petahana yang sejak awal berdasarkan hasil survei rontok dalam 2 minggu sebelum hari pecoblosan. (rl)