TANJUNG – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD KLU Tahun Anggaran (TA) 2022 telah disetujui oleh DPRD untuk dibahas lebih lanjut. Persetujuan bersama tersebut dibacakan dalam rapat paripurna, Rabu (7/6).
Kendati demikian, beberapa fraksi memberikan beberapa catatan. Dari gabungan Fraksi PBK, PAN dan Demokrat soal pendapatan asli daerah (PAD) Rp 166 miliar lebih, yang terealisasi Rp 146 miliar lebih atau 88,13 persen. Dilihat dari angka itu, artinya target masih belum tercapai. “Kami menilai karena sistem masih kurang dan kebocoran masih terjadi di beberapa tempat. Terutama di tiga Gili (Trawangan, Meno dan Air). Untuk itu kami meminta pemerintah daerah meningkatkan pengawasan,” kata Juru Bicara Gabungan Fraksi PBK, PAN dan Demokrat Sadirman.
Kemudian soal meningkatnya sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) pada BLUD RSUD KLU sebesar Rp 2 miliar lebih, Fraksi Gabungan PBK, PAN dan Demokrat menilai itu terjadi karena menurunnya pelayanan kesehatan di RSUD KLU.
Untuk itu pihaknya meminta pemda menjelaskan potensi program pokok RSUD dan mengevaluasi kinerja Direktur RSUD dalam pengelolaan anggaran yang sudah ditetapkan. Begitu juga pada 8 BLUD Puskesmas se-KLU yang terdapat Silpa Rp 847 juta lebih. “Kami juga meminta pemerintah daerah mengevaluasi seluruh BLUD Puskesmas se-KLU,” pintanya.
Kemudian dari Fraksi Gerindra melalui juru bicara Hakamah mengatakan bahwa secara umum realisasi PAD 2022 lebih baik dari 2021. Meski begitu masih tetap diperlukan kerja keras dan cerdas pemda agarĀ PAD lebih meningkat. “Dalam 3 tahun terakhir, penerimaan PAD masih jauh dari target (rata-rata capaian hanya 80,05 persen),” bebernya.
Kemudian berkaitan dengan saldo anggaran lebih TA 2022 yang diklaim mengalami kenaikan sebesar 15,81 persen, menurut Fraksi Gerindra masih perlu penjelasan. “Pemerintah daerah hanya menjelaskan sumber Silpa 23,25 miliar saja. Pemda belum menjelaskan faktor penyebab terjadinya Silpa, apakah disebabkan adanya pelampauan penerimaan, hasil efisiensi pelaksanaan kegiatan ataukah ada kegiatan yang tidak terlaksana pada tahun anggaran berkenaan,” ucapnya.
“Jika sebagian besar Silpa terjadi sebagai akibat dari tidak terlaksananya kegiatan, tentu perlu dilakukan rasionalisasi kegiatan dan belanja pada OPD terkait agar tidak terjadi secara berulang pada kemudian hari,” imbuhnya.
Selanjutnya, terkait kewajiban pemda yang harus dibayarkan pada 2023 yang ternyata cukup besar, terdiri dari utang beban operasional Rp 12,14 miliar, utang perhitungan pihak ketiga Rp 199 juta dan utang kepada pihak ketiga Rp 6,49 miliar. “Beban pembayaran utang pemda pada 2023 sesungguhnya adalah sebesar Rp 18,82 miliar. Mengingat sifat 3 komponen ini adalah utang jangka pendek, perlu penjelasan dari pemerintah daerah bagaimana teknis pembayaran dan dari mana sumber anggaran,” pungkasnya.
Sedangkan Gabungan Fraksi PKB, Golkar dan PDI Perjuangan tanpa banyak catatan langsung menyetujui Raperda untuk segera dibahas oleh Tim Panitia Khusus (Pansus) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sesuai dengan agenda rapat-rapat dewan yang sudah ditentukan oleh Badan Musyawarah (Banmus) DPRD. (der)