DPRD akan Gugat Peraturan Menteri Susi

H Busrah Hasan (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Para wakil rakyat di DPRD NTB menaruh perhatian besar terhadap nasib ribuan nelayan lobster. Bahkan, dalam waktu dekat akan melakukan judicial review atas Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan penangkapan dan pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan.

Anggota Komisi II DPRD NTB, H Busrah Hasan mengatakan, pihaknya akan  mengambil langkah judicial review terhadap Permen  Nomor 56 Tahun 2016  yang diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti.  “Atas nama lembaga DPRD NTB, kita akan datangi langsung Menteri Susi dan sekaligus kita judicial review ke MA,” ucapnya kepada Radar Lombok, Sabtu  lalu (20/1).

Dikatakan, banyak alasan untuk melakukan judicial review. Mengingat Permen 56 Tahun 2016 tersebut tidak  berdasarkan pada kajian yang benar dan ilmiah.  Menteri Susi bahkan terkesan tidak memahami dengan baik ilmu tentang lobster.

Busrah yang  pernah menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, sangat memahami masalah kelautan. Apalagi dirinya saat ini duduk di komisi II DPRD NTB yang membidangi kelautan. “Ini kebijakan yang salah, keliru dan tidak sesuai dengan fakta ilmiah,” sebut Busrah.

[postingan number=3 tag=”dprd”]

Dijelaskan, berdasarkan hasil penelitian ahli biologi laut seperti Schuster dan Hickling, tingkat mortalitas atau angka kematian lobster dan sejenisnya mencapai 95-99 persen. “Jadi sangat lucu kalau alasan pelarangan tangkap bibit lobster itu menjaga populasi, tidak ditangkap malah lobster akan mati,” ungkapnya.

Baca Juga :  Menteri Susi Cari Keluarganya ke Sembalun

Bibit lobster tidak dapat bergerak sendiri dan selalu mengikuti kemana arus pergi. Apabila ada lobster yang selamat sampai dewasa atau beratnya diatas 200 gram dan panjang 8 centimeter, jumlahnya hanya sedikit dan tidak mencapai 5 persen.

Di laut, bibit lobster akan dimakan oleh predator-predator. Dengan kebijakan pelarangan menangkap bibit lobster dan budidaya, maka akan sangat merugikan nelayan. “Tuhan memberikan karunia, malah kita sia-siakan dan membiarkan bibit lobster mati. Ini kan aneh, padahal sangat ekonomis bibit lobster ini,” kata Busrah.

Menteri Kelautan dan Perikanan, apabila memiliki pemahaman yang baik tentu tidak akan pernah takut populasi lobster akan punah. Sebab telur atau bibit lobster berasal dari perairan-perairan negara lain seperti Papua Nugini, Selandia Baru, Australia, Filiphina dan lain-lain  terbawa arus ke perairan Lombok. Berdasarkan penelitian juga,  apabila lobster selamat malah akan kembali ke asalnya. “Malah dulu waktu saya jadi kepala dinas, kita kembangkan bibit lobster ini. Nelayan kita bantu budidaya, kita buatkan keramba. Tapi tidak berkurang populasi lobster, jadi hanya alasan yang tidak ilmiah saja kalau Permen ini untuk melindungi populasi,” paparnya.

Baca Juga :  Mori Minta Pejabat DPRD dan TAPD Tidak Diganti

Menurut Busrah, dalam undang-undang sudah jelas disebutkan bahwa kekayaan di laut dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Namun, Permen 56 Tahun 2016 ini  tidak mencerminkan amanah konstitusi. “Makanya kita ingin judicial review, saya yakin kalau NTB lakukan itu tentu akan diikuti juga oleh daerah-daerah lain. Dan kalau Pemprov tiak mau atau tidak peduli, biar kami di dewan saja yang bergerak,” tegasnya.

Pimpinan DPRD NTB, Abdul Hadi yang juga menolak keras Permen  56 Tahun 2016  akan membawa masalah ini ke tingkat pimpinan. Langkah cepat harus segera diambil untuk membangun kekuatan. Termasuk terkait rencana judicial review. “Semua kita memang harus bersuara, terutama Pemprov. DPRD Dapil NTB juga jangan diam, mari melawan bersama,” ujar Hadi.

Sikap Pemprov NTB berbeda dengan DPRD. Pemprov terkesan menerima begitu saja Permen 56 Tahun 2016 ini. Tidak ada rencana untuk melakukan perlawanan seperti yang disuarakan anggota DPRD.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Lalu Hamdi mengakui Permen  56 Tahun 2016 akan membuat rakyat susah. Namun ia tidak menyuarakan penolakan apapun. “Permen ini kan revisi, jadi tidak usah kita minta direvisi lagi. Yang penting itu kompensasinya, seperti yang dijanjikan Bu Susi waktu datang kesini,” katanya. (zwr)

Komentar Anda