
MATARAM – Keputusan penundaan pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) DPD I Partai Golkar NTB yang sedianya dijadwalkan pada 24 Mei 2025 memunculkan berbagai spekulasi politik.
Pengamat politik dari Universitas 45 Mataram, Dr. Alfisahrin, menduga penundaan tersebut disebabkan oleh dinamika internal partai dan tarik-ulur politik tingkat tinggi. “Bisa jadi karena konsolidasi internal yang belum solid. Deal-deal politik masih dinamis dan alot, serta belum tercapai,” katanya, Kamis (22/5).
Ia menilai, Musda kali ini menjadi ajang pertarungan dua figur kuat dalam tubuh Partai Golkar NTB, yakni Mohan Roliskana, yang juga menjabat Wali Kota Mataram, dan Indah Dhamayanti Putri (IDP), yang kini menjabat Wakil Gubernur NTB.
Dengan posisi keduanya sebagai kepala daerah, baik Mohan maupun IDP dinilai memiliki pengaruh serta kekuatan politik yang relatif berimbang. Oleh karena itu, sangat mungkin Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar tengah melakukan rekalkulasi kekuatan politik masing-masing untuk kepentingan agenda partai ke depan. “Keduanya sama-sama memiliki rekam jejak politik yang kuat di daerahnya masing-masing,” imbuh Alfisahrin.
Lebih lanjut, ia menyoroti posisi politik IDP yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur NTB. Menurutnya, kerja sama politik IDP dengan Partai Gerindra pada Pilkada sebelumnya menjadi nilai tambah di mata DPP Golkar. “Setelah IDP naik level menjadi Wakil Gubernur, apalagi berpasangan dengan Gerindra, bisa jadi DPP mempertimbangkan hal ini untuk prospek Partai Golkar di 2029,” terangnya.
Ia juga melihat langkah DPP sebagai strategi untuk meredam tensi internal sekaligus mengatur waktu ideal dalam menentukan figur paling strategis demi kepentingan jangka panjang, terutama menjelang Pemilu 2029. Selain itu, ada dugaan bahwa DPP tengah memetakan ulang kekuatan politik di NTB pasca Pemilu dan Pilpres 2024.
Senada dengan itu, pengamat politik dari UIN Mataram, Dr. Ihsan Hamid, menyatakan bahwa secara administratif, penundaan Musda karena Ketum DPP Golkar berhalangan hadir merupakan hal yang wajar. Namun dalam konteks politik, penundaan itu bisa menyimpan makna tersirat.
Ia menduga, manuver politik dari kubu IDP ke DPP bisa menjadi salah satu penyebab utama. Meskipun sebagian besar pemilik suara disebut-sebut mendukung Mohan, posisi IDP sebagai Wakil Gubernur NTB tak bisa diremehkan. “Hal ini membuat DPP mungkin ingin memberikan ruang bagi IDP untuk mengonsolidasikan kekuatan menjelang Musda,” ujarnya.
Menurutnya, secara administratif, posisi Wakil Gubernur NTB lebih bergengsi dibandingkan Wali Kota. Karena itu, DPP tengah melakukan kalkulasi politik secara cermat untuk menentukan siapa di antara kedua kader tersebut yang mampu menjaga dan mempertahankan dominasi Partai Golkar di NTB pada Pemilu 2029. “Saya kira bola ada di tangan DPP. Siapa yang lebih dikehendaki—Mohan atau IDP,” pungkasnya. (yan)