MATARAM — Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB, Wahyu Hidayat, mengungkapkan informasi terbaru mengenai keberadaan 15 tenaga kerja asing (TKA) yang diduga terlibat dalam aktivitas tambang ilegal di Dusun Lendek Bare, Lenong Batu Montor, Desa Persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.
Disampaikan Wahyu, untuk mengklarifikasi berbagai isu yang berkembang terkait legalitas TKA di sektor pertambangan. Dijelaskan bahwa DPMPTSP baru-baru ini telah melakukan koordinasi dengan Tim Pora (Tim Pengawasan Orang Asing) yang dipimpin oleh Kementerian Hukum dan HAM Imigrasi.
Dari koordinasi tersebut, DPMPTSP telah menerima data terkait TKA yang beroperasi di perusahaan tambang di Sekotong. Data itu menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut, bergerak di bidang tambang emas dan perak sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
“Memang disitu terdata orang-orang (TKA, red) yang dimaksud dari Imigrasi. Tapi itu yang menjadi catatan. Kalau dari Disnakertrans menyatakan tidak pernah memgeluarkan izin kerjanya. Padahal izin kerja itu menjadi dasar penerbitan KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas) atau apapun namanya di Imigrasi,” ungkap Wahyu, Senin (26/8).
Disampaikan Wahyu, izin kerja merupakan syarat penting untuk penerbitan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) di Imigrasi. Bahwa DPMPTSP hanya menerima dan memproses data yang telah dinyatakan lengkap oleh pihak-pihak teknis, termasuk Imigrasi dan Disnakertrans. Setelah administrasi selesai, dokumen yang diperlukan untuk izin tinggal dan bekerja, seperti KITAS, dimasukkan ke dalam sistem DPMPTSP.
“Ketika semua administrasi selesai, mereka dapat kartu izin tinggal terbatas (KITAS) untuk bekerja. Maka itulah yang dimasukkan ke dalam sistem. Kami hanya menerima hasil akhir dari proses teman-teman teknis. Jadi apa dokumen yang didapat (investor) di teman-teman teknis, itulah yang diupload di sistem,” terangnya.
Wahyu menjelaskan, meskipun perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam sistem DPMPTSP memiliki TKA, namun mereka hanya dapat didaftarkan jika dokumen-dokumen pendukungnya sudah lengkap. Jika dokumen dari Imigrasi dan Disnakertrans belum lengkap, maka tentu data tersebut, tidak dapat diinput dalam sistem.
Adapun TKA yang terdaftar di sistem DPMPTSP, menunjukkan bahwa dokumennya sudah lengkap. Namun apakah investor atau perusahaan tersebut legal atau tidak, bukan merupakan ranah DPMPTSP untuk menjelaskan. Sebab, pihaknya hanya bertugas mendata, bukan memverifikasi legalitas investor atau afiliasinya.
Termasuk mengenai adanya ketidaksesuaian informasi antara Disnakertrans dan Imigrasi, hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab DPMPTSP. “Ketika masuk di LKPM, kami notabenenya menganggap itu semua sudah lengkap. Karena sudah ada dokumen dari pihak-pihak teknis. Mengenai keabsahannya perlu di kroscek lagi ke stake holder, yaitu Imigrasi sama Disnakertrans,” paparnya.
Ditegaskan, DPMPTSP hanya mencatat data dan tidak mengatur secara langsung jumlah tenaga kerja, baik lokal maupun asing. Semua laporan terkait tenaga kerja, termasuk TKA, dilaporkan secara rutin melalui Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Sejauh ini TKA yang terdaftar, belum terdaftar sebagai mitra PT Indotan Lombok Barat Bangkit dalam sistem.
“Kalau sudah terdata di DPMPTSP, berarti dokumennya sudah lengkap. Tapi bukan ranah DPMPTSP yang menjelaskan bahwa investor itu legal atau tidak, karena yang mengeluarkan dokumen itu bukan kami,” pungkas Wahyu. (rat)