Akibat Tak Diusulkan oleh Dinas, Ternak Mati di Lombok Utara Tak Dapat Kompensasi

PMK: Ternak warga yang sempat terkena PMK di wilayah Gangga, beberapa waktu lalu. (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

TANJUNG–Sebanyak 186 ternak mati akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) yang diajukan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB mendapatkan kompensasi dari Kementerian Pertanian RI. Nilainya Rp 10 juta per ekor sapi, Rp 1,5 juta per ekor kambing, dan Rp 2,5 juta per ekor babi.

Rinciannya, kompensasi untuk ternak di Lombok Timur 130 ekor, Lombok Tengah 25 ekor, Lombok Barat 13 ekor, dan Sumbawa 18 ekor. Sementara untuk sapi di Kabupaten Lombok Utara (KLU) sama sekali tidak ada.

Kabid Peternakan pada Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) KLU Syahrudi membenarkan ternak mati di KLU tidak mendapatkan kompensasi. Alasannya karena tidak pernah mengusulkan. “Belum ada (yang diusulkan),” ujarnya, Kamis (6/10).

Pihaknya tidak mengusulkan dengan alasan karena dari sekian ternak yang mati akibat PMK ini tidak semuanya tercatat di Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (Siknas). Pihaknya khawatir jika hanya sebagian yang dapat kompensasi akan menimbulkan kecemburuan sosial. “Pertimbangan kita seperti itu. Untuk lebih jelasnya silakan ke Pak Kadis ya,” ucapnya singkat.

Baca Juga :  Dispar NTB Sorot Antrean Penumpang di Gili Trawangan

Wakil Ketua Komisi II DPRD KLU Hakamah bereaksi keras mengetahui tidak adanya ternak mati di KLU yang mendapatkan kompensasi akibat tak diusulkan ini. Ia pun mempertanyakan kinerja dari DKP3 sejauh ini. Padahal jauh-jauh hari pihaknya sudah mengingatkan agar mencatat dan mendata setiap ternak warga yang mati agar mereka bisa diusulkan mendapatkan kompensasi. “Dinasnya teledor tidak mengusulkan itu sehingga tidak keluar data dari pemerintah pusat. Kecewa kita,” jelas Hakamah.

Semestinya kata politisi Partai Gerindra ini pihak dinas memperjuangkan nasib para peternak yang ternaknya mati agar mendapatkan kompensasi.

Terlebih pemerintah pusat sudah memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk mengusulkan ternak yang mati untuk mendapatkan kompensasi. “Tetapi itu tidak dilaksanakan. Kerja apa teman-teman ini?” sesalnya.

Jika sudah diajukan kemudian tidak dapat kompensasi, Hakamah mengaku mungkin tidak akan sekecewa ini. Tetapi ini karena DKP3 yang  tidak ada upaya mengusulkan. “Ini sangat kita sayangkan,” cetusnya.

Padahal kalau ternak mati dapat kompensasi, setidaknya itu dapat mengurangi beban peternak. Hakamah mengaku paham betul bagaimana perasaan peternak saat ternaknya mati. Sebab sudah lelah merawat dengan harapan bisa jadi tabungan masa depan. “Apalagi hanya itu satu-satunya ternak mereka, maka hilang rasa kepercayaan diri peternak kita,” bebernya.

Baca Juga :  Kesulitan Stok, Pedagang KLU Datangkan Beras dari Lotim dan Loteng

Atas hal ini pihaknya pun berencana untuk memanggil DKP3 untuk memperjelas hal ini. Sebab sangat disayangkan jika daerah lain dapat, sementara KLU tidak dapat sama sekali. Padahal ternak mati di KLU juga banyak. Berdasarkan data DKP3 per 6 Oktober 2022, ternak mati akibat PMK 51 ekor dan ternak potong paksa akibat PMK 52 ekor.

Di sisi lain pihaknya mengapresiasi atas penurunan kasus PMK di KLU. Di mana dari total 21 ribu kasus beberapa waktu lalu, sempat tinggal 6 ekor ternak yang sakit. Meski saat ini naik menjadi 19 ekor tetapi tak naik signifikan. “Semoga ini bisa ditangani. Jangan sampai merebak lagi karena sekarang pasar hewan sudah dibuka,” tutupnya. (der)

Komentar Anda