TANJUNG – Bupati-Wakil Bupati KLU Djohan Sjamsu dan Danny Karter Febrianto (JODA) dinilai oleh Ketua DPRD KLU Artadi masih belum menyelesaikan apa yang menjadi visi-misinya. Salah satunya menaikkan honor tenaga kontrak sesuai upah minimun kabupaten (UMK).
Terkait hal ini, Djohan Sjamsu mengaku bahwa kenaikan honor tenaga kontrak minimal sesuai UMK tidak pernah masuk dalam visi-misinya saat mencalonkan diri pada Pilkada 2020. “Ndak ada visi-misi tenaga kontrak sesuai UMK,” ujarnya, Rabu (18/10).
Menurut Djohan honor tenaga kontrak itu disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Saat ini honor tenaga kontrak sekitar Rp 1 juta per bulan. Jika menyesuaikan dengan UMK KLU tahun ini, maka honor tenaga kontrak seharusnya Rp 2.367.323. “Daerah belum mampu untuk itu,” ucapnya.
Untuk bisa memberikan honor yang lebih besar kepada tenaga kontrak, sebetulnya mau mengurangi tenaga kontrak yang ada. Hanya saja itu belum bisa dilakukan karena kebutuhan daerah akan tenaga kontrak juga tinggi akibat masih minimnya ASN.
Salah satu jalan untuk bisa meningkatkan honor tenaga kontrak adalah dengan meningkatkan pendapatan daerah. Terutama pendapatan asli daerah (PAD). “Jika pendapatan daerah meningkat, maka ada kemungkinan honor mereka kita naikkan,” jelasnya.
Untuk itu saat ini pihaknya terus berupaya untuk bagaimana pendapatan daerah meningkat, terutama PAD. Untuk tahun ini target PAD sebesar Rp 175 miliar. Nah di APBD perubahan ini targetnya dinaikkan menjadi Rp 184,9 miliar. “Saat ini kita sedang berupaya untuk PAD kita naik mengingat kondisi pariwisata sudah normal,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD KLU Artadi menyinggung bahwa kebijakan Bupati Djohan Sjamsu sudah banyak melenceng dari visi misinya saat kampanye pilkada.
Alih-alih kebijakan diharapkan lebih kepada kesejahteraan, namun pelaksanaannya justru lebih kepada pembangunan infrastruktur fisik yang menyerap anggaran besar.
“Mestinya fokus pada visi misi. Misalnya di visi misi itu ada poin akan sejahterakan tenaga kontrak dan guru sesuai dengan upah minimum. Coba itu dulu ditunaikan,” ujarnya.
Artadi menilai, sebagai pengusung JODA, dia merasa menjadi beban karena banyak mendapat keluhan dari tenaga kontrak terkait honor yang mereka terima. Sebab, sekarang ini justru honor tenaga kontrak menurun dari yang dulunya Rp 1,5 juta menjadi Rp 1 juta. “Jika memang alasannya karena keuangan daerah yang minim lantas kenapa pembangunan fisik terus dilakukan,” tegasnya.
Sementara itu, berdasarkan penelusuran Radar Lombok, visi-misi soal menaikkan honor tenaga kontrak minimal sesuai UMK itu ada di poin nomor 7 dari 10 visi-misi JODA.
Adapun 10 visi-misinya: 1. Rehabilitasi dan rekonstruksi sarana umum dan rumah korban gempa; 2. Insentif guru teladan dan perhatian khusus kepada lembaga pendidikan kemasyarakatan dan pondok pesantren; 3. Pelatihan kepada petani, nelayan dan bantuan bibit, peralatan dan membangun TPI; 4. Memaksimalkan pelayanan dan kebutuhan dokter di setiap puskesmas; 5. Keberpihakan anggaran di sektor pariwisata dengan melibatkan pelaku pariwisata dalam perencanaan; 6. Pusat informasi UMKM dan bantuan pinjaman modal tanpa bunga; 7. Peningkatan honor tenaga kontrak minimal sesuai UMK; 8. Ketersediaan air bersih, akses jalan dan jaringan telekomunikasi untuk wilayah terpencil; 9. Mendorong terbangunnya pasar desa; serta 10. Keterbukaan informasi pembangunan melalui kehumasan dan media. (der)