Divonis 2 Tahun, Rusdin Menangis

Divonis 2 Tahun, Rusdin Menangis
MENANGIS : Rusdin, terdakwa kasus dugaan korupsi pembongkaran kantor Bupati Bima menangis saat divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor PN Mataram, Selasa kemarin (18/7). (Ali Ma'shum/Radar Lombok)

MATARAM—Sidang kasus dugaan korupsi pembongkaran gedung eks kantor Bupati Bima tahun 2015 dengan terdakwa Rusdin memasuki agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Mataram.

Rusdin divonis 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan penjara. ” Menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 3  bulan kurungan penjara,” ujar ketua majelis hakim Albertus Usada sambil mengetuk palu hakim tiga kali di Pengadilan Tipikor, Selasa kemarin (18/7).

Selain itu, Rusdin juga dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 80 juta subsider 6  bulan kurungan penjara. Vonis yang dijatuhkan majelis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan dalam sidang sebelumnya, yaitu 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 6  bulan penjara.

Menurut majelis hakim, terdakwa tidak terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan primer. ” Namun terdakwa terbukti bersalah dalam dakwaan subsidairnya, yakni bersalah melanggar pasal 3 Jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ungkapnya.

Baca Juga :  Ikhwan dan Mutawalli Divonis, Apa Kabar Tokoh Utama?

Majelis hakim menguraikan, terdakwa dalam melakukan pembongkaran terhadap eks kantor Bupati Bima tidak dilakukan melalui tender. Padahal menurut ketentuan, pembongkaran tersebut harus melalui proses tender. Lagipula hasil pembongkaran tersebut masih memiliki nilai ekonomis.  ” Terdakwa telah melakukan kegiatan pendahuluan berupa pembongkaran dengan meratakan pembanguan dan menunjuk saksi Sueb sekalipun terdakwa telah membuat surat penawaran yang ditujukan kepada Bupati Bima,” katanya.

Terdakwa selaku staf bagian umum dan ekonomi Bappeda Bima kala itu mengetahui hasil penjualan materil pembongkaran yang mempunyai nilai ekonomis sebesar Rp 80 juta. Dana tersebut kemudian sudah diterima  dua kali  dari saksi Sueb. Namun ternyata tidak disetorkan ke kas daerah. Nilai Rp 80 juta ini juga sudah dinyatakan sebagai nilai kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan NTB. ”  Hal tersebut sudah dtuangkan dalam pledoi (nota pembelaan) terdakwa dan sudah diakuinya. Uang tersebut diakuinya untuk pengobatan orangtuanya di Bali,” urai Albertus.

Baca Juga :  Baiq Nuril Maknun Divonis Bebas

Yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan terdakwa berpengaruh negatif terhadap penilaian masyarakat kepada aparatur sipil negara. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan santun dalam memberikan keterangan. Kemudian menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Juga sebagai tulang punggung keluarga. ” Terdakwa belum pernah dihukum,” sebutnya.

Usai vonis dibacakan terdakwa menyatakan menerima putusan dari majelis hakim dan tidak akan mengajukan upaya banding. ” Saya menerima putusan dari yang mulia majelis hakim,” ujarnya dengan menangis sesenggukan dan perkataan yang lirih. Ia juga terus menangis sambil menutupi wajahnya usai vonis dibacakan oleh majelis hakim.

Sedangkan JPU  saat dimintai tanggapanya menyatakan masih berpikir untuk menyatakan banding. ” Masih pikir-pikir yang mulia majelis hakim,” ujar JPU Budi Tridadi.(gal)

Komentar Anda