Divonis 1,5 Tahun, Oknum ASN BKD NTB Merasa Dikriminalisasi

MATARAM — Salah satu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov NTB, Satriawati menjadi terpidana, setelah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim atas kasus keterangan palsu di bawah sumpah, dan divonis pidana penjara selama 1,5 tahun.
Atas kasus yang menjeratnya itu, oknum ASN perempuan ini merasa dikriminalisasi oleh hukum. “Saya merasa dikriminalisasi dan tertindas oleh hukum,” kata Satriawati, Senin (19/8).

Diceritakan, awal kasus bermula ketika dirinya kehilangan sertifikat tanah di wilayah Sekotong seluas 6 are, tahun 2012. Sertifikat yang hilang itu atas nama Satriawati Neu. Dimana Neu sendiri adalah nama keluarga besar dari almarhum suaminya, Ulrich Peter Neu.

Dulu, dia bersama almarhum suaminya membeli tanah tersebut tahun 2007. Atas kehilangan sertifikat tanah itu, ia kemudian membuat sertifikat baru di Badan Pertanahan Negera (BPN) Lobar, sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Proses pembuatan sertifikat baru ini, ia pun membuat keterangan di bawah sumpah. Tahun 2015, sertifikat baru di atas lahan seluas enam are tersebut, diterbitkan pihak BPN Lobar. Sertifikat baru itu atas nama Satriawati, tanpa menggunakan nama belakang keluarga besar almarhum suaminya, Neu.
Tidak ada permasalahan setelah sertifikat tanah itu terbit. Namun pada tahun 2018, ia dilaporkan seorang warga negara asing (WNA) ke Polda NTB, atas dugaan membuat keterangan palsu untuk penerbitan sertifikat lahan seluas 6 are tersebut.

Kasus itu dihentikan Polda NTB, lantaran tidak mencukupi alat bukti. Namun tahun 2019, WNA tersebut kembali melaporkannya. Kali ini ke Polres Lobar, dengan kasus serupa seperti yang dilaporkan ke Polda NTB sebelumnya.

Kali ini Satriawati ditetapkan jadi tersangka, karena saat itu bukti Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) dihadirkan oleh pelapor. Namun Satriwati masih tetap pada keyakinannya, jika ia tidak pernah menjual tanah tersebut.

Baca Juga :  Dua Tersangka Korupsi Alkes Poltekkes Belum Ditahan

Ia juga merasa heran, bagaimana sertifikat awal tanah tersebut, atas nama Satriawati Neu, berada di tangan WNA tersebut.
Ditambah PPJB yang dihadirkan pihak kepolisian tersebut, banyak yang menurutnya janggal dan diterbitkan oleh notaris. “Sama sekali saya tidak pernah menjual, dan tidak pernah menerima pembayaran dari siapapun. Saya juga tidak pernah datang ke notaris. Sampai akhirnya saya dikonfrontir dengan WNA tersebut. Di hadapan polisi, dia (WNA) itu ngaku tidak pernah membayar tanah saya,” sebutnya.

Namun karena mediasi tidak berjalan mulus, akhirnya kasus ini naik ke meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Mataram 2023 lalu. Dalam persidangan, notaris yang diduga membuat PPJB antara Satriawati dan WNA dihadirkan melalui video call. “Penjelasan pihak notaris, dia mengaku seolah-olah saya datang ke sana. Semua saya tolak, karena saya tidak pernah ke sana,” tegasnya.

Dalam putusan PN Mataram, Satriawati dinyatakan bersalah dan divonis 1,5 tahun penjara. Putusan tingkat pertama itu dilawan di Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Namun putusan hakim banding sama dengan hakim PN Mataram. Satriawati kembali dijatuhi pidana penjara selama 1,5 tahun.

Putusan PT NTB itu kembali dilawan di tingkat kasasi. Akan tetapi hakim pada Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi Satriawati. Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidan sumpah palsu, sesuai Pasal 242 ayat (1) KUHP.

“Saya merasa dikriminalisasi dan tertindas oleh hukum. Saya tidak pernah jual tanah dan merasa dirugikan. Kemudian sekarang saya harus di penjara. Tolong buktikan satu lembar saja bukti kalau saya pernah menerima uang untuk menjual tanah saya,” ujarnya.

Dikatakan, sebelum kasus yang menjeratnya itu masuk meja persidangan. Dirinya ditawarkan seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri (PN) Mataram, bernama Hj. Baiq Sri Saptianingsih. Jaksa itu menawarkan kasusnya bisa saja tindak lanjut ke meja hijau, asalkan dirinya siap memberikan tanah seluas 6 are tersebut, dan memberikan uang sebesar Rp 200 juta.

Baca Juga :  Buron Puluhan Tahun, Rusydan Ditangkap Tim Tabur

“Saya kaget, dan saya tolak permintaan itu. Makanya lanjut di persidangan,” katanya.
Atas adanya putusan tingkat kasasi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap itu, ia akan dieksekusi untuk menjalani pidana ke dalam Lapas. Rencananya, hari ini (Selasa, 20/8) akan dieksekusi jaksa.

“Harapan saya, semoga pemerintah memberikan keadilan bagi saya orang yang lemah. Saya rakyat biasa yang tidak tahu kemana lagi harus mencari keadilan,” katanya dengan nada sedih.
Terkait dengan eksekusi itu, juga dibenarkan Kasi Intel Kejari Mataram, Muhammad Harun Al Rasyid. Namun Harun membantah tegas adanya kriminalisasi kepada Satriawati.

“Sudah ada pembuktian di persidangan. Jadi tidak ada upaya kriminalisasi. Kami hanya menjalankan tugas,” timpal Harun.
Sementara Hj Baiq Sri Saptianingsih, juga menyampaikan jika Satriawati pernah mengungkap kalau ada pencurian dokumen ketika suaminya meninggal. Untuk itu pihaknya mempersilakan Satriawati untuk melaporkan dugaan pencurian tersebut. Namun sampai saat ini, Satriawati tidak melaporkan hal ini ke pihak kepolisian.

Kemudian terkait permintaan uang Rp 200 juta dan tanah seluas 6 are tersebut, Baiq Sri menjelaskan jika pihaknya hanya berupaya mediasi Satriawati dengan Norbert Koch, sebelum dilakukan tahap 2.

“Itu pihak Norbert mau kasus ini tidak dilanjutkan atau damai, dengan catatan Satriawati diminta membayar kerugiannya sebesar Rp 200 juta selama terjadinya proses perdata. Karena dia mengaku sudah habis banyak, dan tidak bisa menguasai lahan ini selama puluhan tahun,” paparnya. (sid)