Dituduh Nikmati Fee, Terdakwa Gedung TES Ancam Polisikan Direktur PT BKM

SIDANG: Terdakwa korupsi proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara atau Shelter Tsunami Lombok Utara, Aprialely Nirmala saat mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Mataram.

MATARAM — Salah satu terdakwa korupsi proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau Shelter Tsunami Lombok Utara, Aprialely Nirmala merasa geram, setelah mendengar keterangan Direktur PT Barokah Karya Mataram (BKM) Robinzandhi di ruang persidangan.

Pasalnya, ia disebut turut menikmati fee proyek sebesar Rp 1 miliar lebih dari permintaan Dwi Agustianto kepada PT Waskita Karya sebagai pemenang lelang, dengan harga penawaran Rp 19,6 miliar.
“Robinzandhi ini menyatakan kalau keterangan terkait klien kami (Aprialely Nirmala) menikmati uang Rp 1 miliar lebih itu hanya sekadar informasi dari cerita di warung kopi, dengar dari Gematullah. Tidak ada bukti yang menyatakan klien kami ini menerima,” ungkap kuasa hukum Aprialely Nirmala, Aan Ramadhan, Jumat (14/3).

Keterangan Robinzandhi saat bersaksi dalam persidangan Rabu (12/3) kemarin itu dinilai tidak benar. Aprialely Nirmala berencana akan memolisikan Robinzandhi terkait pemberian keterangan yang tidak benar atau palsu sebagai saksi.
“Keterangan palsu Robinzandhi itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyebutkan Aprialely Nirmala turut menikmati fee proyek Rp1 miliar lebih,” katanya.

Dalam BAP, Robinzandhi mengatakan semua kontraktor di Lombok mengetahui Aprialely Nirmala yang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) pelaksana proyek tahun 2014 ini adalah orang kepercayaan Dwi Sugianto, Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTB.

Robinzandhi turut menyebutkan dalam BAP penyidikan KPK, bahwa Dwi Sugianto sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTB kala itu juga menetapkan fee proyek sebesar Rp1,5 miliar bagi perusahaan yang berminat sebagai pemenang lelang proyek Shelter Tsunami.

Mendengar kabar Teddy Irjanto sebagai Kepala PT Waskita Karya Cabang NTB telah menyerahkan fee proyek Rp1 miliar lebih kepada Dwi Sugianto agar muncul sebagai pemenang lelang, Robinzandhi dalam BAP meyakini bahwa Aprialely Nirmala sebagai orang kepercayaan Dwi Sugianto turut menerima jatah dari fee proyek tersebut.
“Dalam persidangan, Robinzandhi ini tidak dapat membuktikan keterangannya dalam BAP itu,” ujarnya.

Keterangannya dalam BAP itu tetap dikuatkan Robinzandhi saat menjadi saksi dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (12/3) kemarin, di Pengadilan Tipikor Mataram.

Bahkan jaksa penuntut umum dalam persidangan mengingatkan Robinzandhi sebagai saksi, bahwa akibat keterangan dalam BAP yang tidak mendasar pada bukti tersebut, telah memberatkan perbuatan pidana Aprialely Nirmala sebagai terdakwa.
Gematullah, Direktur PT Global Mas, pemilik perusahaan yang ikut lelang proyek bersama PT BKM dan PT Waskita Karya, turut hadir sebagai saksi di persidangan.

Saat dihadirkan bersama Robinzandhi, Gematullah menepis dirinya memberikan informasi perihal Aprialely Nirmala turut menikmati fee proyek yang diterima Dwi Sugianto dari PT Waskita Karya.
Tanpa menguatkan kembali keterangannya yang dibantah Gematullah, Robinzandhi pada akhir persidangan menyatakan ke hadapan majelis hakim tetap dalam keterangan BAP penyidikan.

“Jadi, karena keterangan Robinzandhi ini klien kami diberatkan, klien kami dianggap menerima bagian dari fee proyek. Padahal itu hanya asumsi, tidak dia ketahui secara pasti dan itu terungkap sebagai fakta persidangan kemarin,” ucap dia.

Oleh karena itu, Aprialely Nirmala yang merasa dirugikan dengan keterangan Robinzandhi akan mengambil langkah hukum dengan melaporkan Robinzandhi ke Polda NTB atas dugaan memberikan keterangan palsu atau tidak benar.
Memberikan keterangan palsu itu diatur pada Pasal 22 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam aturan pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, terancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling berat 12 tahun dengan denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

“Jadi, untuk rencana laporan ke Polda NTB ini akan kami masukkan sebelum lebaran. Untuk sampai ke sana, sekarang kami sedang siapkan kelengkapan materi laporan,” kata Aan.
Sebagai bahan kelengkapan laporan, dia memastikan pihaknya dari pihak kuasa hukum Aprialely Nirmala akan menyertakan keterangan Robinzandhi yang tertera dalam BAP penyidikan KPK.

“Keterangan di BAP itu juga akan kami sandingkan dengan keterangan Robinzandhi yang terungkap dalam fakta persidangan,” ungkapnya. (sid)