Ditahan di Kasus BLUD RSUD Praya, Dokter Langkir Seret Nama Bupati

DITAHAN: Direktur RSUD Praya, dr Muzakir Langkir saat dibawa ke mobil tahanan menuju Rutan Kelas IIB Praya, Rabu (24/8). (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYA – Direktur RSUD Praya, dr Muzakir Langkir akhirnya dijebloskan ke penjara setelah kurang lebih delapan jam menjalani pemeriksaan di kantor Kejari Praya, Rabu (24/8).

Penahanan Langkir sendiri langsung dilakukan begitu ditetapkan sebagai tersangka. Dalam perkara ini, Langkir tak sendiri. Ia ditemani dua orang bawahannya, yakni Adi Sasmita selaku PPK, dan Baiq Prayatining Diah Astianin selaku bendahara BLUD RSUD Praya.

Masih dalam perkara ini, ketiganya disangkakan telah merugikan uang negara sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai ini merupakan dana program taktis yang dibelanjakan di BLUD RSUD Praya tahun 2017-2020.

Langkir, Adi Sasmita, dan Baiq Prayatining dikenakan rombi pink kejaksaan dan dibawa menuju mobil tahanan kejaksaan. Langkir dan Adi sendiri untuk sementara waktu dititip di Rutan Kelas IIB Praya, sedang Baiq Prayatining dititip di Lapas Perempuan Mataram.

Sebelum ketiga tersangka ini ditahan, terlebih dahulu mereka menjalani pemeriksaan alot dari pukul 10.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita. Sebelum keluar dengan tangan terborgol, Langkir dan Adi sempat keluar sekitar pukul 17.17 Wita. Ia dikawal keluar kantor kejaksaan untuk salat Ashar.

Baik Langkir maupun Adi tampak mengenakan baju putih, seragam dinasnya hari kemarin. Kedua tampak mengenakan masker dan dikawal ketat petugas kejaksaan saat keluar beribadah. Sementara awak media sendiri sudah lama menunggu mereka keluar.

Namun, dalam kesempatan ini Langkir masih terlihat tegar dan berusaha menebar senyuman di balik maskernya. Meski demikian, ia tidak menjelaskan apa-apa. Baru setelah keluar dengan tangan terborgol dilengkapi rombi pink, Langkir memberikan penjelasan kepada awak media.

Dalam kesempatan itu, Langkir justru ‘bernyanyi’ dan secara gamblang menyebut bahwa ia terseret kasus dana taknis BLUD RSUD Praya. Dalam kasus ini, Langkir mengaku aliran dana ke sejumlah pejabat teras Pemkab Lombok Tengah. Mulai dari Bupati Lombok Tengah, H Lalu Pathul Bahri, Wakil Bupati HM Nursiah, dan oknum pejabat kejaksaan setempat juga disebutnya menikmati aliran dana itu.  “Perlu saya sampaikan bahwa saya ditahan bukan karena kasus UTD tapi karena dana taktis. Dana tersebut mengalir kemana-mana, baik kepala daerah termasuk ke kejaksaan juga ada. Saya punya bukti lengkap dan saya akan membongkar semuanya,” beber dr Langkir sembari menaiki mobil tahanan.

Dana itu, beber Langkir lebih lanjut, dialirkan melalui cash maupun transfer dilengkapi kuitansi penerimaan. Rincinya, dana itu digunakan untuk tahapan pilkada Lombok Tengah tahun 2020. Tepatnya, dana itu digunakan untuk proses sidang di MK saat peyelesaian sengketa pilkada Lombok Tengah tahun 202. Uang yang dikirim melalui transfer tersebut berjumlah sekitar Rp 100 juta lebih. “Bukti pengiriman saya masih simpan rapi, dan akan saya serahkan jika dibutuhkan nanti,” terangnya.

Baca Juga :  Nuruddin Tewas Usai Terjatuh di Tempat Wudhu Masjid Agung Praya

Bukan hanya itu, sambung dia, dana taktis BLUD yang dikorupsi juga ada yang diarahkan juga untuk menyukseskan bupati saat ini pilkada tahun 2020. Pihaknya juga menuding ada juga dana taktis yang diarahkan ke Wakil Bupati Lombok Tengah. Semua dana yang diserahkan sesuai permintaan bupati dan wakil bupati tersebut juga ada kuitansi penerimaan. “Bukti-bukti ada pada pengacara saya juga,” ujarnya.

Tak sampai di situ, Langkir juga membeberkan, aliran dana itu diserahkan ke APH dalam hal ini ke oknum Kejari Lombok Tengah. Dana tersebut diserahkan untuk menyukseskan Hari Amal Bakti Adiyaksa tahun 2022 ini. “Dana yang kami serahkan lengkap juga menggunakan kuitansi,” sebutnya.

Penasihat hukum dr Muzakir Langkir, Anton Hariawan dalam keterangan persnya menyatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku dan asas praduga tidak bersalah. Intinya tidak ada kaitannya dengan dana UTD dalam penanganan kasus dugaan korupsi BLUD RSUD Praya. Dana yang ditangani oleh Kejari Lombok Tengah merupakan dana taktis. “Kami juga heran kemana dana UTD yang ditangani di awal,” ungkapnya.

Anton juga menyebutkan, bahwa dana taktis tersebut arahnya keliling seperti ke bupati, wakil bupati dan APH dalam hal ini oknum yang ada di Kejari Lombok Tengah. Bahkan ada juga yang mengarah ke oknum jaksa dan yang terakhir masuk juga ke HUT Lombok Tengah tahun 2022 ini. “Yang jelas arah dana taktis ini keliling ke orang-orang top di Lombok Tengah,” akunya.

Karena kliennya memegang alat bukti riil kemana saja arah dana tersebut, dalam waktu dekat pihaknya akan mengajukan tersangka dr Muzakir Langkir sebagai justice kolaborator. Dengan tujuan agar kasus ini terbuka dan akan terbuka secara keseluruhan. “Tentu penetapan tersangka jangan hanya sampai di sini saja,” ancamnya.

Dijelaskan juga, dana taktis ini sudah berjalan sebelum dr Langkir sebagai Direktur RSUD Praya, sebelum PPK dan bendahara ini menjabat saat ini. Melainkan mereka ini disebutkan hanya meneruskan apa yang dilakukan oleh direktur, PPK dan bendahara sebelumnya. Kalau tiga orang tersebut saat ini ditetakan sebagai tersangka, harusnya pejabat lama juga oleh Kejari Lombok Tengah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. “Janga begini doang, harusnya pejabat lama di RSUD Praya ditetapkan sebagai tersangka dong,” tegasnya.

Sebelum menutup konfrensi persnya, Anton menyatakan kemana saja aliran dana taktis tersebut sudah tertuang ada dalam buku catatan kliennya. Jumlah dana taktis tersebut berkisar hingga ratusan juta rupiah. “Kita lihat aja nanti, yang jelas kita akan buka semua,” paparnya.

Baca Juga :  532 Juta Uang Korupsi Berhasil Dikembalikan

Kepala Kejari Lombok Tengah, Fadil Regan dalam kesempatan itu menyatakan, pihaknya menetapkan tersangka kepada tiga orang ini berdasarkan adanya kerugian negara yang ditemukan dalam pengelolaan dana BLUD ini. Mulai dari dugaan mark up anggaran sekitar Rp 900 juta. Kemudian ada perbuatan melawan hukum dengan melakukan pemotongan sekitar Rp 865 juta hingga, dan ada juga dana gratifikasi sekitar Rp 10 juta. Kerugian ini diketahui setelah keluarnya hasil perhitungan dari APIP yakni Inspektrat Lombok Tengah. “Untuk dana gratifikasi ini kita temukan di salah satu ruangan pejabat RSUD Praya. Kalaupun yang bersangkutan menyebut aliran dana kemana saja maka itu sah-sah saja. Sepanjang ada alat bukti, maka kita dalami nanti. Cuma kalau sekadar statemen maka susah juga kita, karena kalau kita menangani perkara minimal ada dua alat bukti,” ungkap Fadil Regan.

Kalau pun ada catatan dari para tersangka terkait aliran dana ini, termasuk ke pihak kejaksaan dan kepala daerah, maka pihaknya meminta agar para tersangka menyampaikan ke jaksa dengan bukti yang mereka miliki. Sehingga pihaknya memastikan kasus ini belum selesai dan penyidik masih akan terus melakukan pengembangan. “Yang jelas kasus ini masih terus kita kembangkan,” tegasnya.

Fadil menambahkan, selama ini jaksa mendalami kasus BLUD ini untuk penggunaan anggaran tahun 2017-2020 dan memang kasus ini dimulai penyelidikan dari tahun 2021 hingga beberapa kali melakukan ekspose, baik di internal kejaksaan maupun instansi terkait. Diketahui juga jika kerugian negara yang Rp 1,7 miliar saat ini jauh lebih tinggi dari temuan jaksa sebelumnya yang hanya sekitar Rp 750 juta. “Sekitar Oktober kita tingkatkan ke penyidikan setelah menemukan adanya bukti penyimpangan pada pelaksanaan pengelolaan dana BLUD ini dan terus kita dalami,” tambahnya.

Ia menegaskan, hingga saat ditetapkannya tersangka ini, ada sekitar 40 saksi yang sudah diperiksa. Penetapan tersangka juga dilakukan setelah pihak jaksa mendapatkan hasil perhitungan kerugian negara dari APIP yakni Inspektorat. “Yang jelas kasus ini masih belum selesai dan kita masih melakukan pengembangan. Pokoknya semua pihak terkait sudah kita periksa. Jadi yang kita periksa ini adalah orang yang ada keterkaitan dengan kasus ini,” pungkasnya.

Bupati Lombok Tengah, H Lalu Pathul Bahri dan Wabup HM Nursiah belum bisa dikonfirmasi terkait ‘nyanyian’ Direktur RSUD Praya ini. (met)

Komentar Anda