MATARAM – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) melalui Dinas Pariwisata (Dispar) NTB, menyampaikan kecaman keras terhadap aksi tak senonoh, tarian erotis dalam pertunjukan kesenian Kecimol yang viral di media sosial (Medsos) belakangan ini.
Tarian erotis yang dibawakan para penari kesenian tersebut, dianggap telah melampaui batas norma budaya dan adat istiadat yang selama ini dijaga di Bumi Gora (Lombok).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dispar NTB, Chandra Aprinova, menegaskan bahwa budaya lokal Lombok seharusnya dijaga kesakralannya, terutama karena menjadi salah satu daya tarik utama dalam promosi pariwisata daerah.
“Sangat kita sayangkan jika ada yang melampaui batas dan keluar dari koridor budaya adat kita. Padahal adat kita ini indah, sangat artistik, dan kaya akan nilai seni. Tapi karena ada sekelompok oknum yang kelewatan dalam menampilkan tarian tersebut, jadinya mencoreng wajah budaya kita,” tegas Chandra, Senin (26/5).
Chandra mengungkapkan bahwa tarian Kecimol sebenarnya adalah bagian dari kesenian yang mengandung nilai estetika tinggi. Namun dalam pelaksanaannya di masyarakat, kadang muncul penampilan yang viral karena tidak sesuai dengan norma dan budaya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong segera digelar pertemuan lintas sektor, seperti Dinas Kebudayaan, Majelis Adat Sasak, dan tokoh masyarakat, untuk menyepakati pembentukan awik-awik (hukum adat) terkait batasan penampilan budaya.
“Sebenarnya tidak ada masalah dengan budayanya. Yang salah adalah oknum-oknum yang melampaui batas pertunjukan. Kami ingin ke depan ada kesepakatan bersama terkait sejauh mana pertunjukan seni boleh ditampilkan, agar tidak melanggar etika dan adat istiadat kita,” jelasnya.
Fenomena serupa, kata Chandra, bukan kali ini saja terjadi. Beberapa tahun terakhir, sudah pernah ada aksi serupa yang menuai kecaman. Bahkan para tokoh adat sempat memberi peringatan agar kejadian tersebut tidak terulang. Sayangnya, kasus serupa kembali terjadi.
“Tiap tahun banyak kegiatan masyarakat yang menggelar hiburan, dan selalu saja ada oknum yang melakukan pelanggaran. Ini harus disikapi serius, karena berkaitan dengan identitas budaya kita,” ujarnya.
Dinas Pariwisata NTB juga menyarankan agar awik-awik yang dibuat memiliki kekuatan sanksi yang tegas. Misalnya kelompok seni yang melanggar tidak diizinkan tampil selama beberapa tahun, atau bahkan dicabut izin tampilnya di acara-acara publik seperti nyongkolan dan hajatan.
“Sanksi ini penting, agar semua pelaku seni menghormati batasan dan tidak semena-mena. Ini bukan hanya soal hiburan, tapi soal menjaga marwah budaya kita,” tegasnya.
Chandra juga mengingatkan bahwa budaya adalah bagian dari identitas yang dijual kepada wisatawan, terutama wisatawan mancanegara. Menurutnya, wisatawan justru tertarik dengan seni budaya NTB karena keasliannya, seperti Gendang Beleq, dan bukan karena tampilannya yang vulgar.
“Mereka itu tertarik nonton karena mau melihat keaslian kita. Kalau yang terbuka atau erotis itu sudah biasa bagi mereka (wisatawan mancanegara). Tapi kalau yang budaya benar-benar tinggi dan menjaga tata krama serta menjaga Batasan, itulah yang sebenarnya keunikan. Artinya tidak sama budayanya dengan yang mereka lihat (di tempat asalnya). Itulah keunikan yang ingin kita jual,” katanya.
Chandra mengatakan, bahwa inisiatif penyusunan awik-awik bisa datang dari Dinas Pariwisata, namun pelaksanaan dan pendampingannya menjadi ranah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, serta tokoh adat.
“Tapi inisiatif boleh datang dari kami. Karena teman-teman sudah mengajak kita. Nanti kami yang menindaklanjuti dengan stakeholder terkait,” jelasnya.
Sebelumnya, sebuah akun media sosial “Hai Lotim” mengunggah surat terbuka untuk Gubernur NTB, mengecam pertunjukan Kecimol yang berbau erotis. Dalam surat tersebut, ditegaskan bahwa budaya Lombok dikenal unik dan penuh estetika, namun kini berubah menjadi tontonan yang mengandung unsur pornografi.
“Mamiq (Gubernur Iqbal), ini sudah di luar batas. Sampai hari ini belum ada pihak yang menegur tegas. Karena itu, kami mohon Mamiq memberi atensi kepada persoalan ini,” bunyi surat terbuka tersebut.
Dalam unggahan tersebut, juga ditampilkan beberapa contoh konten di media sosial yang menunjukkan aksi penari erotis di hadapan anak-anak. Hal ini dianggap merusak citra Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid dan rumah para tuan guru.
Pihaknya juga mendesak agar Pemprov NTB menertibkan grup kesenian yang menampilkan unsur erotisme. Melarang undangan kelompok seni yang menampilkan pertunjukan tidak senonoh dalam acara masyarakat.
Demikian menindak kreator konten yang dengan bebas mengunggah video dengan caption amoral. Menyusun strategi perlindungan digital bagi masyarakat dari paparan pornografi budaya. “Semua ingin marwah Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid, rumahnya para tuan guru tetap terjaga. Jangan sampai nama kita jadi berbeda, berubah menjadi “Pulau Seribu Anco-Anco”,” tulisnya menutup surat terbuka itu. (rat)