Dirut PT BAL dan Mantan Dirut PT GNE Jadi Tahanan Kota

PENANGGUHAN PENAHANAN: Dirut PT BAL William John Matheson dan mantan Direktur PT GNE Samsul Hadi saat menghadiri sidang beberapa waktu lalu. (DOKUMEN RADAR LOMBOK)

MATARAM-Direktur PT Berkah Air Laut (BAL) William John Matheson dan mantan Direktur PT Gerbang NTB Emas (GNE) Samsul Hadi tidak lagi berada di balik jeruji besi.

Dua terdakwa kasus eksplorasi air tanah tanpa izin di Gili Trawangan dan Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara (KLU) itu ditangguhkan penahanan. Keduanya tidak lagi berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat, sudah sepekan lebih. Terhitung dari 29 Juli 2024, sesuai tanggal pengalihan penahanan lapas menjadi tahanan kota. “Iya, Senin 29 Juli kemarin pengalihan,” kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram Kelik Trimargo kepada Radar Lombok, Rabu (7/8).

Lalu Moh Sandi Iramaya selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut memberikan penangguhan penahanan kedua terdakwa lantaran sakit. Bahkan, kedua terdakwa tidak hadir dalam persidangan selama 3 kali. “Terdakwa tidak hadir sidang 3 kali. Alasan penuntut umum karena terdakwa sakit,” ungkapnya.

Mereka 3 kali tidak hadir dalam persidangan sebelum diberikan penangguhan penahanan. Terdakwa tidak hadir dalam persidangan dengan adanya surat keterangan sakit dari dokter. Akan tetapi, Kelik tidak mengetahui pasti sakit apa yang diderita terdakwa.

“Tidak hadir dengan surat keterangan sakit dari dokter. (Terdakwa sakit apa) ndak tahu saya, saya ndak bisa tanya sampai situ. Kewenangan majelis itu,” sebutnya.
Sebelumnya, pengalihan penahanan menjadi tahanan kota itu telah dimohonkan kedua terdakwa pada sidang pertama, dengan agenda pembacaan dakwaan dari penuntut umum, pada 20 Juni 2024.

Namun, hakim belum mengabulkan saat itu. Hakim yang diketuai Lalu Moh Sandi Iramaya mengabulkannya dan mengalihkan penahanan kedua terdakwa menjadi tahanan kota, terhitung pada 29 Juli 2024. “Sekarang menjadi tahanan kota,” ujar Kelik.
Saat pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut, terungkap terdakwa Samsul Hadi mengantongi keuntungan Rp 1,25 miliar dari aktivitas eksplorasi air tanah tanpa mengantongi izin di Gili Trawangan dan Gili Meno.

Samsul Hadi mendapatkan keuntungan tersebut dari Direktur PT BAL William John Matheson yang diberikan secara bertahap dengan nominal berbeda. Pemberian uang itu mulai November 2019 sampai Oktober 2022. Itu berdasarkan bukti transfer perbankan milik terdakwa William John Matheson kepada Samsul Hadi.

“Dengan demikian, terdakwa Samsul Hadi selaku Direktur PT GNE mendapatkan penghasilan dari kerja sama dengan PT BAL dalam kegiatan pengelolaan air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno dengan total Rp 1,25 miliar,” kata Danny Curia Novitawan mewakili tim jaksa penuntut umum membacakan dakwaan di ruang sidang PN Mataram, waktu itu.
Aktivitas eksplorasi air tanah di dua gili yang dilakukan PT GNE bekerja sama dengan PT BAL tersebut, tanpa mengantongi surat izin pengeboran (SIP) dan surat izin pemanfaatan air tanah (SIPA) dan mengakibatkan adanya kerusakan sumber air, prasarana dan atau sumber air.

“Hal ini sesuai dengan hasil laporan pengecekan kondisi air tanah di sumur bor milik PT BAL di Gili Trawangan oleh Iskandar Dosen Fakultas Teknik Perminyakan ITB (Institut Teknologi Bandung) ahli di geologi kimia air ITB,” ucapnya.

Dalam dakwaan kedua terdakwa, jaksa turut mencantumkan hasil kesimpulan ahli geologi tersebut. Menunjukkan air tanah di sumber produksi air sumur bor terdekat telah terkontaminasi air laut.

“Hasil ini telah memperkuat hasil studi sebelumya, yang menyebutkan pengambilan air tanah tidak mengakibatkan penurunan muka air, tetapi masuknya air laut ke akuifer dan menggantikan air tawar di akuifer,” sebutnya.

Kerusakan lingkungan telah terjadi, di mana air tanah di wilayah kajian sumur PT BAL menjadi lebih asin. Kerusakan lingkungan air tanah yang diakibatkan masuknya air asin, yaitu masuknya air laut ke sumur air tanah. “Kerusakan ini mengakibatkan air tanah di sumur produksi dan sekitarnya menjadi lebih asin dan tidak dapat dikendalikan secara alami karena resapan air yang terbatas,” ucap dia.

Areal resapan juga menjadi sempit. Efek jangka panjang aktivitas pengeboran tersebut, dapat mengakibatkan degradasi kualitas tanah dan air tanah yang berada di sekitar kawasan pengeboran.
Jaksa dalam dakwaan juga menyampaikan bahwa PT BAL sebagai pelaksana teknis dari penyediaan air minum untuk masyarakat di Gili Meno dan Trawangan membangun dua lokasi sumur bor. “Satu (sumur bor) berada di Gili Meno dan satu lagi di Gili Trawangan,” ungkapnya.

Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa disebut melanggar Pasal 70 huruf D junto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 69 huruf A dan B serta Pasal 69 huruf A dan B UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air junto Pasal 56 ke-2 KUHP. (sid)

Komentar Anda