Dirut DMB Minta Pakar Tunjukkan Bukti

MATARAM – Direktur Utama PT Daerah Maju Bersaing (DMB) Andy Hadianto meminta kepada para pakar hukum dan juga pengamat untuk memberikan bukti dalam berbicara.   Hal itu dinilai sangat penting  agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang benar dan menyeluruh  terkait penjualan  6 persen saham  PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) milik perusahaan daerah PT DMB.

Menurut Andy, pernyataan guru besar Universitas Mataram Prof Dr Zainul Asikin maupun Ketua Pusat Study Hukum dan Analisis Kebijakan Universitas Mataram, Dr Lalu Wira Pria Suhartana sangat dihargainya. Kritikan tersebut menunjukkan rasa kepedulian terhadap daerah. Namun ia meminta agar ada bukti yang disampaikan. “Kalau memang penjualan melanggar hukum, hukum mana yang dilanggar ? Pasal yang mana ?,” ujarnya Jumat kemarin (15/7).

Dikatakan, hak setiap orang untuk memberikan pendapat. Tetapi sudah seharusnya berbicara dengan bukti nyata. “Saya sampaikan terimakasih atas pendapatnya, tapi itu kan pendapatnya Prof Asikin. Ya silahkan saja, tapi kita juga punya pendapat dan punya ahli hukum,” katanya.

Salah satu yang dipersoalkan oleh para pakar adalah penjualan saham yang tidak melalui beauty contest. Menurut Andy, sampai detik ini dirinya belum melihat dan tidak mengetahui ada Undang-Undang (UU) yang mengharuskan penjualan saham melalui beauty contest.

Selain itu, dalam proses penjualan saham PT DMB juga memiliki pakar hukum. Oleh karena itu, tentunya apa yang dilakukan saat ini telah melalui kajian hukum. “Kan kita juga punya professor hukum, makanya tunjukkan saja mana undang-undang yang mengharuskan beaty contest,” ujar Andy.

Andy sendiri tidak ada rencana untuk bertemu ataupun berdiskusi dengan pakar hukum yang mengeluarkan kritikan. Namun ia mempersilahkan apabila ada keinginan untuk membuat seminar, Andy pasti akan menghadirinya. “Masa saya harus diskusi dengan guru-guru saya, kalau memang mau nanti mereka bisa diskusi sesama profesor hukum yang kita punya, itu kan teman-temannya Pak Prof Asikin juga,” katanya.

Lalu bagaimana dengan nasib dividen yang belum dibayarkan PT Multi Daerah Bersaing (PT MDB) perusahaan konsorsium PT DMB dan PT Multi Capital (MC) pemegang 24 persen saham PTNNT ( 6 persen PT DMB dan 18 Persen PT MC) kepada Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Sumbawa, atas kepemilihan 6 persen saham PTNNT selama ini ?. Menurut Andy, telaha ada kesepakatan untuk  menggunakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nantinya BPK akan  menghitung soal dividen apakah sudah lebih terbayar atau sebaliknya.

Baca Juga :  BPK Belum Audit PT DMB

Apabila PT Multi Capital (MC) telah lebih membayar, maka pemda tidak perlu mengembalikan kelebihan itu. Namun apabila PT MC kurang membayar maka haruslah dilakukan pembayaran tersebut. “Itu kesepakatan kita, MDB  sudah bersurat ke BPK soal itu. Tapi sampai saat ini beluma da tindaklanjut,” terang Andy.

Namun, hal yang harus diketahui masyarakat lanjut Andy, penjualan saham bisa saja akan dibatalkan apabila dua syarat dari dirinya tidak disepakati oleh pembeli. Dua syarat tersebut yaitu daerah mendapatkan pekerjaan di PTNNT seperti sebagai sub kontraktor. “Dan yang kedua,  harus ada perwakilan pemda duduk sebagai komisaris disana,” ucapnya.

Dengan tegas, Andy menyebut bahwa dirinya akan membatalkan penjualan saham apabila kedua syarat tersebut tidak dipenuhi pembeli. “Wajib itu, kalau mereka tidak sepakat maka saya tidak akan jual. Kita batalkan saja penjualan saham,” tegasnya.

Ditanya nilai saham yang telah dilakukan tandatangan perjanjian jual-beli itu, Andy mengaku tidak mengetahuinya. Dirinya sampai saat ini belum melihat lansung isi perjanjian jual beli tersebut, padahal posisi Andy Hadianto di PT MDB merupakan seorang komisaris.

Sebelumnya, para pakar memberikan kritikan tajam atas penjualan saham 6 persen milik PT DMB. Proses penjualan saham dinilai tidak sesuai aturan karena melanggar UU dan cacat hukum.

Pengamat Hukum dan Pemerintahan Universitas Mataram (Unram), Lalu Wira Pria Suhartana menilai penjualan saham tidak transparan dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang (UU).

Penjualan saham terangnya, harus dilakukan secara transparan. Artinya masyarakat harus dapat mengetahui aset yang dimiliki oleh daerah akan dijual kepada pihak lain, baik jenis, jumlah dan nilainya. “Sekarang saya tanya, berapa harga saham kita itu dijual ? Kok kita tidak tahu, kenapa disembunyikan ? Ini perusahaan daerah atau perusahaan pribadi sebenarnya,” ujar Wira.

Baca Juga :  Tagih Uang Penjualan Saham, TGB Ancam Gunakan Pengacara Negara

Mengingat PT DMB adalah Perusahaan daerah, seharusnya seperti pada pengadaan barang dan jasa dimana semua orang dapat mengakses informasi terkait pengadaan tersebut. Bahkan, seharusnya DMB membuat pengumuman berkaitan agenda penjualan tersebut, dan menjelaskan bahwa keputusan penjualan saham telah melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dijelaskan, dalam ketentuan yang berkaitan dengan penjualan aset daerah telah ditentukan mekanismenya melalui lelang atau terbuka (beauty contest). Ketentuan itu merupakan tata cara yang harus dipatuhi ketika ada pemindahtanganan aset milik daerah. “Dalam kaitan pemindahtanganan aset daerah seperti jual beli, hibah, tukar menukar, dan penyertaan modal terdapat mekanisme yang telah ditentukan tata cara peralihannya, bukan diam-diam seperti ini,” ucap Wira.

Wira juga menyorot tindaklanjut rekomendasi DPRD NTB dalam penjualan saham. Ia melihat rekomendasi seperti nasib dividen yang belum dibayar, audit PT DMB dan lain-lain belum dilakukan. Menurutnya, penjualan aset yang harus mendapatkan persetujuan dewan sudah menjadi kewajiban mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh DPRD.

Hal yang sama disampaikan pakar hukum NTB Prof Dr H Zainul Asikin.Penjualan saham tanpa melalui beauty contest adalah pelanggaran hukum. Begitu juga dengan persetujuan DPRD yang tidak melalui rapat paripurna. Semua itu berpotensi memunculkan kerugian negara dan ada indikasi korupsi.

Selain indikasi kerugian negara yang disebabkan tidak melalui beauty contest, sebenarnya dengan menjual saham secara otomatis daerah telah rugi. Belum lagi soal dividen yang harus diterima Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Sumbawa atas kepemilikan saham itu dari PT Multi Capital perusahaan yang diajak membeli saham Newmont,  bertahun-tahun tidak diterima daerah, hal itu telah nyata-nyata merugikan rakyat NTB.(zwr)

Komentar Anda