
MATARAM — Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB periode 2016-2019, Rosiady Husaenie Sayuti, diperiksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB, di kasus yang menjeratnya, terkait korupsi kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NTB Convention Center (NCC), antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT Lombok Plaza.
Mantan pejabat di era kepemimpinan Gubernur NTB periode 2008-2018 TGB Muhammad Zainul Majdi itu diperiksa dari pukul 11.00 Wita. Ia keluar dari dari ruang pemeriksaan pukul 18.23 Wita, usai dicecar 69 pertanyaan oleh penyidik.
“Pemeriksaan hari ini (kemarin) ada sekitar 69 pertanyaan,” kata Rosiady melalui kuasa hukumnya, Rofiq Ashari usia pemeriksaan, Kamis (20/2).
Dalam pemeriksaan tambahan sebagai tersangka itu, Rofiq tidak memungkiri bahwa Rosiady menyebut banyak nama. Terlebih lagi, pertanyaan penyidik tidak terlepas dari data-data seputaran perjanjian hingga proses kontrak kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NCC antara Pemprov NTB dengan PT Lombok Plaza.
Akan tetapi, nama-nama yang disebutkan Rosiady dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersebut enggan dibocorkan. “Cukup banyak ya (menyebutkan nama orang lain),” ungkapnya.
Perjanjian kerja sama yang dibuat dalam pemanfaatan lahan untuk pembangunan NCC itu berdasarkan hasil rapat bersama. “Jadi, ada banyak orang sempat disebutkan dalam rapat (pembangunan NCC). Ada beberapa orang yang disebutkan di BAP. Ada pejabat,” sebutnya.
Adanya pemeriksaan terhadap Rosiady itu dibenarkan Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati NTB, Hendarsyah YP. Pemeriksaan dari siang hingga petang itu, hanya pemeriksaan tambahan saja. “Iya benar, pemeriksaan tambahan sebagai tersangka saja,” singkatnya.
Rosiady keluar dari ruang penyidik mengenakan rompi tahanan Kejati NTB, sembari menenteng berkas bersampul cokelat. Rosiady enggan memberi komentar terkait kasus yang menjeratnya tersebut. Ia hnya meminta doa ke masyarakat.
“Terimakasih atas simpati teman-teman ya. Doa masyarakat untuk saya bisa melalui ujian ini dengan baik, sesuai dengan prosedur. Mohon doa saja ya,” timpalnya sembari berjalan menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan Kelas IIB Praya, Loteng.
Kejati sebelumnya menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Selain Rosiady Husaenie Sayuti, ada nama mantan Direktur PT Lombok Plaza, Doli Suthajaya.
Kepala Kejati NTB Enen Saribanon sebelumnya menyebutkan peran dari masing-masing kedua tersangka tersebut. Doli Suthajaya selaku Direktur PT Lombok Plaza waktu itu melakukan penandatangan terhadap kerja sama dengan Pemprov NTB untuk membangun NCC di lahan milik Pemprov yang berada di Jalan Bung Karno, Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram.
“Dimana, dalam melakukan kerja sama itu ada untuk kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan aset di Pemprov. Dan kemudian di dalamnya terjadi penyimpangan,” katanya.
Sementara, untuk peran Rosiady Husaenie Sayuti melakukan penandatangan dan menerima aset pemerintah berupa pengganti gedung Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dari PT Lombok Plaza senilai Rp 4 miliar lebih, yang sebelumnya berdiri di lahan seluas 31.963 meter persegi tersebut. Seharusnya, gedung pengganti yang diterima oleh pemerintah sebesar Rp 12 miliar.
“Untuk pembangunan NCC ini harus merelokasi beberapa gedung (yang sebelumnya sudah ada), seperti ruislag (tukar guling atau tukar menukar yang didasarkan atas persetujuan pemerintah) lah. Kemudian Labkesda, (termasuk) farmasi di dalamnya itu dilakukan pembangunan sebelum itu. Yang memang dalam pembangunan (Labkesda) itu adalah disebutkan nilainya Rp 12 miliar. Ternyata faktanya, yang dibangun itu gedung itu hanya senilai Rp 4 miliar lebih,” ungkapnya.
Pembanguan Labkesda senilai Rp 4 miliar lebih itu juga memiliki kekurangan, tidak sesuai spesifikasi.
Kendati tidak sesuai perjanjian, gedung baru tersebut tetap diterima oleh Rosiady Husaenie Sayuti.
“(Labkesda baru) Itu diterima oleh (mantan) Sekda NTB dalam keadaan yang memang seharusnya belum memenuhi persyaratan. Akibatnya, sekarang Labkesda yang seharusnya dibangun Rp 12 miliar itu, yang hanya dibangunkan Rp 4 miliar itu tidak sesuai dengan peraturan Permenkes. Itu bahwa tidak memenuhi standar, tidak bisa digunakan,” ujarnya.
Kasus ini masih dalam tahap penyidikan. Kejati NTB masih mendalami adanya peran orang lain, dan kemungkinan besar adanya penambahan tersangka. “Kita lihat nanti dari perkembangan hasil pemeriksaan selanjutnya, kita liha juga nanti dipersidangan bagaimana. Tidak menutup kemungkinan seperti itu (ada tambahan tersangka),” sebutnya.
Kasus yang telah menetapkan dua tersangka ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 15,2 miliar berdasarkan hasil hitung Akuntan Publik. Kejati menahan kedua tersangka secara terpisah.
Tersangka Doli ditahan di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lobar.
Sedangkan Rosiady ditahan di Rutan Kelas IIB Prya, Loteng. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (sid)