Dinas Dianggap Lamban Tangani Kelangkaan Pupuk di Lobar

PUPUK: Tanaman padi petani di Lombok Barat membutuhkan pupuk yang cukup.(Fahmy/Radar Lombok)

GIRI MENANG – Pupuk langka selalu jadi keluhan petani jelang tibanya musim tanam. Kondisi ini menjadi sorotan kalangan DPRD Lobar. Dewan menyoroti lambannya OPD terkait mengantisipasi masalah kelangkaan pupuk ini. Semestinya dinas cepat mengambil langkah, yakni dengan mempercepat mempercepat pengusulan RDKK (Rencana Detail Kebutuhan Kelompok) pupuk.

Anggota DPRD Lobar sekaligus Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Narmada, H. Jumahir, mengatakan, aturan distributor ke pengecer dan kelompok ada perbedaan dari fakta lapangan yang ada. Kalau aturan distributor, setiap 1 Januari harus masuk E-RDKK dari masing-masing kelompok tani. Data direkap oleh pengecer, kemudian direkap di tingkat kecamatan dan kabupaten barulah ke pusat. Dari sini diketahui kebutuhan pupuk masing-masing provinsi, kabupaten hingga desa. Sehingga biasanya, pergantian tahun ada proses rekapan nasional.

Sedangkan di lapangan, pertumbuhan tanaman petani lagi membutuhkan pupuk. Kalau itu belum kelar (rekap per kabupaten dan provisi), pupuk ini mengalami kelangkaan karena terlambat.”Kalau RDKK bisa diusulkan lebih cepat, tidak menunggu bulan Desember, bisa jadi kebutuhan pupuk petani bisa direkap lebih awal,” kata Jumahir.

Seperti saat ini yang terjadi di Lobar. Pupuk langka dan merugikan petani. Penggunaan pupuk tidak bisa ditunda. Kalau ditunda maka fatal bagi petani. Menurutnya, hal ini sebenarnya bisa dicegah dengan mempercepat input data RDKK oleh dinas terkait. Jangan merekap data di bulan Desember. Artinya dilakukan jauh sebelum akhir tahun supaya bulan Januari bisa dilakukan penebusan pupuk untuk alokasi yang ada. “Karena Desember itu sudah dilakukan pemupukan, bahkan ada pemupukan kedua,” jelasnya.

Baca Juga :  Jalan Labuan Tereng-Eyat Mayang tak Kunjung Diperbaiki

Pupuk langka sangat dirasakan adalah petani yang berada di wilayah IP300 (indeks pertanaman tiga kali pertahun). Artinya penanaman padi dilakukan tiga kali pertahun. Seperti di daerah Narmada, Lingsar, dan Labuapi. “ Di tiga kecamatan ini terasa pupuk limit di tingkat petani,” imbuhnya.
Selain itu, gejolak pupuk ini bisa diantisipasi dengan mendorong pro aktif petugas PPL. Sebab kadangkala, data RDKK itu hampir tiap tahun berubah karena beberapa faktor. “Kalau ini PPL harus lebih awal melakukan pendataan di masing-masing Poktan,” sarannya.

Harapannya selaku KTNA dan legislatif, pemerintah tidak menerapkan pupuk non subsidi. Karena untuk level NTB belum bisa diterapkan pupuk non subsidi dengan beberapa ketentuan. Diantaranya lahan kepemilikan petani rata-rata di bawah dua hektar. Kalau di atas dua hektar petani harus menggunakan pupuk non subsidi. Selain itu di NTB belum ada perusahaan perkebunan menggunakan pupuk non subsidi. Sehingga diharapkan 100 persen pupuk yang beredar di NTB adalah pupuk subsidi sehingga bisa terjangkau oleh petani.” Kalaupun pemerintah ingin mengurangi pupuk subsidi, maka tidak apa-apa dinaikkan harga namun balance dengan harga gabah kering panen,” ungkapnya.

Baca Juga :  Pemkab Lobar Laporkan 19 Aset Bermasalah ke KPK

Sementara itu berdasarkan data Dinas Pertanian Lobar, alokasi pupuk tahun ini sudah keluar. Jatah pupuk untuk Lobar mencapai 9.173 ton urea, 2.235 ton NPK, organik organul 525 ton dan pupuk organik cair 403 ton.

Kepala Seksi (kasi) Pupuk, Pestisida dan Alsintan Dinas Pertanian Lombok Barat I Wayan Sudartha mengatakan, untuk tahun 2021 masih ada pupuk subsidi sebanyak 700 ton, namun tidak bisa ditebus karena rekomendasinya masih kecil dan adanya masalah administrasi di sistem. “ Terkait harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi pemerintah, itu menjadi kewenangan pusat. Dan terkait harga eceran pupuk non subsidi itu murni mekanisme pasar, dan kita tidak ada kewenangan,” jelasnya.

Sebenarnya tata niaga pupuk itu diatur oleh Dinas Perdagangan. Dinas Pertanian hanya mengawal dan memastikan berapa pupuk yang sampai petani dan itulah yang dibayar subsidinya oleh pemerintah. Harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi pemerintah berdasarkan Permentan nomor 49 tahun 2021, yakni harga pupuk urea Rp 2.250/kg, pupuk SP-36 Rp. 2.400/kg pupuk ZA Rp 1.700/kg pupuk NPK Rp. 2.400/kg dan Petroganik Rp.800/kg.(ami)

Komentar Anda