Dikes Belum Jamin NTB Bebas Vaksin Palsu

MATARAM – Merebaknya isu vaksin palsu baru-baru ini membuat para orangtua khawatir termasuk di wilayah NTB.

Sekretaris Dinas Kesehatan (Dikes) Provinsi NTB yang juga Plt Kepala Dinas Khairul Anwar belum berani menjamin di daerah ini bebas vaksin palsu. Pasalnya Inspeksi Mendadak (Sidak) atau pemeriksaan  terhadap penyedia vaksin belum dilakukan di seluruh wilayah.

Diakui Khaerul, sejak merebaknya isu vaksin palsu pihaknya baru bisa turun menyentuh Kota Mataram saja. Sementara 9 Kabupaten/Kota lainnya belum dilakukan pemeriksaan. “Vaksun palsu tidak ada di NTB belum dijamin, kita masih telusuri, dan akan berkoordinasi dengan Polda,” jawabnya kepada Radar Lombok, Minggu kemarin (26/6).

Pihaknya telah mulai turun memeriksa hanya di Kota Mataram saja sejak Jum’at lalu. Dan sejauh ini belum ditemukan adanya vaksin palsu di Kota Mataram. “Sejauh ini juga belum ada laporan dari petugas kesehatan tentang vaksin palsu tersebut. Di Sarkes pemerintah dan swasta hanya menggunakan produk Biofarma,” terangnya.

Dikes Provinsi NTB sendiri telah menerima Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bernomor TU.02.06/D.1/II.4/912/2016 tertanggal hari Jumat (24/6). Dalam SE tersebut diminta kepada seluruh pemberi pelayanan kesehatan untuk memeriksa dan menelusuri sumber pembelian vaksin.

Baca Juga :  Pelaku Vaksin Palsu Harus Dihukum Berat

Apabila ada indikasi-indikasi yang meragukan kata Khairul, petugas diminta untuk melapor ke Dinas Kesehatan atau Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). “Membeli vaksin harus dari distributor resmi atau gunakan vaksin yang ada di Dikes dan Puskesmas,” ujarnya.

Dijelaskan Khairul, seorang anak setelah diberikan vaksin biasanya mengalami KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). “Kalau ada kejadian KIPI lapor saja ke petugas, memang harus dipantau sampai 42 hari pasca imunisasi. Biar orangtua juga yakin tidak menggunakan vaksin palsu,” himbaunya.

Vaksin palsu yang telah beredar sejak tahun 2003 terdiri dari beberapa jenis yaitu BCG, Campak, Polio, Hepatitis B, dan Tetanus Toksoid.

Khairul mengimbau semua pelaksana pelayanan imunisasi baik di lingkup pemerintah maupun swasta untuk memeriksa kembali sumber pembelian jenis-jenis vaksin tersebut.

Anak yang terkena vaksin palsu sangat beresiko, anak akan terkena infeksi. Pembuatan vaksin palsu yang tidak steril dan tidak mengikuti prosedur seperti pembuatan vaksin asli akan menimbulkan banyak kuman dan menyebabkan infeksi. Gejala infeksi tersebut antara lain demam tinggi disertai laju nadi cepat, sesak napas dan anak sulit makan.

Baca Juga :  Dikes Dinilai Lelet Tangani Pasien Gizi Buruk

Hingga saat ini, barang bukti vaksin palsu baru ditemukan di tiga daerah yakni Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. “Besok Senin jam satu siang ada konferensi pers soal vaksin di BPOM, lebih jelasnya disana saja ya,” tutup Khairul.

Para orangtua di NTB memang sedang panik dan khawatir dengan isu vaksin palsu ini. Hal itu diungkapkan oleh Ada Suchy Makbullah yang memiliki bayi pertamanya. Ia  sangat khawatir dengan nasib bayinya, sementara pemerintah daerah sampai saat ini belum juga memberikan kejelasan.

Suchy Makbullah menilai pemerintah daerah terkesan sangat lamban mengantisipasi dan menangani isu vaksin palsu. “Saya bingung juga kenapa tidak ada info resmi dari Dinas Kesehatan, apakah NTB aman atau tidak. Saya sangat khawatir apalagi ini baru pertama kali saya punya bayi yang tetap divaksin,” curhatnya. (zwr)

Komentar Anda