
MATARAM — Sidang gugatan perdata yang diajukan PT Karya Pendidikan Bangsa terhadap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa kemarin (3/6).
Gugatan tersebut dilakukan, terkait proyek pengadaan Smart Class senilai Rp9,8 miliar, yang disebut belum dibayar oleh pihak Dikbud NTB.
Kepala Dikbud NTB, Abdul Azis, membenarkan adanya gugatan tersebut. “Dari kami (Dikbud NTB, red), pihak Biro Hukum yang mewakili,” ujarnya, kemarin.
Kuasa hukum PT Karya Pendidikan Bangsa, Zaenal Abidin, menjelaskan bahwa sidang hari ini (kemarin), berlanjut dengan agenda mediasi yang dijadwalkan pekan depan. “Sidang dilanjutkan mediasi minggu depan,” katanya.
Dalam petitum gugatan yang tercantum pada laman resmi PN Mataram, pihak penggugat meminta Majelis Hakim mengabulkan gugatan secara keseluruhan. Salah satu poin utama adalah pernyataan bahwa Dikbud NTB telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji, atas kesepakatan yang telah disepakati bersama.
PT Karya Pendidikan Bangsa menuntut kerugian materiil sebesar Rp12.255.168.000, dan kerugian immateriil senilai Rp1.500.000.000, sehingga total gugatan mencapai Rp13.755.168.000.
Tak hanya itu, penggugat juga meminta agar sebidang tanah dan bangunan milik Dikbud NTB di Jalan Pendidikan No. 19A, Kota Mataram, turut disita sebagai jaminan.
Selain itu, mereka juga meminta Majelis Hakim menghukum Dikbud NTB untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta per hari, jika lalai menjalankan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Untuk diketahui, gugatan ini bermula dari proyek pengadaan Smart Class yang menurut PT Karya Pendidikan Bangsa telah dikunci dalam sistem e-catalog, dan tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dinas.
Setelah pengiriman barang elektronik dilakukan lengkap dengan berita acara serah terima, pihak Dikbud NTB disebut menolak melakukan pembayaran. “Yang jelas poinnya wanprestasi. Tidak sesuai dengan tandatangan bersama dalam hal pengadaan barang,” tegas Zaenal.
Barang tersebut diterima oleh salah satu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dikbud NTB, dan pegawai PBJ Pemprov NTB berinisial R.
Zaenal menduga ada sejumlah penyebab tidak tersalurnya pembayaran, antara lain karena proses unggah yang dilakukan secara manual dan tidak terintegrasi, ketiadaan anggaran meski pelelangan telah dilakukan, atau karena anggaran dialihkan untuk pengadaan yang dianggap lebih prioritas.
Sebelum membawa perkara ini ke meja hijau, pihak perusahaan juga telah dua kali melayangkan somasi dan mendatangi langsung kantor Dikbud NTB. Namun tidak ada tanggapan ataupun itikad baik dari pihak tergugat, sehingga akhirnya ditempuh melalui jalur hukum. (rie)