Dicecar Pertanyaan, Adik Ipar Moeldoko Kebingungan di Persidangan Kasus Korupsi KUR Jagung dan Tembakau

BERSAKSI: Arif Rahman selaku Komisaris PT SMA dihadirkan sebagai saksi dalam kasus korupsi KUR tembakau dan jagung di Lotim dan Loteng. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Adik ipar Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko, Arif Rahman dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tani di Lombok Timur dan Lombok Tengah tahun 2020-2021.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Senin (15/5) kemarin, Arif Rahman dicecar sejumlah pertanyaan oleh Ilham, selaku penasihat hukum dari terdakwa Amirudin, mantan Kepala Bank BNI Cabang Mataram.

Salah satunya mengenai Moeldoko dan Indah Megahwati yang melakukan pertemuan di rumah pribadi Ketua HKTI NTB, Rumaksi SJ, yang saat ini masih aktif menjadi Wakil Bupati (Wabup) Lotim. Dan pertemuan itu ada membahas soal program KUR untuk petani di Lotim dan Loteng. “Mmmm, kayaknya menjelaskan,” katanya.

Komisaris PT Sumba Multi Agriculture (SMA) ini juga mengakui bahwa perjanjian kerja sama (PKS) antara PT SMA dan Bank BNI Mataram terlaksana, setelah ada permasalahan.

Akan tetapi dalam perjalanannya PT SMA dalam program KUR tersebut, mengundurkan diri selaku offtaker. Apa alasan PT SMA mengundurkan diri sebagai offtaker dalam program KUR di wilayah Jerowaru, saksi terlihat sedikit kebingungan untuk menjawabnya.

“Intinya gini pak, waktu itu spesifikasi kami tidak terima sama sekali kegiatan yang di Jerowaru,” jawabnya.

Mendengar jawaban saksi, Ilham kembali menegaskan, apakah pengunduran diri PT SMA tersebut membatalkan perjanjian? Saksi hanya menjawab pihaknya tidak terlibat. “Intinya kami tidak terlibat di situ pak,” kelitnya.

Tapi perjanjian itu mengenai KUR tembakau, padi, jagung dan bawang putih, tanya Ilham kembali. Saksi menjawab iya.

Mengenai isi PKS antara PT SMA dan Bank BNI, saksi mengatakan bahwa isinya PT SMA sebagai offtaker dan penyaluran kredit tersebut langsung diterima oleh para petani.

Saksi menyatakan bahwa PT SMA layak untuk menjadi offtaker. Namun saat ditanya PT SMA sudah memenuhi semua persyaratan untuk menjadi offtaker. Saksi menjawab tidak tahu. Apakah kredit tembakau itu lancar, tanya Ilham, saksi menjawab tidak tahu.

Dalam persidangan itu, terungkap bahwa PT SMA ikut mengajukan puluhan nama petani sebagai penerima dana KUR tersebut. Total ada 51 petani yang diajukan. “Dari 51 itu, cair Rp 1 miliar lebih,” sebutnya.

Kendati sebagai Komisaris PT SMA, Arif pun mengaku tidak mengetahui banyak hal tentang program KUR yang menjadi bahan kerja sama dengan PT BNI Cabang Mataram. Melainkan pelaksanaan program KUR untuk wilayah NTB sepenuhnya diketahui Soni, karyawan yang mewakili PT SMA. “Saya kurang paham soal KUR ini, yang banyak tahu itu Sony, PT SMA di sini,” katanya.

Baca Juga :  Lalu Gita Persilakan Pejabat NTB yang Merasa tak Nyaman Mundur

PT SMA dalam program KUR jagung di Kabupaten Lombok Timur merekomendasikan CV ABB melakukan kerja sama secara langsung dengan PT BNI Cabang Mataram. Selain mendapatkan rekomendasi dari PT SMA, CV ABB juga mendapatkan rekomendasi dari Rumaksi, selaku Ketua HKTI NTB, serta rekomendasi dari Sekretaris HKTI NTB Iwan Setiawan.

Berbekal rekomendasi dari PT SMA dan HKTI NTB, Amiruddin sebagai Kepala PT BNI Cabang Mataram memerintahkan penyelia pemasaran menerbitkan memo yang menyatakan CV ABB layak sebagai agen perantara dalam mengelola dan memberikan rekomendasi atas permohonan KUR untuk petani di Kabupaten Lombok Timur.

Tindak lanjut dari adanya penerbitan memo tersebut, Amiruddin melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) dengan Direktur CV ABB M. Herdian Hidayat.

Dalam naskah PKS, tertulis dibuat pada tanggal 27 November 2020. Namun pada faktanya, PKS tersebut dibuat dan ditandatangani pada 8 Januari 2021. Begitu juga dengan penerbitan memo pada 27 November 202 dibuat pada Januari 2021.

Arif pun membenarkan bahwa penandatanganan PKS itu berjalan setelah pihak kejaksaan mencium adanya permasalahan dalam penyaluran KUR tersebut. “Iya, PKS ditandatangani setelah ada masalah,” kata Arif.

Penanggalan dokumen PKS dan memo tersebut dibuat tertanggal mundur atas perintah Amiruddin untuk memenuhi syarat administrasi kerja sama antara PT BNI Cabang Mataram dengan CV ABB.

Secara formal, Amiruddin seharusnya bekerja sama dalam penyaluran dana KUR dengan M. Herdian Hidayat sebagai Direktur CV ABB. Namun, dalam pelaksanaan yang berhubungan dengan kerja sama itu Amiruddin melaksanakan seluruh tahap kegiatan dengan Lalu Irham yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.

Tindak lanjut dari PKS itu pun, Amiruddin menyerahkan data petani di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah dengan jumlah 1.340 orang ke para analis untuk melakukan verifikasi lapangan. Data itu terungkap berasal dari Lalu Irham melalui rekomendasi CV ABB.

Dalam proses verifikasi, terungkap CV ABB tidak memiliki sistem plotting GPS. PT BNI Cabang Mataram juga disebut tidak ada kerja sama dengan kantor wilayah dinas pertanian. Menurut aturan, dua hal tersebut wajib menjadi syarat penyaluran dana KUR.

Karena mengetahui tidak ada kelengkapan syarat tersebut, Amiruddin memerintahkan para analis untuk tidak turun lapangan.

Baca Juga :  Rohmi-Firin Sepakat Berpasangan Menunggu Hasil Survei

Meskipun demikian, permohonan KUR tetap di proses dan disetujui Amiruddin yang ditindaklanjuti dalam bentuk perjanjian kredit dan pencairan. Data yang digunakan PT BNI Cabang Mataram adalah data petani dari CV ABB.

Sesuai kesepakatan antara Amiruddin dengan Lalu Irham, pencairan KUR diberikan dalam bentuk sarana dan prasarana produksi pertanian (saprotan) dengan syarat pemblokiran rekening debitur.

Dengan adanya kesepakatan tersebut, Amiruddin kemudian menerbitkan dan menandatangani surat persetujuan kredit dan perjanjian kredit serta realisasi KUR untuk 789 debitur dari kalangan petani. Total penyaluran mencapai Rp29,95 miliar.

Dalam rincian, 779 debitur berasal dari kalangan petani jagung di Desa Pemongkong, Desa Sekaroh, Desa Seriwe, Desa Ekas Buana dan Desa Kwang Rundun di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur dengan nilai KUR Rp29,6 miliar.

Kemudian, 10 debitur dari kalangan petani tambakau di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah dengan KUR senilai Rp345 juta.

Tindak lanjut dari kesepakatan itu pun, Lalu Irham membuat sebuah mekanisme agar penyaluran seolah-olah sudah terlaksana, yakni dengan memanfaatkan perusahaan miliknya yang lain, yakni PT Mitra Universal Group (MUG). Perusahaan tersebut pun dibuat Lalu Irham agar ditunjuk oleh CV ABB sebagai distributor saprotan.

Sesuai perintah Lalu Irham, Halmiatus Sya’ban staf dari CV ABB membuat berita acara serah terima barang dari perusahaan ke para debitur. Seluruh tanda tangan dan kelengkapan administrasi dipalsukan sesuai data.

Selanjutnya, agar uang yang masuk ke rekening para petani penerima bantuan masuk ke kantong Lalu Irham, Lalu Irham membuat mekanisme PT MUG mengajukan permohonan pembayaran saprotan kepada CV ABB.

Dengan dasar permohonan tersebut, CV ABB mengajukan pemindahbukuan dana KUR dari rekening para debitur penerima bantuan ke rekening PT MUG.

Dalam kasus ini pun pihak kejaksaan mengantongi adanya kerugian negara Rp29,6 miliar sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. Angka tersebut muncul dari pemindahbukuan dana KUR dari rekening para petani yang ada di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.

Sebagai terdakwa, penuntut umum mendakwa Amiruddin dan Lalu Irham melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (cr-sid)

Komentar Anda