Dianggap Malas, Ratusan Tenaga Kontrak Dipecat

Anding Duwi Cahyadi (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

TANJUNG–Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) memecat atau memberhentikan ratusan tenaga kontrak per akhir Desember 2021. Alasannya, mereka dinilai malas bekerja dan tidak patuh terhadap pimpinan.

“Yang kita mau berhentikan itu sekitar 200 tenaga kontrak dari jumlah yang ada. Itupun mereka diberhentikan karena kinerjanya sudah tidak bagus, seperti malas bekerja dan tidak mau mengikuti perintah pimpinan di dinasnya,” ungkap Penjabat Sekda KLU Anding Duwi Cahyadi, Rabu (29/12).

Adapun terhadap tenaga kontrak yang benar-benar rajin bekerja sesuai tempat dan kemampuan, maka tetap dipertahankan. Anding menegaskan, pemberhentian murni atas penilaian kinerja, bukan gara-gara beda dukungan politik saat Pilkada 2020 lalu. “Kita membutuhkan tenaga kontrak yang profesional dan mampu bekerja sesuai kebutuhan dinas,” terangnya.

Baca Juga :  Fauzan Dipilih Menjadi Ketua Kwarcab KLU

Diungkapkan, pemberhentian tenaga kontrak tidak terjadi di semua OPD. Untuk OPD pelayanan seperti Puskesmas, RSUD, Dukcapil, Damkar dan Penyelamatan tidak dilakukan.

Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) KLU Sahabudin membenarkan bahwa pihaknya sudah mengeluarkan kebijakan memberhentikan sejumlah tenaga kontrak. Di BKAD terdapat 33 tenaga kontrak yang dievaluasi sesuai kinerja dan kemampuan. “Betul, kami sudah membuat surat keputusan itu yang ditembuskan ke masing-masing tenaga kontrak yang kami putus,” akunya.

Pemberhentian tenaga kontrak tersebut murni atas dasar penilaian kinerja. Pihaknya tidak ingin dinasnya lesu di tengah upaya memulihkan kondisi ekonomi saat covid-19 ini.

Diungkapkan, jumlah anggaran yang dialokasikan pada 2022 untuk tenaga kontrak Rp 22,6 miliar lebih. Per bulan digaji Rp 1 juta per tenaga kontrak.

Baca Juga :  Sekolah Singapura Belajar di KLU

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD KLU Fajar Marta menyampaikan, pemberhentian ratusan tenaga kontrak perlu duduk bareng antara eksekutif dan legislatif, karena pada kesepakatan awal tidak ada satu pun tenaga kontrak dirumahkan, yang dikurangi honornya. Hal itu disepakati pada saat pembahasan APBD 2022. “Jika dipaksa berhenti maka kasihan tenaga kontrak akan kehilangan pekerjaan akibat kepentingan dan syahwat politik,” ujarnya.

Pemerintah daerah lanjutnya, harus berkomitmen tidak memutus kontrak di tengah situasi perekonomian yang sedang sulit. Jika kontrak mereka putus, maka angka pengangguran bertambah. “Kasihan tenaga kontrak yang harus kehilangan pekerjaan,” tegasnya. (flo)

Komentar Anda