Dewan yang Usul, Dewan Pula yang Tolak

MATARAM—Sebanyak 4 buah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang masuk Prioritas Legislasi Daerah (Prolegda) 2016 diusulkan oleh DPRD NTB melalui prakarsa Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) atau lebih sering disebut Baperda. Namun dari 4 usulan prakarsa dewan tersebut, hanya satu Raperda saja yang disetujui. Sedangkan 2 Raperda lainnya ditolak atau dikembalikan dan 1 Raperda ditunda.

Sikap DPRD NTB tersebut mengundang reaksi negatif dari berbagai kalangan, pasalnya telah banyak dana yang telah digelontorkan namun pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa. Terlebih lagi 4 Raperda tersebut merupakan usul prakarsa dewan sendiri yang masuk Prolegnas.

Sebelumnya, Raperda yang diujukan pihak eksekutif juga berujung naas setelah banyak uang habis. Raperda tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Raperda Taman Hutan Raya (Tahura) Nuraksa dikembalikan oleh DPRD melalui rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk.

Kepala Bagian Persidangan DPRD NTB, Lalu Wirajaya saat ditemui Radar Lombok menyampaikan, untuk biaya penyusunan satu buah Naskah Akademik Raperda sebesar Rp 50 juta. "Selanjutnya untuk pembahasan ada disiapkan Rp 350 juta," ungkapnya.

Untuk tahun anggaran 2016, terdapat 23 Raperda yang masuk Prolegda. Sebanyak 9 Raperda inisiatif DPRD dan 14 merupakan Raperda eksekutif. Dana yang dibutuhkan sebesar Rp 435 miliar untuk kebutuhan seperti dengar pendapat.

Semua biaya tersebut diluar biaya Kunjungan Kerja (Kunker), konsultasi dan lain-lain. Untuk biaya keluar daerah sudah dimasukkan dalam satu paket sebesar Rp 18 miliar sepanjang tahun anggaran 2016. "Kalau Kunker itu kan diluar dana Raperda, itu sumber dananya sama dengan kunjungan komisi, badan-badan yang nilainya Rp 18 miliar," beber Lalu Wirajaya.

Setiap Pansus Raperda pasti pergi ke luar daerah, dalam satu kali perjalanan dinas anggaran yang dihabiskan cukup fantastis. Satu orang anggota dewan saja mendapatkan 14 juta dalam sekali berangkat. "Kalau mau tau berapa jumlah biaya yang dihabiskan, silahkan dikalikan saja," ucapnya.

Satu Pansus Raperda inisiatif DPRD beranggotakan 10-15 orang. Pansus III tentang Pramuwisata contohnya, mereka telah jalan-jalan ke Yogyakarta untuk Kunker, konsultasi ke Kementerian Pariwisata dan belum lagi Kunker dalam daerah. Semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Wakil Ketua DPRD NTB, TGH Mahalli Fikri tidak setuju apabila masalah Raperda ini dianggap menghambur-hamburkan uang. DPRD dalam hal ini Pansus tidak ingin hanya membuat Perda namun nantinya tidak akan bisa efektif. "Gak lah, kan memang naskah akademik Raperda itu harus diperbaiki. Gak menghambur-hamburkan uang rakyat kok, dan ini tidak ada juga kaitannya dengan buk Isvie selaku ketua Bapemperda," kilahnya.

Sementara itu, Ketua Bapemperda (Baperda) DPRD NTB Hj Isvie Ruvaeda mengaku sangat kecewa dengan sikap Pansus. Apalagi dalam prosesnya tidak pernah mengundang pengusul (Baperda – red) dan tenaga ahli dalam membahas isi Raperda. Raperda yang disetujui hanya tentang Pariwisata Halal dan itupun ketua Pansusnya Isvie Ruvaeda sendiri. Sedangkan Raperda penggunaan jalan, Kartu ternak dan Raperda Pramuwisata belum disetujui.

Menurut Isvie, tidak seharusnya Pansus mengembalikan Raperda. Pasalnya ini merupakan Raperda inisiatif DPRD yang seharusnya dituntaskan untuk kepentingan rakyat. "Saya selaku ketua Bapemperda atau pengusul tidak pernah dipanggil Pansus, tenaga ahli juga tidak pernah diajak bahas isi Raperda. Terus Pansus menolak Raperda, tentu kita sayangkan," ujarnya.

4 buah Raperda inisiatif yang diusulkan Baperda memang sejak awal menuai kritikan dari anggota dewan lainnya. Ada yang menilai Baperda mengusulkan Raperda tidak sesuai dengan aturan. Hal itu semakin memanas dikarenakan suhu politik internal partai Golkar, yang dalam hal ini Isvie Ruvaeda selaku ketua Baperda diusung Golkar untuk menggantikan posisi ketua DPRD NTB H Umar Said. (zwr)

Komentar Anda