Dewan Tawarkan Mediasi, Pemda Tetap Litigasi

PRAYA-Puluhan masyarakat yang mengklaim sebagai ahli waris tanah pecatu Kepala Desa Bilebante Kecamatan Pringgarata, kembali hearing ke kantor desa setempat, kemarin (8/8).

Mereka kembali mempertanyakan soal kejelasan status tanah seluas 1,9 hekter tersebut. Hal ini mengingiat sejumlah alat bukti yang mereka klaim bisa menguatkan bukti kepemilikan. Seperti pipil garuda, surat perjanjian, dan memo Bupati Lombok Tengah, HL Wiratmaja tahun 2008 yang mengembalikan tanah pecatu Desa Bagu Kecamatan Pringgarata ke ahli warisnya. Hal ini mengingat status tanah pecatu Kades Bilebante sama dengan Desa Bagu.

Baiq Supaili selaku ahli waris mantan Kepala Desa Bilebante tahun 1951, Lalu Putranom mengaku, pihaknya kembali menuntut apa yang menjadi hak keluarganya. Tuntutan ini sengaja ditempuh secara kekeluargaan dengan harapan bisa diselesaikan di tingkat desa.

Namun, sekiranya hak tersebut tidak bisa kembali maka pihaknya juga tidak bisa berharap banyak. Hanya saja, pemerintah desa dan pemerintah desa juga harus bisa membuktikan bahwa tanah tersebut merupakan aset desa. ‘’Kalau kami merasa sudah cukup bukti dengan pipil garud dan surat perjanjian tanah kepemilikan moyang kami, sehingga kami berani mengklaim bahwa itu hak kami,’’ katanya.

Dalam kesempatan itu, salah seorang tokoh masyarakat Desa Bilebante, H Darwis Ahmad mengakui, jika dulunya tanah pecatu Kades Bilbante merupakan milik mendiang Lalu Putranom. Dimana setelah Lalu Putranom berhenti menjabat juga sempat terjadi konflik serupa tapi berhasil diredam.

Untuk itu, Darwis menyarankan agar sebaiknya urusan tanah pecatu diselesaikan. Tentunya, untuk saat ini dengan mencari kebenarannya bukti kepemilikan sahnya. Sehingga konflik ini tidak terus berkepanjangan kedepannya. ‘’Masalah tanah pecatu di Desa Bilebante ini sangat banyak dan panjang sejarahnya. Tapi masalah sejarah itu saya rasa kita satu pemahaman. Yang terpenting sekarang adalah mencari kebenarannya untuk menyelesaikan masalah ini agar tidak menjadi masalah bagi anak cucu kita lagi kedepannya,’’ imbuhnya.

Baca Juga :  Pasar Buah Termasuk Tanah Aset

Masalahnya, Darwis juga tidak yakin tanah pecatu Kades Bilebante terinventarisir di Bagian Aset Setda Lombok Tengah. Begitu juga dengan alat bukti yang dimiliki ahli waris. Sehingga persoalan ini harus diselesaikan. ‘’Jika tidak, maka tidak akan ada ujungnya,’’ imbuhnya lagi.

Kasubag Bantuan Hukum dan HAM Bagian Hukum Setda Lombok Tengah, Baiq Mulianah menyatakan, pihaknya tetap menyarankan agar ahli waris menempuh jalur hukum. Pasalnya, dalam Permendagri No. 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa. Bahwa, desa tidak boleh melepaskan begitu saja apa yang menjadi hak desa selama ini.

Hal ini kembali ditegaskan Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. ‘’Atas dasar ini, maka kepala desa tidak boleh melepaskan yang telah dikelola desa selama ini,’’ katanya.

Jika kemudian alasanya berdasarkan memo Bupati Lombok Tengah tahun 2008. Secara hukum memo tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak terdaftar secara administrasi. ‘’Memo itu tidak memiliki kekuatan hukum,’’ tegasnya.

Lain halnya disarankan anggota Komisi I DPRD Lombok Tengah, Suhaimi. Dia menerangkan, bahwa persoalan hukum tak hanya litigasi (pengadilan) melainkan non litigasi (di luar pengadilan). Apa yang ditempuh masyarakat yang mengklaim sebagai ahli waris selama ini meripakan proses hukum juga.

Baca Juga :  Indonesia Tersandera Konflik Sekretarian

Hanya saja kemudian, persoalannya saat ini bukan siapa yang berhak dan tidak. Karena masih dalam proses mencari kebenaran. Untuk itu, Suhaimi menyarankan agar dilakukan mediasi antara yang mengklaim sebagai ahli waris dan pemerintah desa. ‘’Karena proses mediasi dan pengadilan itu sama. Tapi nanti kalau terbukti kebenarannya kedua belah pihak harus ikhlas. Jangan ada yang merasa menang dan kalah,’’ jelasnya.

Menurutnya, pemerintah desa dalam hal ini juga tidak perlu kaku. Apa yang dipersoalkan masyarakat yang mengklaim sebagai ahli waris selama ini merupakan sengketa hak. Pemdes tidak perlu berpatokan, bahwa masyarakat akan marah mengingat tanah itu bukan tanah ulayat melainkan tanah pecatu.

Dimana tanah pecatu banyak macam jenisnya, mulai yang melekat pada diri sendiri sampai ada yang dikuasai pemerintah. Untuk itu, pihak yang mengklaim sebagai ahli waris juga tidak perlu bergantung kepada kepala desa. Karena posisinya saat ini adalah selaku ‘tergugat’, sehingga salah juga ketika kepala desa diminta sebagai mediator. ‘’Solusinya ya harus dibentuk tim. Masalah biaya harus ditanggung bersama, karena nantinya akan membutuhkan saksi ahli dan lain sebagainya,’’ usulnya.

Sementara Kepala Desa Bilebante, Rakyatulliwa’uddin mengaku bingung dengan persoalan itu. Pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena diminta selaku mediator. Dimana dalam hal ini pihaknya juga selalu tergugat. ‘’Saya juga bingung bagaimana menyelesaikan masalah ini,’’ katanya. (dal)

Komentar Anda