MATARAM – Sejak menghilang bulan Maret lalu, mantan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (Dirut RSUD) Provinsi NTB dr Mawardi Hamry belum ditemukan. Sampai saat ini keberadaan dr Mawardi belum juga ada rimbanya. Ketua Komisi I DPRD NTB, Ali Achmad yang membidangi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pemerintahan mengatakan, hilangnya dr Mawardi tidak boleh dilupakan begitu saja. “Pak Dokter (Mawardi) itu pejabat publik, pejabat penting di NTB. Hilangnya itu harus jelas kemana,” ucapnya kepada Radar Lombok Jumat kemarin (26/8).
Hilangnya seorang pejabat Pemprov NTB adalah sejarah dalam kepemerintahan. Selama ini tidak pernah ada kasus serupa yang terjadi. Apalagi masalah ini sempat menjadi perhatian publik di NTB. Oleh karena itu, dirinya selaku Ketua Komisi I akan membahas masalah ini. Langkah yang bisa diambil dalam waktu dekat yaitu bersilaturahim ke Kapolda NTB Brigjen Pol Umar Septono untuk memperjelas hasil pencarian dr Mawardi. “Kita belum ketemu sama Kapolda makanya ini, segera akan kita lakukan kalau memang rakyat inginkan itu. Karena ini juga tanggung jawab kami di Komisi I,” ujarnya.
Rencana untuk bersurat ke Mabes Polri meminta bantuan bisa saja akan dilakukan lagi. Mengingat rencana tersebut sempat terganjal beberapa waktu lalu karena pihak keluarga kurang setuju. Pihak keluarga masih yakin dan mempercayakan pencarian dr Mawardi dilakukan oleh jajaran Polda NTB.
Setelah memasuki 5 bulan hilangnya dr Mawardi, tentunya sudah saatnya kembali menindaklanjuti dan memperjelas hilangnya pejabat teras NTB. “Makanya kita bisa saja surati Kapolri, tunggu hasil rapat internal dulu,” kata Ali Achmad.
Selain itu, status dr Mawardi selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) harus diperjelas juga. Menurut Ali Achmad, setiap persoalan yang ada mengenai ASN sudah ada Undang-Undang (UU) yang mengaturnya. Begitu juga dengan kasus hilangnya dr Mawardi, statusnya harus diperjelas agar tidak mengaburkan aturan.
Salah satu kekhawatiran Ali Achmad, kepercayaan masyarakat bisa luntur terhadap aparat kepolisian. Seorang pejabat publik telah menghilang lebih dari 5 bulan, tetapi tidak berhasil juga dideteksi keberadaannya. "Kalau hilangnya pejabat publik saja tidak bisa ditemukan, lalu bagaimana kalau masyarakat biasa,” ujarnya.
Pencarian dr Mawardi juga diupayakan oleh Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa (KAHMI) Lombok Barat dan KAHMI Lombok Timur. Mereka telah melayangkan surat ke Kapolri bulan lalu agar kepolisian lebih intensif mencari dr Mawardi yang merupakan alumni HMI.
Surat tersebut ditembuskan juga ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham), DPR-RI, Kapolda NTB dan juga KAHMI pusat. Namun sampai saat ini belum ada perkembangan apapun terkait keberadaan dr Mawardi.
Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Pendidikan dan Pelatihan (BKD-Diklat) Provinsi NTB, H Abdul Hakim mengatakan, status dr Mawardi saat ini masih tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov NTB. Tetapi bukan lagi pejabat karena dr Mawardi tidak lagi sebagai Dirut RSUD Provinsi NTB paska ditetapkannya Pelaksana Harian (Plh) Dirut RSUD beberapa waktu lalu.
Status PNS yang masih disandang dr Mawardi, bukan berarti BKD tidak ada ketegasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2014 tentang sanksi ASN, disebutkan bahwa PNS yang menghilang tanpa berita diberhentikan setelah 6 bulan. "Memang awalnya kami kira setelah 3 bulan baru dipecat, tapi setelah dilihat-lihat aturan ternyata kasus seperti hilangnya dr Mawardi diberhentikan jadi PNS setelah 6 bulan," terang Hakim. (zwr)