Dewan Minta UPTD Gili Tramena Dibubarkan, Provinsi: Baru Berkembang

GILI TRAWANGAN: Salah satu daerah tujuan wisata di Kabupaten Lombok Utara yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, yaitu Gili Trawangan. (DOK)

MATARAM—Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gili Tramena dibawah Dinas Pariwisata (Dispar) NTB, yang bertugas dan bertanggung jawab untuk memfasilitasi dan memaksimalkan potensi di salah satu destinasi unggulan pariwisata NTB, yakni Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air atau Gili Tramena, dinilai belum memberikan kotribusi maksimal bagi pendapatan asli daerah (PAD).

Terkait itu, Ketua Fraksi Bintang Nurani Perjuangan Rakyat (BNPR), Ruslan Turmuzi mengatakan, hingga setahun keberadaan UPTD Gili Tramena yang dibentuk era Gubernur Dr Zulkiflimansyah, dan mulai beroperasi pada pertengahan Januari 2023, justru belum memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. “Yang ada malah pemborosan anggaran, karena belanja operasional dan pegawai sangat tinggi, sehingga hal itu membebani APBD,” kata politisi PDIP ini di kantor DPRD NTB.

Diungkapkan, tidak optimalnya UPTD Gili Tramena meraup potensi PAD yang ditargetkan sekitar Rp 400 miliar, lantaran pembentukannya tidak didasarkan kepada kajian komprehensif. Padahal menurutnya, jika Pemprov ingin optimal dalam meraup PAD, seharusnya pasar-pasar tradisional yang menjadi kewenangan Provinsi NTB dibuatkan UPTD.
Sebab itu, dia menilai UPTD Gili Tramena sangat layak untuk dibubarkan. “Lebih baik UPTD Gili Tramena itu dibubarkan saja,” tandas Ruslan.

Dia juga mengatakan, sejumlah UPTD lainnya dibawah OPD yakni di Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan hingga Dinas Peternakan, juga dinilai belum optimal memberikan kontribusi bagj peningkatan PAD. Walau dia memahami jika UPTD di sejumlah OPD belum maksimal dalam meraup PAD, lantaran dana untuk mendukung operasional yang sangat minim.

Karena itu, pihaknya menyarankan agar UPTD yang alokasi anggaran besar, tapi hasil kerja tidak maksimal, agar dibubarkan, yang diantaranya UPTD Gili Tramena. “Adapun untuk UPTD yang lain, agar dilakukan pembinaan maksimal, sehingga bisa memberikan kontribusi maksimal bagi PAD,” tandasnya.
Lebih lanjut diungkapkan, dalam APBD 2024, potensi pendapatan daerah di tiga Gili itu dikembalikan ke angka sekitar Rp 50 miliar. Pasalnya, sejumlah HGU milik Pemprov NTB di Gili Tramena masih bersengketa dengan masyarakat. “Sekarang fokus dengan HGB milik Pemprov yang sudah jelas statusnya dengan investor,” lugasnya.

Baca Juga :  Kombes Helmi Ultimatum Mr M Bandar Narkoba Wilayah Gili

Sementara Anggota Banggar DPRD Provinsi NTB, Bohari Muslim mengatakan bahwa optimisme harus dibarengi dengan kegigihan dan strategi yang cermat dalam pelaksanaan program pencapaian target PAD. Hal ini penting kata dia, mengingat tahun 2024 diprediksi akan terjadi ketidakpastian ekonomi.

Sebab itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk menyiapkan skema antisipatif atau skenario mitigasi resiko/dampak dari ketidakpastian ekonomi, yang kemungkinan besar berdampak juga pada realisasi pendapatan daerah tahun 2024.

Pihaknya juga mendorong pemerintah memaksimalkan kinerja seluruh perangkat daerah yang menjadi ujung tombak pendapatan daerah, terutama peran dan fungsi UPTD daerah wisata unggulan Gili Tramena sebagai institusi baru yang khusus mengelola potensi pendapatan dari aset provinsi di tiga gili tersebut. “Tentu kita berharap target PAD yang cenderung optimistis di tahun 2024, dapat terealisasi, sehingga akan semakin memperbaiki derajat kemandirian fiskal Provinsi NTB,” lugasnya.

Di sisi lain, Pemprov NTB tidak memiliki niatan untuk membubarkan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Destinasi Wisata Unggulan Gili Trawangan, Meno dan Air (Tramena) di Kabupaten Lombok Utara. Meskipun sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kawasan wisata tersebut jauh meleset.
“Karena ini tahap permulaan, tentu hitung-hitungannya masih dalam rangka memberikan kemudahan terhadap masyarakat yang ada,” kata Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Provinsi NTB, Fathurrahman.
Mantan Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Provinsi NTB itu menilai rencana pembubaran terhadap aset daerah ini harus melalui serangkaian kajian. Sementara keberadaan UPTD Gili Tramena ini masih terbilang baru dibangun. “Tentu karena ini kan baru berkembang, sehingga membutuhkan proses. Apalagi UPTD ini sudah melakukan beberapa ikatan kerjasama yang sudah ada hasilnya,” terangnya.

Fathurrahman menambahkan kawasan pengelolaan destinasi wisata unggulan KLU itu baru saja ditetapkan menjadi UPTD oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI. Alih-alih dibubarkan, Pemprov ingin agar keberadaan UPTD ini dapat difungsikan sebagai lembaga yang mengurus persoalan masyarakat di kawasan tersebut. Bahkan menjadi tali penghubung antara pemerintah dengan para pengusaha yang mengelola kawasan wisata itu. “Itu kita lakukan agar kecepatan urusan seperti sewa-menyewa yang ada di lahan milik Pemprov itu bisa berjalan baik dan lancar,” tambahnya.

Baca Juga :  Rekrutmen CPNS dan PPPK, Tersisa 1.100 Formasi Baru

Pihaknya juga berharap dengan adanya sosialisasi dan advokasi yang sudah dilakukan oleh pihak UPTD Gili Tramena, dapat memberikan sedikit pencerahan kepada masyarakat disana, bahwa kerjasama antara Pemprov dan pengusaha maupun inverstor jauh lebih aman dan memiliki kepastian hukum. “Sekarangkan sudah berprogres dari para pihak atau beberapa pengusaha yang ada di Tramena untuk melakukan kerjasama,” ujar Fathurrahman.

Kendati target penerimaan PAD dari pengelolaan Gili Tramena belum bisa optimal, namun Kepala UPTD Gili Tramena, Mawardi Khairi melihat tata pengelolaan tiga gili itu sudah jauh lebih baik pasca dibangunnya UPTD oleh Kemendagri. Terbukti target PAD NTB naik sebesar Rp 3 milliar pada tahun 2023. “Sebelum tertata, kita hanya dapet Rp 1 milliar. Namun sekarang menjadi Rp 4 milliar. Artinya, semakin banyak orang yang mau bekerjasama setelah kita lakukan edukasi,” jelasnya.

Adapun alasan kenapa penerimaan PAD NTB di Gili Tramena belum optimal atau memenuhi target. Pertama menurut Mawardi, karena adanya masalah sosial dan juga persoalan hukum di kawasan tersebut. Akibatnya, aset daerah itu tidak serta merta bisa ditertibkan, mengingat sudah banyak fasilitas publik yang ada di daerah tersebut. “Jadi kan tidak mungkin orang bayar disitu. Sudah berapa hektar dijadikan lapangan, sekolah, masjid, pasar, fasilitas kesehatan,” bebernya.

Belum lagi masyarakat setempat menganggap bahwa tanah yang mereka tempati merupakan peninggalan nenek moyang mereka, sehingga tidak sedikit yang sudah diambil alih. Karenanya perlu ada upaya penelusuran dari pihak UPTD Gili Tramena perihal kepemilikan tanah di kawasan wisata Lombok Utara itu. “Jadi butuh proses atas semua kondisi itu,” ujarnya.

Meskipun begitu, Mawardi mengaku akan menyerahkan semua keputusan kepada pimpinan terkait rencana pembubaran aset daerah tersebut. “Mau dibubarkan kita terima, tidak dibubarkan juga kita terima, karena kita kan melaksanakan saja,” pungkasnya. (yan/rat)