MATARAM – Anggota DPRD Provinsi NTB dari PDI-P, Made Slamet meminta kepada Inspektorat ataupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap PT Daerah Maju Bersaing (DMB).
Hal itu dinilai sangat penting karena selama ini DMB terbebas dari audit khusus tentang pengelolaan keuangannya. PT DMB dibentuk Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Sumbawa untuk mengakuisisi saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). PT DMB lantas menggandeng PT Multi Capital (MC) untuk mengakuisisi 24 persen saham PTNNT. Dari 24 persen saham itu, PT MC menguasai 18 persen dan 6 persen sisanya jadi milik Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Sumbawa melalui PT DMB. Kini, Pemprov NTB berencana menjual 6 persen saham PTNNT yang dikuasi DMB itu.
Menurut Made Slamet, rencana penjualan 6 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) yang dikuasai PT DMB penuh dengan konspirasi. "Malah saya kok melihatnya penjualan saham ini seperti program penghapus dosa," ucapnya kepada Radar Lombok, Minggu kemarin (5/6).
PT DMB diberikan kewenangan mengelola dana besar yang nilainya ratusan miliar. Namun sampai saat ini tidak pernah diaudit. Sementara masyarakat saja untuk bisa mendapatkan dana Bantuan Sosial (Bansos) yang nilainya tidak seberapa sangat banyak persyaratannya. Dirut PT DMB Andi Hadianto selama ini dinilai gagal total. Bertahun-tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTB terganggu dan mengalami defisit karena kinerja DMB yang tidak becus.
Dalam perjanjian yang telah ditandatangani 23 Juli 2009 lalu, DMB akan tetap mendapatkan dividen setiap tahun dari PT Multi Capital (MC) perusahaan yang digandeng dalam pembelian saham PTNNT. Namun faktanya beberapa tahun terakhir daerah tidak mendapatkan apa-apa. "Seharusnya Pemprov maupun DMB berupaya menagih dividen itu, bukan malah menjual saham yang ada," herannya.
PT DMB kata Made, alamat kantornya saja tidak jelas. Aktivitas pegawainya bagaimana juga tidak terkontrol, sementara setiap bulan tetap menikmati gaji enak. Hal seperti ini tidak seharusnya terjadi meskipun Dirut DMB Andi Hadianto dekat dengan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi.
Made melihat ada masalah besar yang tersimpan di PT DMB, apabila memang sahamnya akan dijual maka harus dituntaskan dulu misteri tersebut. "Gaji Dirut itu besar bro, tapi pertanyaannya selama ini si Dirut ngapain saja ? Kalau masalah DMB sudah clear, baru kita bicara penjualan saham," tegas Made.
Pria yang sudah dua periode sebagai anggota DPRD ini menilai ada gelagat tidak baik dalam rencana penjualan saham. Masalah saham di PTNNT bukan hal main-main, tetapi ada pihak-pihak yang secara nyata sangat ngotot ingin menjual saham. "Waktu rapat itu juga saya keluar, kami Fraksi PDI-P tidak mau tandatangan. Rapat kok malah mau dikondisikan agar kita semua setuju, cara mereka ngotot lagi. Kelihatan sekali seperti pesanan," ungkapnya.
Apabila pemprov nantinya tetap menjual saham tersebut, lanjut Made Slamet, Fraksi PDI-P berlepas tangan. Ia meminta agar semua anggota PDI-P tidak dilibatkan ketika aparat hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan. "Ayo Inspektorat audit DMB, selama ini Dirut-nya keenakan merasa merdeka. Jangan malah mau jual saham untuk menghapus dosa," tandas Made.
Beredar informasi ada permainan uang untuk memuluskan rencana penjualan saham 6 persen milik DMB di PTNNT. Sampai saat ini, uang yang sudah beredar di lingkaran oknum DPRD NTB mencapai ratusan juta. Jumlah tersebut masih bisa bertambah karena masih ada yang belum menandatangani surat persetujuan.
Menurut salah seorang sumber Radar Lombok, rapat antara pimpinan DPRD dengan ketua fraksi-fraksi pada tanggal 26 Mei lalu, beberapa orang telah dikondisikan untuk mendukung penjualan saham. Meskipun masih ada fraksi yang tidak setuju, namun apabila mayoritas fraksi setuju tentunya sudah berhasil. "Info ini saheh, saya dengar langsung kok dari orang yang ngasi uang," ungkapnya.
Ia tidak mengetahui sumber uang tersebut dari pihak mana. Satu hal yang pasti, uang tersebut tentunya bukan uang pribadi orang yang membagikan uang. "Silahkan analisa sendiri uangya darimana, tapi masih ada yang belum tandatangan nih sampai sekarang. Malah infonya Ketua DPRD juga belum tandatangani persetujuan itu," terangnya.
Disebutkan, selain Ketua DPRD H Umar Said yang belum tandatangan, ada juga Wakil Ketua DPRD TGH Mahalli Fikri, Ketua Fraksi PDI-P Raden Nuna Abriadi dan Ketua Fraksi Bintang Restorasi H Machsun Ridwainny. "Mereka belum tandatangan, coba tanya mereka saja kenapa belum?," katanya.
Ketua DPRD NTB H Umar Said saat dikonfirmasi mengaku tidak ingat apakah dirinya sudah tandatangani surat persetujuan atau belum. Namun pada prinsifnya ia setuju rencana penjualan saham tersebut.
Terkait dengan adanya isu permainan uang, Umar hanya tertawa saja dan tentunya membantah. "Saya lupa sudah atau belum ya tandatangan, coba besok Senin saya cek. Ini bulan puasa, lebih baik tulis berita yang baik-baik atau tentang harga sembako yang mahal, kalau tulis yang jelek-jelek nanti puasanya batal," jawabnya.
Ketua Fraksi Bintang Restorasi, Machsun Ridwainy juga menjawab hal yang sama. Dirinya kurang mengetahui apakah sudah tandatangan atau belum. "Kayaknya belum, saya operasi mata soalnya kemarin-kemarin," terangnya.
Sekretaris Komisi III DPRD NTB M Hadi Sulthon membantah apabila sikap mendukung penjualan saham karena adanya uang pelicin. Persetujuan dan rekomendasi komisi III murni untuk kepentingan rakyat. Terlebih lagi semuanya telah dikaji oleh para ahli.
Pria yang juga Sekretaris Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai sudah saatnya saham tersebut dijual daripada tidak bisa memberikan kontribusi. "Semua kita murni bekerja demi rakyat, tidak ada itu uang pelicin-pelicin," katanya. (zwr)