Dewan Minta Kenaikan CHT 10 Persen Ditinjau Kembali

TEMBAKAU: Buntut kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) 10 persen yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, akan berdampak terhadap pendapatan para petani tembakau semakin anjlok. Tampak pertanian tembakau di Lombok. (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pemerintah telah menetapkan aturan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) 10 persen pada tahun 2023 dan 2024. Dimana kenaikan CHT 10 persen itu memunculkan penolakan dari para petani tembakau, termasuk dari asosiasi petani tembakau di NTB.

Terkait hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Provinsi NTB bidang pertanian, Akhdiansyah mengatakan sebaiknya pemerintah pusat meninjau kembali kebijakan kenaikan CHT 10 persen tersebut. Pasalnya, kenaikan CHT 10 persen punya dampak sangat signifikan. Termasuk imbas akan dirasakan langsung oleh para petani tembakau.

“Kebijakan ini sebaiknya ditinjau kembali,” kata politisi muda PKB, kepada Radar Lombok, Rabu kemarin (30/11).

Menurutnya, pemerintah pusat perlu bersikap hati-hati dan cermat dalam aturan kenaikan CHT tersebut. Lantaran imbas dari aturan kenaikan CHT ini akan cukup banyak.

Imbas ke depan kenaikan CHT diantaranya ada potensi pabrik rokok ilegal akan bermunculan, dan berkurang angka pekerja di pabrik rokok alias banyak pengangguran.

Baca Juga :  Taiwan Sebut Mie Instan Picu Kanker, BPOM Indonesia Klaim Aman

Jika pun pemerintah beragumentasi bahwa kenaikan CHT 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024, sebagai upaya menekan angka perokok di Indonesia. Yongky, panggilan akrabnya, menilai kenaikan CHT itu bukanlah cara yang cukup efektif dalam mengurangi jumlah angka perokok.

“Justru dengan kebijakan ini, akan merugikan pemerintah dan petani tembakau,” ungkap Ketua Bapemperda DPRD Provinsi NTB.

Seharusnya ada skema lain dipertimbangkan oleh pemerintah. Diantaranya dengan mengurangi import tembakau. Dengan situasi dan kondisi masyarakat dalam tahap recovery pasca pandemi Covid-19. Sehingga kebijakan kenaikan CHT 10 persen sangat layak ditinjau ulang. “Seharusnya kebijakan ini harus dipikirkan secara matang,” imbuhnya.

Pendapat berbeda disampaikan Anggota Komisi II bidang pertanian lainnya, Made Slamet. Politisi PDIP menilai kenaikan CHT 10 persen tidak akan berdampak langsung terhadap para petani tembakau. “Dampak langsung ke petani tembakau tidak akan besar,” ungkap Ketua DPC PDIP Kota Mataram ini.

Baca Juga :  Disperin NTB Bakal Melatih 100 Warga untuk Kerja di APHT Lotim

Dengan kenaikan CHT 10 persen itu, tentu akan berdampak terhadap peningkatan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) untuk daerah penghasil. Namun persoalannya, seberapa besar dari DBHCT itu diperuntukkan ke petani tembakau untuk peningkatan kesejahteraan mereka. “Pertanyaan seberapa besar alokasi DBHCT itu dikembalikan ke petani tembakau?” tanyanya.

Dia melihat selama ini, kata dia, relatif kecil pengembalian DBHCT yang diperuntukkan kembali untuk petani tembakau. Misalnya di Raperda APBD 2023, dia melihat anggaran yang bersumber dari DBHCT dialokasikan relatif kecil untuk mitra komisi II yang menangani persoalan petani.

“Perlu ada komitmen tinggi agar DBHCT itu dikembalikan peruntukkan lebih besar untuk kesejahteraan petani,” pungkasnya. (yan)

Komentar Anda