Dewan Minta Dikbud Berbenah

Lalu Wirajaya
Lalu Wirajaya.( IST/RADAR LOMBOK)

Terkait Lulusan SMK Pengangguran Terbanyak

MATARAM – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB mencatat jumlah pengangguran di NTB dalam satu tahun terakhir ini bertambah 1.260 orang.  Dari jumlah pengangguran tersebut, didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) mencapai 9,63 persen. Kemudian diikuti lulusan D1/D2/D3 sebesar 6,66 persen serta lulusan sekolah menengah umum, yakni 6,07 persen.

Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB  Lalu Wirajaya menyesalkan jumlah pengangguran di dominiasi lulusan SMK. Padahal SMK dibentuk supaya lulusan-lulusannya langsung siap bekerja dengan skil-skil yang dimiliki. Namun kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik.

 “Ini harus menjadi perhatian bersama, kok bisa lulusan SMK pengangguran lebih banyak,” kata Lalu Wirajaya, kepada Radar Lombok, kemarin.

Menurutnya, kondisi ini tentunya menjadi pertanyaan besar bagaimana lulusan ini SMK terserap dalam Dunia Usaha Dan Dunia Industri (DUDI). Hal ini menjadi perhatian dewan dan pemerintah Provinsi (Pemprov) dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB bidang SMK, supaya berbenah agar lulusan SMK tidak banyak menjadi pengangguran.

Selain itu, nanti saat rapat-rapat tetap dibahas memanggil Dikbud NTB untuk memperjelas kenapa lulusan SMK banyak pengangguran. Bahkan nanti di rapat rapat kerja berikutnya akan membahas bersama Dikbud terkait dengan lulusan SMK yang banyak menganggur.

“Kalau saat ini berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Mudah-mudahan kedepan kita tidak lagi mendengarkan kabar bahwa lulusan SMK banyak pengangguran dan menjadi preseden buruk dalam dunia pendidikan,” jelasnya

Sebelumnya, Pengamat Pendidikan Prof Mahyuni menjelaskan pemerintah perlu melakukan evaluasi program keahlian (jurusan) di SMK yang sesuai dengan peluang kerja dibutuhkan dunia usaha dan dunia industry (DUDI). Selain itu, pemerintah daerah, dalam membuka SMK berdasarkan potensi lokal berbasis kebutuhan local specific (kebutuhan stempat).  Pemerintah daerah dalam membuka program keahlian di SMK, sebaiknya dibarengi dengan kebijakan yang memadai. Misalnya harus ada prencanaan jangka pendek menengah dan panjang mau apa peserta didik ini setelah tamat.

“Pembukaan program keahlian (jurusan) jangan hanya jadi trend tanpa menghitung detail cost demand serta link and match SMK yang dibuka. Makanya wajar pengangguran berasal dari SMK lebih banyak,” kata Prof Mahyuni.

Menurutnya, jika pemerintah membuka SMK dibarengi dengan kebijakan yang memadai, maka lulusan SMK tidak menjadi penyumbang jumlah pengangguran tertinggi.  Namun  jika tidak dibarengi dengan itu, maka ada kesan lempar batu sembunyi tangan.  Semestinya, pendekatannya harus komprenshsif, sehingga semua sisi harus dikaji. Jika tidak, maka jangan heran kalau akhirnya alumni SMK hanya menjadi beban baru bagi pemerintah.

Hal yang sama terjadi lulusan program D2 dan D3.  Jika pembukaan program studi untuk D2 dan D3 hanya sebatas euforia dengan tidak menghitung penyalurannya, maka hanya menunggu waktu masa antrean saja.

“Memang kelemahan kita dari dulu lemah pada analisis kebutuhan riil. Tidak heran kemudian musibah baru muncul, karena dilakukan sesuatu yang tidak dilandasi kebutuhan,” jelasnya.

Terpisah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB H Rusman mengaku pengangguran lulusan SMK sebanyak 9,63 persen perlu evaluasi persoalan yang menyebabkan pengangguran terbanyak. Hal ini, tentunya butuh kerja sama semua pihak.

“Kita akan rembuk bersama secara menyeluruh membahas kendala apa saja yang dialami SMK. Apakah ini menyangkut jurusan yang tidak ada dalam dunia usaha dan dunia industri (DUDI) atau persoalan apa lainnya,”  tandasnya. (adi)

Komentar Anda